Indonesia punya semua komponen untuk menciptakan ekosistem wirausaha yang baik.
Jony Eko Yulianto,
Dosen Unviersitas Ciputra Surabaya
Pada 15 November 2016, The Global Entrepreneurship and Development Institute telah mengeluarkan Indeks Kewirausahaan Global 2017. Artinya, laporan ini dirilis lebih cepat daripada IKG 2016 yang dirilis bulan Februari 2016. Organisasi yang memiliki kantor pusat di Washington D.C ini didirikan oleh empat mahasiswa kelas dunia yang unggul daam bidan gkewirausahaan, ekonomi, dan kesejahteaan, yakni Goerge Mason University, The University of Pees, London School of Economics and Political Science, dan Imperial College London.
Indeks Kewirausahaan Global merupakan terobosan dalam mengukur kualitas dan dinamika ekosistem entrepreneurship, baik pada skala nasional maupun regional. Metodologi pengukuran indeks ini telah divalidasi oleh berbagai penelitian empiris, dan dipublikasikan oleh berbagai media kelas dunia seperti The Economist, The Wall Street Jounal, Financial Times, dan Forbe. Sumber pemiayaan GEDI adalah Uni Eropam BANK Dunia dan berbagai korporasi serta bank besar di dunia.
Indonesia Kewirausahaan Global diukur dengan mengkalkulasi 14 pilar, yakni persepsi terhadap peluang, keahlian dalam membangun sebuah startup , penerimaan risiko, jejaring, dukungan kultural, kesempatan untuk memulai startup, penyerapan teknologi, sumber daya manusia, kompetisi, inovasi produk, inovasi prose, pertumbuhan yang kontinyu, internasionalisasi, serta risiko capital. Keempat belas aspek ini pada dasarnya merupakan pengejawantahan tiga komponen utama penyusun ekosistem kewirausahaan, yakni agensi, institusi, dan system.
Dibandingkan dengan data ang dirilis pada tahun 2016, pengukuran Indeks Kewirausahaan Global 2017 ini memiliki dua hal baru dalam konteks metodologi. Laporan setebal 225 halaman ini kini memiliki pendekatan konsepual yang baru dalam menghitung indeks dalam sebuah negara.
Para ilmuwan tidak hanya sekedar menghitung 14 pilar indicator, tetapi juga menambahkan isu-isu social yang sedang terjadi dalam setahun terakhir dalam negara yang sedang diukur. Berbasis data ini, GEDI akan memunculkan tema kekuatan atau potensi terbesar dari masing-masing negara.
GEDI juga menambah beberapa varian bel pengukuran baru, misalnya kualitas pendidikan, infrastruktur, hak-hak property, kualitas perpajakan, kebebasan buruh, iklim kompetisi, ketersediaan ilmuwan dan actor kreatif, strategi dan keuangan korporasi, dan kompleksitas pasar. GEDI juga menyoroti pentingnya pilar sumber daya manusia dan pemanfaatan serta penyerapan teknologi.
Dalam perspektif GEDI, tiap negara akan dapat mencapai stase inovasi yang optimal saat mereka mampu memanfaatkan teknologi-teknologi yang diciptakan oleh negara lain. Secara umum, hasil Indeks Kewirausahaan Global 2017 juga menemukan bahwa adanya perbedaaan tipologi pilar yang paling efektif dalam memprediksi ekosistem kewirausahaan di sebuah religion tertentu.
Untuk wilayah Afrika misalnya, GEDI menilai pilar yang paling menonjol adalah kemampuan dalam hal kompetisi dan dukungan kultural. Daerah Amerika, baik tengah maupun selatan, lebih menonjol dalam hal mengenali peluang dan kemampuan dalam memulai startup.
Kawasan regional Asia, ditemukan sangat menonjol dalam hal kemampuan dalam mengenali peluang, proses inovsi, serta pengelolaan risiko capital.
Performa Indonesia
Indonesia dilaporkan berada di peringkat ke 90 dari total 137 negara yanag diukur. Jika cakupan ukurnya diubah menjadi Asia Pasifik, Indonesia berada di peringkat 16 dan 24 negara di Asia Pasifik. Sescara komperattif, sebenarnya peringkat ini membaik setelah di IKG 2016 Indonesia memiliki menduduki peringkat 103 di tingkat global dan 18 di tingkat regional.
Di IKG 2017 ini, nilai Indonesia mencapai 21% dalam hal nilai keseluruhan, 53% untuk nilai individual, dan 48% untuk nilai institusional. GEDI mencatat, jika Indonesia mampu memperbaiki kondisi ini 10% saja dari pencapaian saat ini. Indonesia dapat menambah US$535 juta untuk pemasukan negara.
GEDI mencatat bahwa Indonesia merupakan negara yang kuat dalam hal jejaring, namun lemah dalam hal pemanfaatan teknologi jika empat belas pilar yang menjadi indicator indeks ini dijadikan sebagai parameter performance, Indonesia memiliki nilai tinggi dalam hal jejaring (0,53), inovasi produk (0,49), dan kemampuan dalam memulai usaha (0,39)), memiliki nilai yang moderat dalam hal penerimaan risiko (0,25), persepsi terhadap peluang (0,24), inovasi proses (0,20), dan sumber daya manusia (0,19), dan memiliki nilai yang rendah dalam hal kontinuitas pertumbuhan (0,09), internasionalisasi (0,04), dan penyerapan teknologi (0,03).
Temuan di atas setidaknya menggambarkan dua hal. Pertama, Indonesia sebenarnya memiliki semua komponen kreativitas maupun modal social yang dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem kewirausahaan yang baik. Kombinasi jejaring social yang dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem kewirausahaan yang baik. Kombinasi jejaring, inovasi produk, dan kemampuan memulai usaha merupakan kekuatan yang menunjukkan bahwa actor-aktor kreatif melalui startup bisnisnya dapat menjadi agen pertumbuhan ekonomi negara.
Kreativitas dan modal social menjadi titik tolak yang baik dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi bangsa. Tapi, komponen-komponen di atas tidak cukup untuk dijadikan satu-satunya kartu AS dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.
Tantangan yang lebih besar yang muncul saat ini sebenarnya adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif yang mendorong munculnya kreativitas, sehingga penerima risiko, sumber daya manusia, dan inovasi proses memungkinkan untuk dapat meningkat. Kreativitas akan menghasilkan luaran terbaiknya saat ada di sebuah ruang yang kondusif.
Kedua, perlunya sinergi dari semua kalangan, baik pemerintah, actor kreatif, maupun koporasi untuk menggarap internasionalisasai dan penyerapan teknologi ke dalam ekosistem kewirausahaan.
Perkembangan teknologi informasi yang terintegrasi dengan berbagai ide kreatif tentang startup akan memungkinkan setiap usaha untuk dapat bergerak segendang sepenarian dengan kebutuhan masyaralat, memecahkan masalah social, dan memiliki dampak yang lebih luas.
Pada gilirannya, nature dari teknologi informasi yang tidak menenal batas fisik antarnegara akan mengantarkan actor-aktor dan produk kreatif Indonesia semakin mengambil peran penting di macanegara.
Kontan Rabu, 30 November 2016