Oleh Kristi Poerwandari
“Loh, suaminya yang sudah lama tidak dapat bangun dari tempat tidur, kok, malah istrinya yang dirawat di rumah sakit?”
Jika kita menengok ke sekitar, ternyata cukup banyak yang harus merawat anggota keluarga atau orang terdekatnya yang sakit. Mungkin kita sendiri yang harus merawat istri, suami, anak, atau orangtua. Mungkin kerabat dekat kita sudah kewalahan harus meninggalkan tugas-tugasnya yang lain untuk mengurus anaknya yang sakit. Atau rekan kerja kelelahan dan kehilangan berbagai sumber daya karena kondisi kesehatan suami yang menuntut perhatian besar. Tidak jarang pertanyaan di atas muncul. Kita tidak menyadari bahwa merawat anggota keluarga yang sakit itu dapat sangat melelahkan secara fisik dan emosi. Kita lupa bahwa yang memiliki tugas untuk merawat sering sampai tidak punya waktu, lupa , atau tidak mampu untuk memperhatikan kebutuhan diri sendiri.
Menjadi “perawat” anggota keluarga
Ada cukup banyak sumber stres yang umum dihadapi saat merawat anggota keluarga yang sakit. Kita harus memenuhi tuntutan si sakit atau tuntutan ideal dari diri sendiri. Kita menghabiskan waktu untuk mengurus si sakit sehingga lupa atau tidak sempat memberikan waktu bagi diri sendiri. Sumber daya kita terbatas, termasuk (atau terutama) sumber daya keuangan. Kadang kala ada berbagai prioritas yang menuntut penyelesaian pada saat bersamaan. Dapat dipahami apabila muncul reaksi fisik dan perilaku seperti kelelahan, hilang nafsu makan, sulit tidur, gelisah, sakit kepala, meningkatnya tekanan darah, mudah sakit, hingga munculnya kebiasaan merokok atau mengonsumsi obat untuk mengurangi perasaan tertekan.
Reaksi emosional juga umum muncul. Yang cukup sering dihayati adalah merasa kewalahan, tak berdaya, lemah, suasana hati naik turun, dan menurunnya motivasi. Yang harus merawat anggota keluarga mungkin jadi mudah dan lebih sering menangis, merasa terisolasi, bingung sulit mengambil keputusan, sulit mengingat, sulit berkonsentrasi. Karena kesulitan mengelola tekanan yang dihadapi, barangkali jadi ada perubahan dalam pola komunikasi atau sikap menarik diri.
Jika kita harus merawat anggota keluarga, mungkin kita perlu mengecek diri kita sendiri: apakah aku masih dapat memperhatikan diriku sendiri? Ataukah waktuku demikian tersita sehingga bahkan aku tidak mampu makan dan mandi? Apakah saya merasa egois apabila memikirkan kebutuhan diri sendiri terlbeih dulu? Apakah saya sulit meminta tolong orang lain?
Sesibuk apa pun kita merawat anggota keluarga, upayakan tetap dapat mencari waktu untuk bergerak atau mengolah tubuh dan mengambil jeda untuk istirahat, misalnya dengan berjalan-jalan di sekitar perumahan setelah makan siang atau bertemu sahabat untuk saling berbagi cerita. Dengan tekanan fisik dan spikis yang berat, kita perlu memastikan konsumsi makanan yang sehat. Jika mungkin, akan baik melanjutkan berpartisipasi dalam aktivitas social atau rekreasional. Jika mengalami sulit tidur, kita dapat mencoba melakukan sesuatu yang membuat batin lebih rileks, misalnya mendengarkan music lembut sambal tetap berbaring.
Membantu yang merawat keluarga
Ketika orang lain bertanya apa yang dapat dibantu, mungkin kita menjawab “terima kasih, tidak usah, saya baik-baik saja kok”. Mungkin kita tidak ingin merepotkan atau ingin membuktikan dapat menangani sendiri? Atau kita takut sudah meminta tolong, tetapi kemudian orang yang kita mintai pertolongan menolak membantu dengan berbagai alasan? Daripada menambah persoalan dengan perasaan sakit hati, kita urung meminta bantuan.
Idealnya kebingungan dan beban yang dirasakan dapat dibagikan kepada orang dekat, seperti anggota keluarga yang lain dan teman. Mungkin yang sangat terbeban perlu mencoba lebih terbuka dan asertif untuk meminta pertolongan sambil tetap menyadari bahwa pada saat yang dibutuhkan itu, teman atau kerabat kita ternyata belum dapat sepenuhnya membantu. Sementara itu, kita yang ada di lingkaran yang lebih luar tampaknya perlu memberikan perhatian lebih besar kepada teman dan kerabat yang sesungguhnya kewalahan, tetapi takut atau enggan meminta bantuan. Kunjungan berkala akan sangat membantu mengurangi perasaan terisolasi dan tak berdaya dari teman atau kerabat.
Kita dapat membayangkan apa saja yang mungkin terjadi apabila kita menghadapi situasi yang sama. Apa saja yang harus dibereskan ketika kita menghadapi situasi mengurus anggota keluarga yang sakit serius. Kita mengamati dan mencoba menuliskan apa aja yang dapat dilakukan untuk membantu.
Banyak sekali hal kecil yang dapat dibantu oleh teman atau kerabat, misalnya menawarkan menggantikan menjaga si sakit agar teman atau kerabat kita dapat mencari udara segar dengan berjalan 30 menit di sore hari. Atau, membawa si sakit berkendara untuk melihat dunia luar setiap sebulan sekali. Membantu berbelanja, mengajak bermain anak, menyirami tanaman, atau membersihkan juga dapat kita lakukan. Selain itu, mengantar saat sahabat kita harus membawa anggota keluarga ke rumah sakit jika ia tidak memiliki kendaraan.
Penelitian menemukan bahwa meluangkan waktu untuk memberikan perhatian dan menolong orang lain itu ternyata membahagiakan. Bukan hanya untuk yang ditolong, melainkan juga untuk yang memberikan perhatian dan menolong.
Semoga kita juga dapat menghormati yang sakit dan anggota keluarganya. Tidak seenaknya mengambil gambarnya yang tergolek tak berdaya dengan rombongan penjenguknya yang tertawa-tawa, lalu membagikannya di media social. Kita hadir bukan untuk menyebarkan gambaran ketidakberdayaan, membuat tidak nyaman, atau mempermalukan. Kita hadir untuk menghormati, memberikan dukungan, menguatkan, dan menambah kebahagiaan.
Sumber: Kompas, 3 Februari 2018.Hal.24