Residen Surabaya pada era kolonial secara otonomi dibentuk dan resminya pada tanggal 1 April 1906

 

Saat itu kantor residen ada di kawasan Jembatan Merah dan belum ada wali kota. Kantor residen sendiri ada di Jalan Kembang Jepun dengan penyebutan Indonesia Merdeka pada tanggal 1 April 1906

Pustakawan Universitas Ciputra Surabaya, Chrisyandi Tri Kartika mengatakan saat itu pemerintah kota cenderung untuk melayani warga Eropa. Selain itu pegawainya kebanyakan juga warga Eropa, kalaupun ada golongan lain yang masuk hanya kalangan tertentu, misalnya orang-orang yang dipersamakan. Yang dimaksud dipersamakan yaitu orang-orang keratin juga orang-orang kaya dari suku bangsa lain.

“Jadi pemerintah kota surabaya saat era kolonial banyak orang-orang keraton, orang kaya dari suku bangsa lain yanag bekerja di sana,” kata Chrisyandi.

Menurut Chrisyandi, dari buku laporan Gemeente Soerabaia tahun 1913, paragraf satu menyebutkan instansi Kotamadya Surabaya berdiri sejak 1 April 1906. Pasal 1 lembaran negara Tahun 1906 Nomor 149. Secara garis besar dinyatakan bahwa ketentuan alinea pertama pasal 68 a peraturan Pemerintah Hindia Belanda berlaku terhadap kediaman Soerabaia pertama yang merupakan Kepala disebut Kotamadya Surabaya.

Luas daerah yang menjadi kekuasaan adalah luas ibu Kota Karesidenan Surabaya, yang kurang lebih ada 103 kilometer persegi. Tanah itu meliputi tanah yang masih dalam kekuasaan eigendom partikelir, tanah-tanah militer dan pemerintah.

“Sebagai kepala daerah pemerintahan kota dirangkap oleh seorang Ass, Residen, yang memangku jabatan pula sebagai Ass. Residen yang memangku jabatan pula sebagai Ass. Residen dari kabupaten (afdeeling) Surabaya dan juga sebagai Ketua Gemeenteraad, jadi belum ada kabatan Burgemeester,” ujarnya.