Ibu dan Generasi Cinta

Ibu dan Generasi Cinta. Jawa Pos.22 Desember 2015.Hal.2

Oleh IDEWA GDE SATRYA*

SEJARAH mencatat, kongres perempuan Indonesia 1 di Jogjakarta pada22-25 Desember 1928 adalah cikal bakal Hari Ibu.Adapun penetapan 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalamKongres Perempuan Indonesia III pada 1938

Hari ibu adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarga. Baik untuk suami,anak-anaknya,maupun lingkungan sosial. Seorang ibu dan kaumperempuan memiliki kekhasan sebagai mahluk yang diciptakan dengan kodrat halus “merawat”, melestarikan,dan menumbuhkan kehidupan. Harmoni kehidupan itu juga identic dengan kehadiran dan hati seorang ibu.

Disitulah relevansi Hari Ibu dalam melahirkan,merawat, dan mendidik generasi bangsa Indonesia sebagai generasi cinta. Sebagai antithesis atas generasi yang menumbuhkan kekerasan,perpecahan dan kebencian yangdewasa ini kian merajalela.

Minggu (20/9) gerakan menumbuhkan cinta dipelopori dua ikon perempuan Indonesia, Agnes Monica dan Yenny Wahid. Mereka berkolaborasi dalam satu gerakan untuk menebar cinta di media soial (medsos) khususnya. Agnes Monica memulai gerakannya di medsos dengan I#AMgenerationOfLOVE, Yenny Wahid juga melakukan gerakan sosial dengan titel #BeraniDmai.

Benang merah dari gerakan sosial tersebut memiliki makna penting bagi peradaban bangsa saat ini. Mereka berdua memainkan peran dengan tepat,emengruhi massa untuk merubah keadan. Agnes Mo benar, di medsos bertebaran kebencian,cyberbullying, dan sejenisnya. Keadaan itulah yang akan diubah dalam gerakan “ I am generation Of Love”.

Gerakan  sosial itu dalam kerangka berpikir,social entrepreneurship dinilai mengagumkan. Penentuan sikap atas persoalan sosial serta program yang terencana  untuk memberikan dampak kemasyarakat merupakan hal yang masih dalam setiap gerakan sosial. Melalui gerakan tersebut, muncul optimism di tengah peliknya persoalan sosial di Indonesia, ada terang dan harapan.

Perempuan dan Ibu

Tanpa bermaksud gender,gerakan sosialyang khas dan tak dapat direlakan lahir dari naluri kaum ibu (dan kaum perempuan) itu memunculkan kembali peran penting kaum perempuan dan para ibu ditengah persoalan sosial.

Untuk hal tersebut, deretan nama social activist maupun social entrepreneur Indonesia tak dapat diremehkan. Bahkan, mereka menjadi inspirator dan pemimpin dalam lini bisnis sosial. Sebut, misanya, Veronica Colondam dengan gerakan sosial pemberdayaan (atau penyelamatan) kaum muda Indonesia lewat Yayasan Cinta Anak Bangsa,Elsa Santika yang bekerja menyelamatkan terumbu karang jauh dari hiruk-pikuk di Banda lewat Sea Ventures.

Di ranah itu, nama Saur Merlina Manurung atau dikenal Butet Manurung memiliki tempat tersendiri. Dia adalah perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi mayarakat terasing dan terpencil di Indonesia.

Sekolah rintiskan kali pertama dia terapkan bagi masyarakat orang Rimba (Suku Kubu) di Jambi. Pengajaran membaca,menulis,dan berhitung dilakukan  sambil tinggal bersama masyarakat didiknya selama beberapa bulan.

Dibelahan bumi yang lain”kedahsyatan” karakter kaum ibu untuk mengubah keadaan pernah dibuktikan Prof Muhammad Yunus. Ketika mengawali program kredit mikro di Desa Jobra,Bangladesh,Yunus mendebat seorang manajer bank yang bersikeras bahw bank tidak mungkin memberikan pinjaman tanpa jaminan kepada kaum miskin . sebab, risiko tak terbayarnya utang sangatlah besar.

Yunus membanth,”mereka sangat punya alasan utuk membayar anda kembali,yakni untuk mendapatkan pinjaman lagi dan lanjutkan hidup esok harinya! Itulah jaminan terbaik yang bisa Anda dapatkan : nyawa mereka!”

