Beri Masukan tentang Poligami. Jawa Pos. 21 April 2014.Hal.18

Khas Jawa: Musala peninggalan kiai sholeh darat yang kini sudah berubah menjadi masjid di jalan kakap darat Tirto, Semarang

Kartini meninggal di usia yang cukup muda, 25 tahun. Karena itu, tidak banyak bekas yang ditingglkan di mana dia menuntut ilmu. Salah seorang guru spiritual kartini yang tersohor adalah kiai sholeh darat.

Seperti biasanya, matahari begitu terik menyinari kota semarang, jawa tengah, pada kamis akhir maret lalu (26/3). Namun teriknya sang surya itu langsung hilang ketika memasuki kompleks makam bergota. Tujuan berkunjung ke makam bergota saat itu adalah melihat makam kiai sholeh darat. Makam kiai yang memiliki nama lahir Muhammad sholeh bin umar al samarani itu khas makam mbah sholeh tersebut bersebelahan dengan makam istrinya, RA Siti Aminah binti Sayyid Ali.

Selain itu, di kompleks tersebut terdapat makam-makam keturunan kiai sholeh darat. Salah satunya makam kiai utsman dan kiai Muhammad ali cholil. Keduanya adalah cucu kiai sholeh darat. Siti astuti salah seorang penjaga makam kiai sholeh darat, menutirkan bahwa makam itu baru ramai dikunjungi untuk takziah ketika haul atau peringatan wafat sang kiai saja. Menurut berbagai sumber, kiai sholeh darat lahir di desa kedung jumbling, kecamtan Mayong, Jepara pada 1820. Dia meninggal pada 18 desember 1903 (28 Ramadan 1321 H). Namun, peringatan haul kiai sholeh darat dilakukan setiap 10 syawal.

Setelah menelusuri makam kiai sholeh darat, agenda berikutnya adalah mengunjungi peningggalannya berupa langgar atau musala. Musala itu berada di jalan kakap darat tirto nomor 212, semarang utara. Konon, julukan kiai sholeh darat diambil dari tempat tinggalnya di kampung darat. Setelah menempuh perjalanan dengan sepeda motor sekitar satu jam, akhirnya sampai di masjid kiai sholeh darat. Musala peninggalan sang kiai sudah berubah menjadi sebuah masjid yang berdiri kukuh.

Seperti khas masjid-masjid di jawa, masjid itu memiliki 3 susunan atap limas. 3 susun atap tersebut merupakan simbol dari iman, islam dan ihsan. Model atap seperti itu identic dengan masjid Cirebon tempo dulu dan masjid agung demak. Saat salat duhur di masjid itu, jumlah jamaah tidak terlalu banyak, hanya belasan orang. Ornamen di dalam masjid pun sederhana. Satu-satunya penghias adalah rangkaian kaligrafi arab di dinding. Yang menjadi iman salat duhur waktu itu adalah luqman hakim saktiawan. Ternyata pria berambut panjang tersebut adalah cici atau anak dari cucu kiai sholeh darat. Luqman adalah putra pertama almarhum Muhammad ali cholil.

Setelah berzikir, luqman mengajak berbincang-bincang di dalam rumahnya. Rumah itu persis di samping masjid. Kesannya sederhana. Tidak tampak seperti rumah keturunan tokoh islam penting di pulau jawa. Pria kelahiran 1 oktober 1972 itu menceritakan bahwa kiai sholeh darat tidak seperti tokoh islam lain yang meninggalkan sebuah pondok pesantren. Buyutnya itu memang sempat menjadi pengajar disebuah pesantren. Namun, pesantren tersebut milik orang tua istri kiai sholeh darat lainnya yang bernama shofiah binti K. Murtadlo.

Luqman yang agak tertutup, tidak bersedia di foto. Bapak 3 anak itu menuturkan bahwa buyutnya dulu cukup lama menimba ilmu di makkah. Perjalanan kiai sholeh darat menuju makkah bersama ayahnya, kiai haji umar, tidak mudah. Sebab, umar yang berkawan dengan pangeran diponegoro diburu tentara belanda. Menurut luqman, keterkaitan kiai sholeh darat dengan kartini tidak sebatas pertemanan di luar bupati demak yang tidak lain paman kartini. “cerita ini yang diketahui masyarakat saat ini, jelas dia. Pria yang menjadi pengurus masjid kiai sholeh darat itu mengatakan, hubungan tersebut dimulai saat kartini masih anak-anak. Pada zaman dulu, sudah menjadi kebiasaan kakek menitipkan cucunya kepada kiai ternama. Nah, ditengarai kuat saat itu kakek kartini bernama pangeran ario tjondronegoro IV menintipkan kartini untuk menimba ilmu kepada kiai sholeh darat.

Sepulang mbah sholeh dari makkah, komunikasinya dengan kartini berlanjut kembali,”terang dia. Sampai ketika kartini menikah dengan bupati rembang RMAA singgih Djojo Adhiningrat, kiai sholeh darat menghadiahkan sebuah kitab faidhur Rahman. Kitab itu adalah kitab tafsir pertama di nusantara yang berbahasa jawa, tetapi ditulis dengan menggunakan huruf Arab. Dalam buku sejarah kiai sholeh darat yang disusun saat haul pada 2012, dijelaskan bahwa kartini mengalami perubahan cara pandang setelah berguru kepada kiai sholeh darat. Diantaranya, kartini yang awalnya menolak konsep poligami pada akhirnya menerima setelah mendapat penjelasan dari kiai sholeh darat. (wan/c11/agm)

Hadiah pernikahan kartini: kitab faidhur Rahman yang berbahasa jawa dan ditulis menggunakan huruf arab

Sumber: Jawa pos 21 April 2014 hal 18 uc-lib-collect