Fashion Forward. L.I.A Magazine. Vol. V Agustus 2020. Hal.34-35. Fashion Product and Business
“Setting the example for his fashion students. Geraldus takes his design from the runways in Indonesia, to the runways in New York City,” Top Reporter
“It’s not easy being a fashion designer in Indonesia. I always try to find ways to show my work in the United States. One thing i teach my student, is to pursue their dreams. I hold runways show with my students, for my students, to set an example,” Geraldus Sugeng
Geraldus Sugeng is an Indonesian fashion designer who develops a world of education aimed at fashion students and children, who suffer from dyslexia. Ceraldus provides knowledge his community by joining a business organization in Indonesia. Since 2017, he has frequently performed in London, New York, Jakarta, and Surabaya for Indonesia. ‘My Passion is developing my brand by always helping advance the education of Indonesian children. Students who are interested in the field of fashion.” Geraldus’s dream, is to be a fashion designer, who can make every customer fed beautiful. He began by participating in various fashion shows in Indonesia. This career journey is certainly balanced with motivation from his field of education. Besides being a fashion designer, Geraldus Sugeng is a lecturer at Ciputra University Surabaya. He teaches fashion design so that he is able to provide insight into the world of fashion and beauty to his students. In 2016, he was offered to show his designs in London. It was the beginning of his fashion show journey overseas. The program from the Indonesian Ministry of Education & Training helped Geraldus into the world of international fashion shows. Finally, Geraldus Sugeng participated in showing not only in the UK, but also the US. ‘My luck began when in 2017 I got an invitation from Couture to attend an event in New York. Through a telephone from an Indonesian couture representative, they invited me to join the Couture show. I finally decided to try to follow the registration process to be in the show. But this happiness does not always run smoothly due to the many financial constraints that must be prepared for runway.”
With months of saving and gathering financial support, Geraldus along with two other participants from Indonesia, featured their designs on New York runway. Initially, Geraldus Sugeng felt that the show in New York was a mere dream due the the high travel costs. But the various supporting sponsors had helped him realize the initial value of being in the Indonesian Fashion Show. His community believed in him.
In 2017, Geraldus Sugeng drew his attention to the arts and culture of the Irian Jaya. By the end of that fashion show the media provided the enthusiasm and support Geraldus needed to return to Couture Fashion Week. Many valuable experiences were gained in the fashion show in New York in 2020. Several publications and various TV stations featured his work. Offers to do more fashion shows and photoshoots rolled in from Berlin and Germany. He even did a photoshoot with influencer Bobby Id, which further fueled Geraldus eagerness to develop his brand in all countries. “It’s not easy being a fashion designer in Indonesia. I always try to find ways to show my work in the United States. One thing I teach my students is to pursue their dreams. I hold runway shows with my students, for my student, to set an example.”
During my seven years working at the University, I continued to get support in developing my career as a designer. I was at a point in my life that 1 could Set an example as a lecrarer for my students, as well as being a designer. But after the one fashion show, I became inspired by Millennials. I realized some do not realize they spend too much time shopping, traveling, on social media. I want to encourage them to think about their health, finances.
Shows are expensive, and sometimes you have pause your passion so you can save for your future. I found a life insurance sponsor that helped educate me on how I can help educate these students on the importance of health. In order to pursue your passion, you still have to be able to fund it. So I voiced my concerns that it is important to try to set aside some income for when you reach an older age and for your health. Especially given the current pandemic, health is the number one priority. In my “Floren” collection, I want to show that dreams can be realized as long as we have the will and hard work (in realizing it. It’s a collection that looks very young, energetic. The effect of the spring-summer colors inspired me to enhance the pastel tones. Everything from soft pastel pink to the grayish mints and lavender colors.The firm structural lines show the glamorous and ultra-feminism. I want to show that the dream of a designer can still be realized even if busy or too many obstacles. Keep trying to pursue a dream even though it is delayed and all obstacles will make me stronger and certain in determining my dream to be realized. Every little detail is important. It’s a message I have aimed at the young millennial generation and Generation Z.
Sumber: L.I.A Magazine. Vol. Aguustus 2020. Hal. 34-35
Menelisik Jalan Undaan sebagai Warisan Kawasan Perdagangan (18)_Penduduk Lokal dan Pendatang Hidup Berdampingan. Radar Surabaya. 29 Agustus 2020. Hal.3. Library
“Perumahan rakyat bergaya loji tempo dulu menjadi pilihan para pejabat serta kaum elit di kawasan Jalan Undaan. Kebanyakan yang tinggal adalah pendatang dari Eropa, Arab, dan Tionghoa hingga membuat beberapa warga pribumi tergusur hingga ke pinggir kota,” Ginanjar Elyas Saputra
SEJARAWAN sekaligus pustakawan Universitas Ciputra Surabaya Chrisyandi Tri Kartika menceritakan, berdasarkan buku Nieuwe Soerabaia, penduduk lokal yang pernah bermukim di kawasan ini tergusur. Meskipun tergusur, masih ada beberapa yang masih bertahan tinggal di Undaan.