Mereka yang dimaksud adalah kaum perempuan yang miskin. Memang terbukti. Sejak 1976 hingga 2004, bank itu telah menyalurkan pinjaan mikro sebesar USD 4,5 miliar denga recovery rate sebesar 99 persen . kini grameen bank tekah beroprasi dilebih dari 46.000 desa di Bangladesh dan mempekerjakan sekitar 12.000 karyawan

Social Entrepreneurship

                Gerakan sosial “ saya generasi cinta “ adalah suara batin banyak orang Indonesia untuk berbuat demi menciptakan nilai di kehidupan yang semakin rumit ini. Tentu saja, simpati atau dukungan kepada gerakan tersebut mesti ditujukan pertama-tama lewat aksi stop melakukan kekerasaan mulai dari diri sendiri. Di ranah yang lebih kompleks, gerakan sosial mengundang simpati relawan maupun donator yang mendukung gerakan tersebut agar berkelanjutan.

Lewat skema itulah, program sosial akhirnya menjadi bisnis sosial. Elemen bisnis yang sedikit berbeda karakternya dengan bisnis pada umumnya. Sebab, bisnis sosial lebih ditujukan untuk menciptkan nilai di masyarakat, utamanya mengubah keadaan.

                Entrepreneur, menurut kamus oxfor, dimaknai sebagai, “A person who undertakes an enterprise or business, with the chance of profit or loss.” Entrepreneur sendiri dapat digolongkandalam dua kelompok, yaitu business entrepreneur dan social entrepreneur.

Perbedaan pokok keduanya terutama terletak pada pemanfaatan keuntungan. Bagi business entrepreneur, keuntungan yang diperoleh akan dimanfaatkan untuk ekspansi usaha. Sebaliknya, bagi social entrepreneur, keuntngan yang didapat (sebagian atau seluruhnya) diinvestasikan kembali untuk pemberdayaan” masyarakat beresiko

Tetapi, menurut bambang Ismawan, pendiri Yayasan Bina Swadaya, dalam tren global,dikotomi semacam itu kian kabur. Sebab, mereka (business entrepreneur da social entrepreneur). Sesungguhnya berbicara dalam bahasa yang sama : inovasi manajemen,efektivitas,mutu, dan kompetensi (Fred Hehuwat 2007). Selamat Hari Ibu Ke-77! (*)

  • Dosen social entreprepreneurship dan tourism business di Universitas Ciputra Surabaya

 

Sumber, JawaPos OPINI sabtu 22 Desember 2015

Ingin Lestarikan Batik lewat Digitalisasi

Yohanes Somawihardja Menjaga Batik dengan Cinta. Surya.13 Desember 2015.Hal.1,7

Batik sebagus dan secanggih apapun pembuatannya suatu saat tetap akan hancur. Merawat batik sebaik mungkin hanya memperpanjang usianya. Itu sebabnya, Yohannes Sompawihardja memimpikan digitalisasasi batik utnuk mengabadikan warisan budaya Nusantara itu.

Ditemui pekan lalu i ruang prtemuan rektorat Universitas Ciputra Surabaya, Yohannes Somawihardja dengan penuh semangat bicara tentang batik. Segala tetek bengkek batik ia ungkapkan, mulai dari awal mula cintanya bersemi pada batik, hingga koleksinya yang sebagian ia pamerkan siang itu. Direktur Akademik Universitas Ciputra yang akrab di panggil Pak Yo itu bercerita ia baru bersentuhan dengan batik sejak 1970-an, ketika ikut pamannya yang pedangang batik di Solo. “Waktu itu batik bagi saya ya benda yang biasa – biasa saja, karena sudah menjadi bagian hidup sehari – hari”, tuturnya. Kini Ia tak sekedar menjadi kolektor batik,tetapi  juga mencintai warisan budaya Nusantara itu. Di rumahnya sudah ada ratusan batik yang di koleksinya.

Belasan koleksinya dipamerkan pada Surya siang itu. Mulai batik yang sudah punah maupun yang baru diproduksi perajin batik baru tetapi punya cita rasa seni tinggi.

Salah satu yang dipamerkan Yohannes pada  Surya adalah batik pepaduan tiga daerah penghasil batik, yang disebut batik Tiga Negeri. Ia menjelaskan, unsur dalam batik itu mewakili Yogyakarta atau solo yang terkenal dengan soganya, Lasem terkenal dengan warna merahna, pekalongan terkena dengan birunya.

