JAKARTA, KOMPAS- Literasi yang minim menyebabkan pemenuhan gizi masyarakat kurang. Berbagai masalah gizi pun muncul mulai dari tengkes, gizi buruk, sampai obesitas. Untuk itu, literasi gizi perlu ditanamkan di satuan pendidikan anak usia dini disertai sosialisasi yang massif kepada orangtua.
Ketua umum Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Netty Herawati, di Jakarta, Rabu (19/5/2021), mengatakan, sistem pendidikan anak usia dini (PAUD) perlu diperkuat dengan edukasi kesehatan dan gizi seimbang. Hal itu bisa diimplementasikan kedalam rencana pembelajran di satuan PAUD.
“Guru PAUD diharapkan memahami konsep sehta serta cara meningkatkan kesehatan dan memantau tumbuh kembang anak agar bisa mengimplementasikannya,” ucapnya.
Dalam pembelajaran di satuan PAUD, guru perlu mengintegrasikan kesehatan dan gizi dalam kurikulum pembelajraran. Sinergi dengan orangtua pun diperlukan demi meningkatkan derajat kesehatan, membantu tumbuh kembang dan pemenuhan gizi seimbang di rumah.
Menurut Netty, kesehatan menjadi kebutuhan esensial bagi anak usia dini yang menemtukan tumbuh kembang di usia selanjutnya. Dari Dat Riset Kesehatan Dasar 2018, Prevalensi anak dengan tangkes atau stunting 30,8bperseb dan anak dengan gizi kurang 17,7 persen. Di sisi lain, prevalensi anak obesitas 9,2 persen.
Secara teknis, praktik pendidikan kesehatan dan gizi di PAUD bisa dilakukan dengan menjalankan kegiatan rutin saat mencuci tangan dan makan. sejumlah materi bisa diberikan terkait dengan fungsi tubuh dan cara merawat tubuh agar bersih dan sehat, pendidikan gizi seimbang, kebersihan lingkungan sekolah dan rumah, serta mengetahui dan menjalankan protocol kesehatan.
“Sinergi dengan orangtua bisa melalui kelas orangtua dan keluarga, melibatkan orangtua dikelas, dan menjalankan hari konsultasi. Pihak PAUD perlu bekerjasama dengan sejumlah pihak, seperti dinas kesehatan, dokter dan posyandu,” kata Netty.
Asupan Berbeda
Dokter spesialis anak nutrisi pediatric dan penyakit metabolic Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ Rumah Sakit Dr Soetomo Surabaya, Nur Aisiyah Widjaja, menuturkan, setiap anak membutuhkan asupan gizi berbeda di tiap usianya. Bagi anak usia 2-5 tahun, asupan gizi mesti seimbang, meliputi karbohidrat, buah dan sayur, protein hewani, serta gula, garam, dan minyak.
Dalam sehari, kebutuhan karbohidrat 450-600 mililiter. Dalam satu mangkuk mengandung 250-350 mililiter. Sementara kebutuhan sayur dan buah 200 mililiter atau 20 gram per hari. Kebutuhan protein hewani sari ikan, telur, ayam, daging, dan susu 20-40 gram sehari atau 1-2 sendok makan. Adapun konsumsi gula, garam dan minyak harus dibatasi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan, asupan gula dalam entuk gula tambahan dibatasi kurang dari 10 persen dari total asupan kalori harian bagi anak usia 2-18 tahun atau 50 gram per hari. Bahkan, anak usia 2 tahun dianjurkan mengonsumsi gula kurang dari 5 persen dari total kalori yang dibutuhkan. Untuk konsumsi garam pada anak usia 1-3 tahun kurang dari 2 gram per hari.
“Proses pertumbuhan dan perkembangan otak dan pertumbuhan fisik yang cepat dimulai sejak anak dalam kandungan samoai usia 2 tahun. Konsumsi gula, garam, dan lemak harus dibatasi untuk mencegah obesitas. Sebab, obesitas bisa memicu berbagai komplikasi serta penyakit tak menular pada masa depan,” kata Nur.
Ketua harian Yayasan Abhopraya Insan Cemdekia Indonesia (Yaici) Arif Hidayat menambahkan, edukasi gizi seimbang harus terus disampaikan. Literasi gizi minim ditandai banyak warga salah mwmahami produk kental manis sebagai susu. Dari hasil riset, sekitar 28,96 persen responden menganggap kental manis adalah susu pertumbuhan. “Ini dampak rendahnya literasi gizi di masyarakat,” ucapnya (TAN)
Sumber: Kompas. 20 Mei 2021. Hal.5