Saat usianya beranjak remaja, Tolhas Damanik (43) memutuskan untuk hijrah ke Jakarta demi melanjutkan studinya di tingkat sekolah menengah atas setelah terhenti selama dua tahun. Bagi aktivis lingkungan yang hak-hak kelompok disabilitas lembaga swadaya masyarakat Jaringan Pemilu untuk Disabilitas Akses itu, Ibu Kota akan memberikan kesempatan kedua.
OLEH WISNU DEWABRATA
Saat itu Tollhas yang juga pe nyandang tunanetra berharap Dmasa depannya lebih baik Keinginan keras Tolhas untuk belajar seting mungkin terinspirasi perka taan sang dokter spesialis glaukoma, yang menangani dirinya sejak lahir.
Saat dewasa, dokternya berterus terang, mata Tolha akan sangat besar. “Dia juga meminta maaf saya mulai mikirkan masa depan dan apa yang akan saya kerjakan untuk hidup sa- ya,” ujar Tolhas, awal Juli lalu.
Sang dokter berkeyakinan Tolhas masih bisa melanjutkan studi asal tak mudah menyerah dengan kondisinya itu. Pendidikan menurut din adalah jalan keluar.
Hal itu sebetulnya sudah ditakukan keluarganya sejak Tolhas masih usia taman kanak-kanak sampai tingkat sekolah menengah pertama, Orang- tua 1Blhas sengja memasukkan anak mereka ke sekolah biasa.
Tolhas memang dididik dan di- perlakukan sama seperti ketiga ka- kaknya yang terlahir normal Dia mengandalkan terutama pada indera pendengaran dan kemampuannya mengingat. Otak Tolhas sendiri ter- bilang encer sehingga tak hanya se- kadar mimpu mengikuti, dia sering masuk peringkat 10 bosar hingga SMP.
Sayangnya, sekolah menengah atas dan rumit serta membuituhkan dan beberapa guru saat itu juga tak lebih berdasarkan penglihatan, seperti Kimia, Biologi, dan Fisika. Sekolah Menengah Atas (SMA), beberapa mata pelajaran yang didapat. bisa banyak membantu mengatasİ keterbata.san Tollıas. Puncaknya. dia tak naik kelas.
Tolhas juga terpaksa keluar setelah sekolah mcnyatakan tak mampu lagİ nwnıfasilitasiııya untuk belajar. Kondisi itü sempat menjadi pukulan telak bagi ‘I’olhas, yang sejak awal memang punya kcinginan sangat kunt untuk tetap bisa bersekolah dan bahkan berlaılialı
Dia tak İngin mcnyerah pada ke sana. Biar sekolah luar biasa (SLB) menangani kasus yang sulit. Selaİn İtli. pemerintah juga hanıs mampu menjamin mercka yang berasal darİ keluarga tak manıpu. Tol), jumlahnya tak banyak.” ujar Tolhas.
Berangkat ke Jakarta
Tolhas yang telah bulat tekadnya nekat berangkat merantau ke Jakarta, meninggalkan tanah kelahiran seka- ligus tempatnya dibesarkan, Pulau Bangka, Orangtua dan keluarga besar Tolhas saat itu tetap inginan merantau ke Jakarta.
Tetapi, mereka masih tidak yakin saya bisa bertahan di Jakarta, “kenang penyandang gelar Master Pendidikan bidang Rehabilitasi dan Konseling Kesehatan Mental Klinis asal Ohio University, Amerika Serikat, itu.
Di Jakarta, dia lalu tinggal di kon- trakan bersama kedua kakaknya yang juga berkuliah. Namun, di Ibu Kota harus menemui banyak tanggapan dari beberapa sekolah yang dia da- tangi.
Sampai satu waktu dia lantas di- tawari untuk ikut “sekolah malam”, mengambil program kelompok belajar Paket C dan kemudian ujian penyetaraan tingkat SMA.
Walau sempat dua tahun, akhirnya dia pun tamat SMA. Tolhas lolos Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan mendaftar ke Universitas Negeri Jakarta jurusan Bimbingan dan Konseling.
Dia juga berhasil membuktikan hidup mandiri selama di Jakarta, termasuk dari rumah kontrakannya di kawasan Pasar Minggu ke kampus di Rawa- mangun.
Tolhas mengaku awalnya banyak belajar bepergian dan berorientasi mobilitas secara mandiri dari para rekannya dan sukarelawan di Yayasan Mitra Netra, tempatnya beraktivitas. Bahkan, secara berkala, mereka pu- nya kegiatan rutin mendaki gunung.
Dia berhasil membuat orangtua- nya tenang setelah orangtuanya di- ajak untuk berkeliling naik angkutan umum keliling Jakarta. Meski begitu, di Jakarta, dia per-nah dirampok di Pasar Senen dan ditabrak sepeda motor.
Ketekunan dan keuletannya mem- buahkan hasil manis . Pada tahun 2006 Tolhas mendapat beasiswa dari Ford Foundation untuk belajar di Ohio University . Saat belajar di AS tersebut , dia juga banyak menda patkan bantuan dari pihak universitas dan juga para sesama pelajar dan mahasiswa asal Indonesia di sana .
Lingkungan belajar serta fasilitas yang diberikan di universitas di sana menurut dia sangatlah membantu . Proses pembelajaran pun disesuaikan dengan mahasiswa berkebutuhan khusus seperti dirinya . Pihak dosen bahkan secara spesifik bertanya ten tang apa yang dibutuhkatr sebelum memulai perkuliahan .
Mereka juga memastikan ham batan – hambatan yang ada dihilang kan . Fleksibilitasnya sangat tinggi , tetapi tidak berarti mengurangi bobot penilaian . Jadi , metode bisa pakai apa saja , tetapi dengan kualitas hasil yang sama . Hal itu yang belum ada di kita , ” ujar Tolhas
Sekembalinya dari AS di tahun 2010 , Tolhas mengawali kariernya be kerja untuk lembaga nirlaba inter nasional Helen Keller International . Saat itu dia menjadi koordinator dan juga mentor untuk melatih para guru dan dosen terkait dengan seputar penyandang disabilitas dan orang berkebutuhan khusus , yang digelar di enam provinsi .
Pada tahun 2013 , kegigihan serta dedikasinya yang kuat di bidang ke ahliannya itu mendapat ganjaran penghargaan dari Kementerian Pen didikan dan Kebudayaan dalam ben tuk Education Award 2013. Tolhas dianggap berjasa sebagai tokoh yang mendukung pemerintah dalam pe ngembangan pendidikan inklusif .
Hingga saat ini Tolhas juga aktif di bidang pemberdayaan para penyan dang disabilitas , bukan lagi sebatas isu pendidikan , melainkan juga meram bah ke bidang pemberdayaan politik serta isu – isu perburuhan . Dia juga terus berupaya memperjuangkan kesetaraan hak dan pengakuan ter hadap keberadaan para penyandang disabilitas di masyarakat sebagai se kadar sebuah keberagaman biasa.
Sumber: Kompas.27-Juli-2017.Hal_.16