“Dulu Batik Tiga Negeri ini dibuat  di Solo, Lasem dan Pekalongan. Sekarang sudah punah. Pengusahanya sih masih ada, tetapi perajinnya yang tidak ada,”katanya. Ayah dua anak yang masih bocah ini juga memamerkan batik yang juga sudah punah, yaitu sarung encing yang berasal dari Pekalongan dan  Lasem. “Sarung ini terpengaruhnya Cina dan Eropa. Ciri Eropa-nya adalah burung gereja. Ini dibuat tahun 1930-an untuk warga Tionghoa,” katanya.

Ada juga koleksi unik Yohannes, yaitu selendang bang biron ( merah, biru dan hitam )yang dibuat khusus untuk orang Sumatera. Ada yang batik yang dilihat dari dekat jelek, tapi indah bila dilihat dari jarak 5 meter.”Ini yang digemari orang asing. Kira – kira ini harganya Rp 15 juta,”katanya.

Yang tak kalah unik adalah batik bikinan Oey Soe Tjoen, pembatik terkenal dari Pekalongan. Ia menyebut,selain Oey Soe Tjoen, ada dua lain yang menjadi pembatik top Pekalongan yaitu Liem Ping Wie dan Oey Bio Gwan. Tetapi, nama terakhir sudah meninggal.

Batik Oey Soe Tjoen,kata pria kelahiran Parakan, kabupaten Temanggung pada 1959 itu, sangat istimewa . Ia pun membentangkan salah satu batik karya Oey Soe Tjoen yang didominasi warna biru.

Ia pun menujuk titik – titik sebagai detail batik itu. Lalu di baliknya detail serupa tampak serupa.”Jadi, kain ini dibatik bolak – balik dengan tingkat kesulitan yang sama,”katanya.

Ia pun tidak heran, selembar batik Oey Soe Tjoen bisa di bikin selama dua tahun.”Dan tentu saja harganya sangat mahal,”katanya.

Ia juga menyebut, batik batik premium, termasuk yang produksi baru, tidak untuk dijahit menjadi baju.”Untuk koleksi saja . Lagian sayang banget melihat batik – batik indah itu digunting gunting dan dijadikan baju,”katanya.

Menyasikan banyaknya koleksi batik premium itu,suami Imelda Lewono itu, pun memikrkan bagaimana caranya melestarikan batik – batik luar biasa itu. “Sebab,disimpan dengan cara apapun , termasuk ditempatkan di ruang ber-AC yang menyala sepanjang  waktu, batik itu akhirnya rusak juga,”kata Yohannes.

Yohannes pun sampai pada pemikiran untuk menyimpan batik – batik indah itu dalam bentuk digital . Cara ini,kata Yohannes selain ringkas juga relatif lebih murah .”Orang sekarang mendokumentasikan batiknya dengan memotret ala kadarnya. Sehingga tidak bisa dilihat secara detail,” kata Yohannes yang juga gemar mengoleksi keris itu.

Dengan digitalisasi koleksi batik, batik – batik premium itu difoto dengan kamera beresolusi tinggi. Sehingga detailnya, seperti karya Oey Soe Tjoen, bisa terlihat jelas.”Dengann file digital begitu,siapa saja bisa belajar tentang batik tanpa takut merusak bendanya,”katanya.

Namun, kata Yohannes, digitalisasi koleksi batik itu butuh upayayang tidak gampang.”Tetap butuh duit juga. Nah, untuk itu kami masih menunggu ada dermawan yang mau menyumbangkan hartanya untuk pelestarian batik,”katanya.

Soal menikmati batik, Yohannes dan Imelda punya cara sendiri.Mereka  membentangkan batik pada sebuah gawangan. “ Lalu kami  berdua duduk sambil memandangi batik itu , lalu berdiskusi,” katanya.

Bagaimana dengan anak-anaknya? Yohannes mengatakan,kedua anaknya sudah mengenal batik.”Tetapi untuk sampai pada pengetahuan mendalam,mereka belum,”katanya. (Adi Sasono)

 

Sumber : Harian Pagi Surya “Spirit Baru Jawa Timur” , Minggu 13 Desember 2015

Carnivorous Kiosk Kuncinya atur Suhu Udara

Carnivorous Kiosk Kuncinya atur Suhu Udara. Surya. 8 Desember 2015.Hal.7

Tanaman karnivora boleh diartikan sebagai tanaman yang memakan binatang dengan cara menjebak dan mencemannya sebagai makananya. Semula disebuk insketivora(pemkanan serangga ) tapi sepertinya istilah karnivora lebih tepat.