“jadi berbeda dengan kawasan yang padat penduduk dengan yang tidak padat penduduk. Masyarakat Surabaya yang tinggal di Undaan cenderung sedikit, sehingga berisiko tergusur dengan berbagai cara,” kata Chrisyandi kepada Radar Surabaya.
Sementara itu, berbeda dengan warga Undaan yang berkecukupan dan sudah tinggal puluhan tahun di kawasan ini. Warga lokal yang punya uang pasti dengan cepat membeli rumah sesuai dengan budget masing-masing.
“Mereka (warga lokal, Red) meniru orang pendatang, membeli sebidang tanah di kawasan ini. Ada pula yang beli tanah kemudian membangun rumah dengan menempel ke rumah besar yang ada di sampingnya,” tuturnya.
Bagaimana bila yang tidak mampu? Warga lokal beli sebidang tanah saja, hanya saja tidak mampu bangun rumah, sehingga hanya membuat bangunan semi permanen yang terbuat dari bambu (berdinding gedhek atau bambu).
“Penduduk lokal juga membaur dengan para pendatang. Jadi mereka kehidupannya berdamPingan,” tambahnya. (bersambung/nur)
Sumber: Radar Surabaya. 29 Agustus 2020. Hal. 3
Menelisik Jalan Undaan sebagai Warisan Kawasan Perdagangan (19)_NV. Volkhuisvesting Bangkrut Setelah Tiga Tahun Berdiri. Radar Surabaya. 31 Agustus 2020. Hal.3. Library
“Perusahaan NV. Volkhuisvesting yang didirikan oleh Pemerintah Kotamadya kala itu untuk membangun perumahan rakyat mengalami kebangkrutan hanya dalam waktu beberapa tahun saja,” Ginanjar Elyas Saputra
PERUSAHAAN NV. Volkhuisvesting yang pernah membangun perumahan rakyat di kawasan Undaan bangkrut setelah tiga tahun berdiri di tahun 1913. Perusahaan yang turut andil dalam pembangunan gedung penting serta fasilitas kota itu bangkrut karena kurangnya pemasukan.
Sejarahwan sekaligus pustakawan Universitas Ciputra Surabaya Chrisyandi Tri Kartika menjelaskan, perusahaan tersebut bangkrut karena mengalami hambatan dan dukungan dari pemerintah pusat dan kala itu.
“Karena dukungan pemerintah kotamadya yang kurang total saat itu membuat perusahaan NV. Volkhuisvesting mengalami kebangkrutan hanya berjalan tiga tahun setelah berdiri,” ujar Chrisyandi kepada Radar. Surabaya.
Hambatan yang dialami adalah tidak total dukungan keuangan yang cukup dari kotarnadya serta pemerintah pusat saat itu. Padahal perusahaan ini berkontribusi banyak dalam pembangunan gedung serta jalan di Kota Pahlawan saat itu.
Tak hanya soal dukungan, akan tetapi pemasukan dari penduduk saat itu terbilang masih rendah. Sehingga pemerintah pusat dan kotamadya menghentikan kerja sama dengan perusahaan swasta ini. “Karena masyarakat saat itu penghasilannya masih rendah. Sehingga untuk menyicil atau beli rumah masih keberatan,” tuturnya.
Karena kondisi itulah akhirnya NV. Volkhuisvesting tak mampu bertahan hingga mengalami kebangkrutan dan akhirnya harus tutup. Akan tetapi jejak dari kinerja NV. Volkhuisvesting beberapa masih bisa dilihat hingga saat ini di kawasan Undaan. (bersambung/nur)
Sumber: Radar Surabaya. 31 Agustus 2020. Hal.3
Bisa Jaga Imun dan Berkesan Fresh_Houseplant Tren Baru selama Pandemi. Surya. 31 Agustus 2020. Hal.3. NNP
Houseplant Tren Baru selama Pandemi
SURABAYA, SURYA Kegiatan menanam tanaman di dalam ruangan kini menjadi fenom&la tren yang dilakukan sebagian masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Lantaran, banyaknya aktivitas yang dilakukan di dalam rumah, selain untuk memenuhi gaya hidup sehat.
Mempercantik ruangan dengan tanaman, salah satunya dilakukan Ovin Dwi Yanani (38), di rumahnya yang berada di Bukit Palma Citraland Surabaya.
