Permainan Janji Temu

SMA Katolik St. Louis dikenal sebagai salah satu sekolah yang memiliki siswa dan siswa yang berprestasi, baik prestasi akademik maupun non-akademik. Untuk mendukung prestasi siswa-siswinya, berbagai kegiatan dilakukan oleh pihak sekolah, salah satunya adalah Kegiatan Training Leadership Kaderisasi Siswa Katolik Se-Yayasan Lazaris. Yayasan Lazaris membawahi 3 sekolah St. Louis di Surabaya, yaitu SMA Katolik St. Louis 1, SMA Katolik St. Louis 2, dan SMK St. Louis. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan siswa-siswi dari masing-masing sekolah sebagai kader yang digadang-gadang akan menjadi Pemimpin di organisasi-organisasi di sekolahnya.

Bekerja sama Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Media Universitas Ciputra, para siswa dilatih dan didampingi oleh 5 dosen dan 5 mahasiswa Fikom selama 3 hari 2 malam. Kegiatan ini dibagi-bagi menjadi beberapa sesi, baik sesi indoor maupun sesi outdoor. Sesi indoor adalah sesi materi yang diberikan oleh para dosen Fikom, yang mana tujuan dari pemberian materi ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang kepemimpinan terutama dengan memanfaatkan bidang Ilmu Komunikasi.  Sesi outdoor adalah sesi outbond yang dibantu oleh 5 mahasiswa Fikom. Sesi awal dan salah satu sesi utama bagi para siswa adalah Sesi “Janji Temu”. Sesi ini didampingi oleh Bu Amanda, salah satu Dosen Fikom. Tujuan dari sesi ini adalah sebagai sarana berkenalan bagi para siswa-siswa yang menjadi peserta dikarenakan mereka berasal dari 3 sekolah yang berbeda, meskipun masih ada di bawah 1 yayasan, yaitu Yayasan Lazaris. Harapannya selama 3 hari tersebut, mereka dapat bergaul tidak hanya dengan teman-teman dari sekolah yang sama tapi juga dengan teman-teman dari 2 sekolah yang lain.

Sesi ini disampaikan dengan sistem permainan sederhana, dimana siswa-siswa diberi kertas yang bergambar jam dinding dengan ketentuan mereka harus bertemu dengan teman laki-laki dari sekolah lain pada jam 1 sampai dengan jam 6 dan dengan teman perempuan dari sekolah lain pada jam 7 sampai dengan jam 12. Selain menanyakan nama dan asal sekolah, mereka juga wajib menanyakan tentang makanan kesukaan masing-masing orang. Untuk melengkapi kertas tersebut, peserta diberikan waktu tidak lebih dari 10 menit.

Setelah 10 menit berakhir, Bu Amanda memilih secara acak siswa yang akan dites. Beberapa anak dipilih secara acak dan ditanyai bertemu dengan siapakah mereka pada jam-jam tertentu. Selain menyebutkan profilnya, mereka juga diminta untuk menunjukkan mana orang yang dimaksud. Hal ini dimaksudkan Bu Amanda untuk mengetes kemampuan menghafal nama dan fisik dari orang yang baru saja mereka kenal. Dari 5 siswa yang dipilih, seluruh siswa tersebut dapat menunjukkan orang-orang yang baru mereka kenal. Hal ini membuktikkan bahwa para kader dari St. Louis ini memiliki kemampuan menghafal dan memahami yang sangat baik. Berawal dari mengikuti sesi awal ini, siswa dan siswi dari 3 sekolah St. Louis mulai menerapkan konsep awal dari Ilmu Komunikasi, yaitu bahwa komunikasi adalah praktek yang tak terbatas. Selama mereka berani keluar dari zona nyamannya, mereka dapat memulai komunikasi dengan orang-orang di luar komunitasnya dan menjalin persahabatan yang baru. [Artikel ini ditulis pengajar Fakultas Ilmu Komunikasi & Bisnis Media, Patrisia Amanda Pascarina, S.I.Kom., M.A.]