Jadi Cagar Budaya, Ada Rupang Mak Co Berusia Dua Abad. Jawa Pos. 21 Oktober 2024. Hal. 18
Kelenteng Hok An Kiong yang Masih Terjaga Keasliannya
Jadi Cagar Budaya, Ada Rupang Mak Co Berusia Dua Abad
21 Oktober 2024. Hal.18
Kelenteng Hok An Kiong merupakan salah satu kelenteng tertua di Surabaya. Kelenteng itu berdiri sejak 1821. Pemkot Surabaya pun menetapkannya sebagai bangunan cagar budaya.
KELENTENG Sukhaloka atau Hok An Kiong di Jalan Cokelat awalnya adalah sebuah bangsal atau tempat menginap imigran Tiongkok. Mereka datang melalui jalur laut. “Di sini kan dekat dengan pelabuhan,” kata Tan Tjing Hwa Nio, salah seorang pengurus, kemarin (20/10).
Lantaran memerlukan tempat ibadah, rombongan tersebut membuat kelenteng dengan Tian Shang Sheng Mu atau Mak Co Poh sebagai dewanya. “Mereka meyakini Mak Co yang telah memberikan perlindungan dan keselamatan di perjalanan,” jelasnya. Dewa tersebut dikenal sebagai penguasa samudra.
Hingga pada 1830, banyak imigran yang menetap. Bangunan kelenteng lantas dibuat permanen. “Hingga sekarang tidak berubah,” ungkapnya.
Begitu juga dengan rupang Mak Co Poh. Hwa menuturkan, yang ada sekarang adalah rupang pada masa itu. “Masih asli. Jadi, usianya sudah dua abad,” terangnya. Seiring waktu, rupang dewa di kelenteng bertambah. Namun, Mak Co Poh tetap yang paling spesial. Tidak heran, beberapa umat juga menyebut kelenteng itu dengan Kelenteng Mak Co.
Hwa mengatakan, terdapat 22 altar sembahyang di kelenteng itu. Dengan dewa yang berbeda- beda. Yakni, Tu Di Gong alias Tudigong atau Tu Di Shen atau di Indonesia disebut pula Tho Ti Kong (To Ti Kong). Ada juga Dewi Kwan Im, Hua Mu, Hua Kong, dan Cap PekLo Han/Cap Pwee Lo Han.
Terkait perawatan rupang, Hwa mengaku tidak ada yang spesial. Termasuk rupang Mak Co Poh. Seluruh rupang selalu dibersihkan sehari menjelang Imlek. Bajunya juga diganti. “Dimandikan air yang diberi daun teh,” terangnya.
Hwa menjelaskan, kelenteng tersebut buka setiap hari. Mulai pukul 06.00 sampai 16.30. Yang datang bukan hanya umat Tri Dharma yang mau berdoa. Namun, juga masyarakat biasa. Bahkan, sesekali ada turis. “Terbuka untuk umum,” katanya. (*/ai)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!