Perempuan kelahiran Malang ini mengaku, menekuni kegiatan tanam-menanam indoor ini sejak PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) berlaku di Surabaya.
“Kami sekeluarga lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Karena itu, saya mempunyai ide untuk membeli beberapa tanaman indoor dan hiasan ala Bali agar keluarga saya betah dan merasa suasana seperti vila di Bali gitu,” kata Ovin, Minggu (30/8).
Berbagai jenis tanaman terlihat memenuhi ruangan rumahnya. Tanaman yang dipilih dan dirawat ibu satu anak ini; seperti paku pedang; paku sarang burung sirih gading, monstera, dan aglonema, yang diletakkan di sudut-sudut ruangan, di atas meja, dan di lemari hias.
“Saya memilih tanaman ini karena berdaun lebar dan berwarna hijau, sehingga memberl kesanfresh terlebih saat pandemi,” ujar Career Center Officer di Universitas Ciputra Surabaya.
Ovin mengungkapkan, dirinya bersama suami, lebih banyak bekerja di depan laptop, disamping memang cenderung menyukai tanaman daun-daunan dari pada tanaman bunga.
Perempuan berzodiak Capricorn ini begitu memperhitungkan kontras warna tanaman dan backgrourid dalam memilih tanaman yang akan dipajang.
“Pemilihan pot berwarna senada dengan dinding ruangan yang berwarna hitam, akan membuat warna hijau daun akan lebih terlihat, sehingga efek relaks di mata akan lebih terasa,” ujarnya.
Selain untuk dekorasi, Ovin berharap, tanaman yang ia rawat ini dapat menjadi alternatif untuk menjaga sistem kekebalan tubuh keluarganya.
“Saya ingin memperbaild kualitas udara karena senyawa yang dikeluarkan tanaman membantu melawan polutan di udara, sehingga sehat untuk kami sekeluarga bernapas,” katanya.
Tak hanya itu, Ovin juga percaya memefihara tanaman indoor sebagai cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh. ”Senyawa dari tanaman bisa membantu mengurangi stres dan lebih rileks, ini akan bermanfaat menjaga sistem imun keluarga saya,” pungkasnya.
Tak merepotkan
Aktivitas serupa juga dilakukan Evilia Rosanti Yanuar Rizka (32), di rumahnya di daerah Kutisari. Tanaman sirlh gading, pandan, beras rumpah hingga monstera, menghiasi beberapa ruangan di rumahnya. Kesan hijau dan sejuk akhimya menjadi ciri dekorasi rumahnya, disamping kesan shabby chic.
Sejak komunitas homedekor yang ia ikuti mulai memasuldmn tanaman di dalam rumah dan houseplant menjadi tren, ia pun mulai inerawat tanaman di dalam rumah.
“Pingin yang seger-seger di dalam rumah. Karena nggak ahli nanam, jadi yang gampang-gampang yang saya tanam,” urainya.
Evi pun mencoba metode menanam menggunakan air untuk sejumlah tanaman. Sehingga, kesan bersih juga nampak di rumahnya. “Milihnya yang tumbuh dulu, belum mikir bentuknya bagaimana,” ujarnya.
Selain jenis tanaman yang bisa menambah kesan dekoratif, ia juga memanfaatkan variasi pot untuk dekorasi.
“Tanaman sebagian dikasih ibu, kalau beli malah mati. Ini dikasih teman monstera, barter dengan hasil kerajinan saya. Yang modal, ya beli potnya,” paparnya.
Bagi Evi, merawat tanaman di dalam rumah tidak begitu merepotkan. Ia memilih ruangan yang masih mendapat sinar matahari untuk menempatkan tanaman, seperti di ruang tamu dan di ruang bermain.
“Karena masih kena matahari jadi tidak perlu geser tanaman terus-terusan. Paling seminggu sekali jemurnya,” ungkap ibu dua anak ini.
Beberapa tanaman juga di rolling dengan yang di luar rumah. Tetapi, tidak sembarangan tanaman yang dipilih karena juga butuh adaptasi.
“Saya rutin ngelap daun tanaman karena berdebu. Ada anak-anak ya tantangan sendiri, awalnya sering disobeki atau ditarik daunqya. Tetapi setelah dikasih tahu ya ngerti,” ungkap Evi.