Pernah mendenhar nama-nama seperti ini dlrosa,nepenthes,urticularia,penguicula atau venus flytrap? Pasti asing sekali. Tapi kalau pertanyaan ditujukan kepada pecinta tanaman karnivora , mereka sangat mengenalnya.

Nama-nama itu, setidaknya beberapa jenis tanamann karnivora yang dapat diranam dan menjadi kegemaran seperti halnya mawar, bonsai atau yang lain. Sebagaian besar nama itu menunjuk pkepada tanaman karnivora yang memakan serangga.

Christian effendi putra jatuh cinta terhadap tanaman karnivora itu sejak SMA. Semuka tahun 2007, masihs sebatas suka. Dia sering membeli dan merawat tanaman itu. Perlahan cintanya semakin menebal dan keterusan membeli tanaman ini.

Ketika tanaan karnivoranya mati karena  hama dia memutuskan untuk membelu lagi yang baru. “ awal membeli belum tahu cara merawat jadi, kalau mati ya beli lagi.” Kata mahasiswa Universitas Ciputra (UC) Surabaya kepada surya.

Cara merawata sangat sederhana sekali. Sekedar member air dan menjemurnya dibawah sinar matahari. Tujuh tahun berjalan Chris makin mengetahui cara memperlakukan tanamnan karnivoraanya.

Tidak mudah merawatnya butuh kesabaran dan ketelatenan supaya tumbuh dan terbebas dari hama. Baginya, sangat sulit menyingkirkan tanaman karnivora dan hama. Bahkan cenderung snagta rentan terkena hama

“Makanannya saja hewan kecil,kecoak,semut,lalu serangga kecil. Jadi nggak menutup kemungkinan hama itu cepat menyerang tanaman ini.” Tambah mahasiswa jurusan psikologi semester 3 itu.

 

STEK UMBI

Setahun terakhir persisnya mulai Agustus 2014, chris menyeriusi urusnan tanam menanam tumbuhan karnivora. Dia mulai mengomersialkan apa yang dia tanam dan rawat. Ada berbagai jenis tanaman karnivora yang dijual salah satunya,venys fly trap, asal amerika selatan

Menurut chris, tanaman jenis impor itu paling mudah merawatnya. Agar tumbuh sempurna, dia melakukanstek umbi. Meski gampang belakang diketahui, venus fly trap, merupakan tanaman karnivora yang sensitive.

Guna menghindari tanaman tiba-tiba mati, chris harus pandai-pandai mengatur suhu udara di sekitar tanaman ini diletakan. Kalau  kurang angin kena jamur sebaliknya kalau kelebihan matahari sinar matahari juga bisa gosong. Kalau kurang  matahari malah busuk.

“jadi, untuk mengantisipasinya media tanam atau tanahnya harus  dibuat selembab mungkin. Atau, kalau bisa dibuat basah,ungkapnya.

Selain venus fly trap, ada jenis tanaman karnivora lain yag asli asutralia,namanya drosera. Tanaan ini memakan hasil olahan yang dikeluarkan oleh salah satu bagian tanaman itu sendiri, yakni rambut di ujung.

Tanaman yang memiliki nama latin dionaca muscipula itu, menurut chris, termasuk yang mudah perawataannya asal  telaten. Drosera paling cocok ditanamn di daerah beriklim tropis. Ada juga bebrapa spesies bunga dengan tentakel ini yang ditanam pada suhu dingin.

Cahaya matahari  dan air bersih adalah syarat utama membutuhkan drosera. Baunya manis dan tentakel pada bunganya bermanfaat menarik perhatian serangga. Tentakel itulah yang kemudian bergerak menangkap serangga yang mendekat untuk dimakan.

Saat ini chris yang tinggal di taman puspa raya Citraland, tidak hanya menjual tanaman karnivora tapi juga memberikan tiap bagaimana merawat tanaman ini agar tak mai atau busuk sia-sia. (sany eka putri)

 

Sumber: Surya 8 desember 2015