Belajar Interpersonal Communication dari Sisi Psikologis

Oleh : Jennifer Caroline

 

Kali ini, Fikomrade berkesempatan untuk mempelajari international communication dari sisi psikologis. Pembelajaran ini menjadi bagian dari kuliah tamu dalam matkul Creative Writing, yang dibawakan oleh Ibu Livia Yuliawati, Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Ciputra Surabaya. Dalam kuliah tamu ini disampaikan bagaimana coaching itu bisa bermanfaat dan menolong kita supaya percakapan jadi lebih nyaman dan mudah diterima oleh orang lain. Ketika kita berinteraksi dengan orang lain, hal apa saja yang mempermudah atau memperlancar komunikasi : jokes/candaan, body language/gestur tubuh saat berbicara, gaya bahasa, penggunaan dialek, topik pembicaraan, jarak usia, perasaan, sefrekuensi/ketertarikan pada hal yang sama, kesetaraan, intonasi/nada berbicara, eye contact, serta ada persamaan latar belakang. Lalu, hal apa saja kah yang bisa memperburuk komunikasi yaitu emosi, perbedaan usia, tingkat pengetahuan yang berbeda, feedback/umpan balik yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan, adanya gangguan dari orang lain, artikulasi/kecepatan berbicara, tidak adanya ketertarikan dengan lawan bicara. 

Suasana Kuliah Tamu Creative Writing

Ketika kita berbicara dengan orang lain, maka kita harus menempatkan diri bahwa kita itu setara dengan lawan bicaranya. Tidak lebih rendah dan tidak juga lebih tinggi. Hal yang akan terjadi jika tidak bisa menempatkan diri adalah munculnya ketimpangan, obrolan tidak nyambung, salah satu mendominasi, tidak mau mendengar opini orang lain dan hanya memiliki anggapan bahwa opininya lah yang paling benar, tidak mau kalah saing dengan lawan bicaranya. Percakapan yang tidak setara muncul saat adanya kritik dan saran yang diberikan oleh lawan bicara padahal cerita yang disampaikan belum selesai didengarkan secara jelas. Jadi, jika ingin komunikasi lebih lancar dan lebih nyambung bisa menerapkan prinsip pendekatan coaching ini. Mendengarkan secara aktif, mengajukan pertanyaan dan berharap orang yang kita ajak bicara menemukan sendiri cara dan solusinya. 

 

Ketika kita bercakap-cakap, harapannya percakapan itu punya nuansa yang konstruktif, apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman mereka. Percakapan seperti itu akan membawa suasana yang lebih positif yaitu apa indikasinya bagi kehidupan saya. Percakapan berbasis coaching itu dimulai dari kemitraan, percakapan yang membangun potensi pribadi dan professional. Mengajukan pertanyaan itu bukan berarti interogasi melainkan kita ingin mengenal dan lebih dekat dengan orang tersebut dengan mengetahui apa yang dialaminya, yang dipikirkannya. Namun, semua orang punya persepsinya sendiri. Dalam pembentukan persepsi itu sesuatu yang subjektif yaitu dilatar belakangi oleh pengalaman individu tersebut yaitu latar belakang budayanya seperti apa. Hal inilah yang dibawa dalam proses komunikasi. 

 

Misalnya, ibu Livia pernah bertanya dengan salah satu mahasiswanya mengenai alasan mengapa mahasiswa tersebut sering terlambat. Mahasiswa tersebut sampai marah karena ditegur. Ternyata ia punya orangtua yang sangat keras sehingga tiap kali ia dimarahi karena terlambat, maka menurutnya ia bodoh, malas, dan tidak bisa mengatur dirinya sendiri. Ia punya trauma masa lalu dan punya luka batin dari kejadian dimasa lalu. Jadi, ketika kita ngobrol sama orang selalu ingat bahwa semua orang memiliki latar belakang dan persepsinya yang berbeda beda.

 

Assertive communication itu penting karena dengan kita menyampaikan perasaan seperti saya merasa kecewa, saya merasa senang, saya merasa lebih dihargai supaya kita tidak menahan diri hingga jadi orang yang pasif. Kita sampaikan apa yang kita pikirkan dan rasakan supaya orang lain mengerti dan mengurangi kesalahpahaman. Kalau pun orang lain tetap tidak peduli dan tidak mau mengerti, namun yang penting kita sudah berusaha untuk menyampaikan isi hati kita. 

 

Komunikasi itu akan mudah kalau punya banyak kesamaan. Sampaikan pesan dengan singkat, padat dan jelas. Pastikan menyampaikan ide dengan tidak bertele tele. Tujuan percakapan ini buat apa? untuk merencanakan sesuatu kah? Ada percakapan yang tujuannya untuk memecahkan masalah. Lalu, pilih medianya. Apakah sebaiknya disampaikan lewat tatap muka, online, chat. Pertimbangkan kondisi target personnya siapa. Efektivitas dan efisiensi pesannya. Ketika kita marah dan sedih, jangan disampaikan lewat chat. Lebih baik tatap muka. 

 

Biasanya bagi orang baru lebih sulit untuk membuka diri. Dia bersedia membuka dirinya ketika merasa nyaman dan percaya kepada orang tersebut. Jadi bisa dimulai dengan small talk, namun perhatikan juga karakter lawan bicaranya. Sesuaikan pesan verbal dan nonverbal. Hati hati dengan lirikan dan nada berbicara karena bisa mengakibatkan kesalahpahaman. Jadilah pribadi yang dapat dipercaya dan bisa diandalkan.