Kini, ia makin semangat karena komunitasnya kadang mengambil tema tanaman di dalam rumah untuk difoto dan berbagi di sosial media. Mulai tema tanaman di kamar mandi, di ruang tamu atau tema lain. (zia/ovi)
Sumber: Surya. 31 Agustus 2020. Hal. 3
Topeng yang Menyatukan. Surya. 31 Agustus 2020. Hal. 6. Library
Oleh Inggrita Febriza Putri (Staff Library Universitas Ciputra Surabaya)
UNIVERSITAS Ciputra Surabaya bekerja sama dengan Museum Ullen Sentalu Yogyakarta memberikan wadah bagi kerinduan para pecinta budaya untuk berkesenian melalui seminar daring, International Webinar on Mask of Global Society and The Dance of Maestro, Sabtu (15/8/2020) dihadiri oleh lebih dari 200 peserta dari kalangan mahasiswa, akademisi, dan praktisi. Kegiatan yang berfokus pada kesenian topeng dan tari ini dimulai pada pukul 09.00 WIB dan dibuka oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, H Emil Elestianto • Darclak: Sambutan kemudian diberikan oleh Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebuayaan; Jeong Hongsik, sekretaris umum International Mask Arts & Cultural Organization; Daniel Haryodiningrat, Direktur Museum Ullen Sentalu, dan Yohannes.Somawiharja, Rektor Universitas Ciputra Surabaya.
Kathy Foley, salah satu pemateri membawakan tema “Mask of The Other”. Kathy mempresentasikan mengenai kecintaannya dengan topeng. Baginya, topeng adalah alat untuk adegan luar biasa dan dengan menggunakan topeng seseorang bisa bertransformasi menjadi karakter lain • seperti “binatang”, raksasa, dewa, dan bisa juga menjadi karakter yang lucu.
“Topeng dan wayang adalah kunci dari rahasia hidup, kunci yang turun temurun dari leluhur. Topeng dan wayang adalah petunjuk tentang arti hidup di sini dan di dunia abadi,” tuturnya:
Selanjutnya para peserta dibagi ke dalam dua sesi pararel. Pada pararel sesi satu yang dimoderatori
oleh Daniel Haiyodiningrat B, pemaparan dibuka oleh Matthew Isaac Cohen dengan membawakan tema “The Reality of Topeng: Javanese Masks and Islamic Mystidsm” dilanjutkan dengan pemateri lain. Ira Kusumorasri membicarakan “The • Greatest Panji”, Steven Frost dengan “Mask Traditions of China’s Guizhou Province” dan di akhir pararel sesi satu * ditutup oleh pemaparan Yati Yusoff tentang cara para praktisi menjaga tradisi topeng tetap hidup
“Topeng dapat mudah diterima oleh generasi milenial dengan memanfaatkan teknologi dan juga kolaborasi dengan seniman-seniman muda,” kata Yati.
Sesi pararel kedua dipimpin oleh Head Centre for Creative Heritage Studies Universitas Ciputra, Michael N Kurniawan. Paparan di sesi ini menarik dengan ditampilkannya `Tari Topeng di Jawa Barat” oleh Een Herdiani. Ada jugaHiro Kajihara yang mengambil tema “Japanese Intangible Cultural Heritage in Masks” dilanjutkan oleh Clara Gilbert mengenai tradisi dan ritual topeng di Paris dengan tema “Mask Traditions and Rituals in France”.
Pembicara terakhir adalah Lester Finch dengan tema “MaskerS and Markers Aotearoa” mengenai tradisi topeng di New Zealand. “Budaya menjadi perekat antara manusia, tempat kita bisa menemukan kesatuan di dalam perbedaan yang ada,” tuturnya.
Meski daring, peserta tetap disuguhi pagelaran tari dari para maestro tari seperti Lantip Kuswala Daya dengan Tari Kyai Goweng, Een Hardiana dan Enclang Caturwati yang membawakan Tari Purbasari dan Purbararang. Ada juga Handoyo yang membawakan tarian Topeng Klana serta Bulantrisna Jelantik dengan Tari Topeng Sitarasmi.
“Ini adalah kesempatan pertama saya tampil di depan umum setelah menjalani 8 bulan perawatan dan terapi kanker pancreas. Tari Topeng Sitarasmi yang diambil dari kisah Ramayana 300 tahun lalu tentang kisah cinta sejati Sinta terhadap Rama yang meragukan kesuciannya setelah diculik oleh Rahwana 14 tahun lamanya,” tutur Bulantrisna.
Sebagai penutup kegiatan webinar, Founder Tracing Patterns Foundation, Sandra Sardjono menyampaikan jika, webinar ini menjadi sarana penting bagi pengenalan budaya dan diharapkan dapat terus berkembang. Menurutnya, topeng adalah lingua franca, sebuah bahasa yang universal yang dapat menyatukan meskipun dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Dengan adanya webinar ini dapat membuka kesempatan baik bagi dunia untuk dapat berkolaborasi dan terkoneksi. Ke depannya akan diadakan kembali webinar dan library projects,” tuturnya.
Sumber: Surya. 31 Agustus 2020. Hal. 6