Batik Betawi Punya Gaye. Kompas. 4 Januari 2015.Hal.12

Nurul Hidayat

/redaksi@bisnis.co.id

Banyak orang mengira kampung batik hanya berada di Pekalongan, Yogyakarta, dan Solo. Siapa sangka di salah satu sudut Kota Jakarta, di antara himpitan gedung pencakar langit, bergelantungan kain-kain batik dengan ragam motif menarik yang sedang dijemur. Ragam motif dan warna warni dari batik itu seperti meriah warna kehidupan Ibukota.

Ya… kain itu adalah batik khas Betawi, buatan tangan warga Kampung Batik Betawi Terogong, Jakarta Selatan. Ketika Pamor batik khas suku asli Jakarta ini mulai meredup, perajin Siti Laela yang merupakan asli keturunan Betawi, berupaya melestarikan peninggalan buyut moyangnya ini.

“Awalnya pengen melestarikan batik Betawi yang mulai punah dan susah dicari di pasaran. Lagian biar kite punye gaye,” ujar penggerak Kampung Batik Betawi Terogong dengan logat Betawi yang kental.

Dalam hal memilih corak, Laela-yang juga seorang guru ini-mengaku terinspirasi dari hal-hal sederhana yang dilihatnya semasa kecil. Beberapa objek seperti sepeda onthel atau kayuh, pengantin Betawi, penari Topeng, buah yang sudah jarang dijumpai di Jakarta yaitu Mengkudu, dijadikan inspirasi dan ditarehkan dengan canting di atas kain.

Dari semua motif tersebut, Tebar Mengkudu dijadikan ciri khas kampung batik Betawi Terogong. Motif ini menjadi pilihan untuk mengenang bahwa pada zaman dahulu, kampung ini tumbuh banyak pohon Mengkudu, “Motif ini juga berarti memotivasi orang Betawi. Mengkudu, menjadi kudu atau harus. Tekun dan sabar memang kudu. Jadi, artinya orang betawi harus usaha terus. Jangan menyerah. Jadi seoerti buah mengkudu yang banyak manfaatnya,” katanya sembari tertawa.

Roda terus berputar, usaha batik Betawi yang digagasnya sejak 2012 mulai berkembang. Laela mengajak warga sekitar yang saat ini berjumblah 15 orang untuk ikut membesarkan usaha ini.

Meski jumlah tenaga kerjanya tidak banyak, tetapi setiap nulannya para perajin batik di tempat ini mampu menghasilkan 20 potong batik tulis dan 200 potong batik cap, dengan harga jual Rp.200.000 hingga jutaan per potong.

 

Sumber : Kompas. 4 Januari 2015. Hal. 12