Keajaiban Lada Sichuan.

Rahasia di Balik Sensasi “Mati Rasa” pada Lidah

Jawa Pos. 10 Februari 2024. Hal.18

BUKAN LADA BIASA: Lada Sichuan sudah dikenal penduduk Provinsi Sichuan sebelum abad ke-16, sebelum mereka mengenal merica. Secara turun-menurun diyakini bermanfaat meningkatkan nafsu makan hingga menjaga kesehatan mata.

Salah satu bumbu dalam maskan Tiongkok yang populer adalah Sichuan pepper atau lada dari Sichuan. Yaitu bumbu yang mempunyai rasa unik dan manfaat besar bagi kesehatan. Hasil studi menemukan manfaatnya antara lain antimikroba, antivirus, dan antioksidan. Berbagai khasiat itulah yang mengantarkannya pada penggunaan dalam bidang makanan, kosmetik, industri farmasi, dan bahkan pertanian.

Lada Sichuan merupakan bumbu masak yang dominan dalam makanan asli masyarakat Provinsi Sichuan. Sudah dikenal penduduk setempat sebelum abad ke-16, sebelum mereka mengenal merica. Disebut dengan nama huajiao, rasa lada Sichuan itu memang berbeda dari lada (merica) yang kita kenal selama ini. setelah mengonsumsinya, akan timbul sensasi panas pada lidah seperti usai minum soda berkarbonasi. Bahkan, ada yang melukiskan sensasi panas dan “mati rasa” pada lidah itu bak “disetrum” baterai 9 volt.

Seperti lada pada umumnya, bagian yang digunakan adalah buah. Hanya, morfologi tanaman lada Sichuan memang berbeda. Tidak menjalar, tapi termasuk tanaman besar, yaitu dari genus Zanthoxylum keluarga RutaceaeI. Yang terbanyak digunakan dalam perdagangan di Tiongkok adalah yang dari tanaman Zanthoxylum bungeanum, yang banyak dijumpai di kawasan Provinsi Sichuan, Yunnan, dan Tibet. Dan kini sudah dapat ditemui di berbagai penjual bumbu masakan atau toko obat Tiongkok seperti di Surabaya.

Tanaman Zanthoxylum sudah dipakai dalam sistem pengobatan rakyat sejak 2000 tahun sebelum Masehi, terutama di Asia Timur. Di Tiongkok, lada Sichuan sudah secara resmi masuk dalam daftar Farmakope Tiongkok, dengan nama huajiao. Secara turun-menurun diyakini manfaatnya untuk meningkatkan nafsu makan, mengeluarkan kelebihan lembap dingin dari dalam tubuh, dan menjaga kesehatan mata. Bahan ini digunakan dalam 30 resep tradisional untuk berbagai pengobatan, antara lain diare dan nyeri lambung, mual, sakit gigi, cacingan, serta trauma. Bagian tanaman yang digunakan adalah kulit buah, biji, daun, dan kulit cabang.

Peneliti Tiongkok menemukan kandungan berbagai ekstrak lada Sichuan, terutama zat golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan asam lemak. Bau harum lada ini timbul dari kurang lebih 200 jenis zat aromatik yang mudah menguap dan yang menimbulkan bau seperti kombinasi sitrus, kayu, dan rempah. Kandungan zat golongan polifenol lada Sichuan menunjukkan khasiat sebagai antioksidan dan antiradang.

Lada Sichuan mengandung lebih dari 20 senyawa golongan polifenol, termasuk flavonoid, lignan, dan glikosidanya yang sudah teridentifikasi. Aktivitas ini yang diakui menjadi landasan khasiatnya sebagai antiradang, antihiperlipidemia, antitumor, dan penyakit lain.

Kandungan zat pada lada Sichuan yang tidak menguap adalah golongan alkilamida dan polifenol. Sanshools dan hydroxy sanshool adalah senyawa yang diduga memberikan sensasi “mati rasa” pada lidah. Sensasi yang memang berbeda dengan rasa tajam yang disebabkan oleh capsaicin pada cabai atau piperin pada merica. Perbedaan inilah yang “disatukan” dalam berbagai masakan khas dari Provinsi Sichuan, misalnya ma la huo guo atau disebut “chili and tingling hot pot”. Yaitu masakan yang berasa pedas dari merica dan sensasi “ma” atau “mati rasa” dari ladah Sichuan.

Selain sebagai bumbu masak. lada Sichuan dipakai dalam bentuk teh atau campuran penambah rasa pada minuman anggur. Keunikan bau dan rasanya membuat lada ini menarik perhatian dunia kuliner. Di kalangan generasi milenial kini tumbuh tren penggunaan lada Sichuan dalam produk makanan inovatif, termasuk mi, spicy chicken ramen, hingga crispy fried chicken. Beberapa pakar kuliner bahkan sudah menambahkan lada Sichuan untuk mendapatkan rasa dan sensasi unik pada es krim dan kue tar.

Sensasi “Mati Rasa” Lidah

Bagaimana lada Sichuan dapat menimbulkan sensasi “mati rasa” pada lidah? Hal itu sudah menjadi kajian peneliti sejak 20 tahun lalu. Hasil riset awal menunjukkan bahwa sensasi “mati rasa” itu berawal dari aktivitas saraf trigeminal (lihat kamus) dengan bantuan kerja zat kandungan hydroxy-sanshool. Aktivitas saraf itu selanjutnya meneruskan rangsangan sensorik (panas, dingin, cahaya) dengan frekuensi tertentu kepada indra perasa atau pengecap di rongga mulut. Frekuensi aktivitas itu ternyata mempunyai kepekaan yang sangat tinggi yang bersifat spesifik dan unik. Kepekaan tinggi itu menyebabkan ketajaman rangsangan sehingga terjadi sensasi “mati rasa” pada lidah.

Hasil studi ini mendapatkan pengakuan berupa penetapan zat hydroxy-sanshool sebagai pelopor bahan obat yang berperan menjadi mediator berbagai jenis saraf mechanosensory (yaitu saraf yang meneruskan rangsangan mekanik, seperti cahaya, panas, dingin). Contohnya adalah saraf rambut pada kulit yang bersifat ultrasensitif yang bekerja meneruskan rangsangan cahaya. Inilah yang menjadi modal kemampuan lada Sichuan dalam mendeteksi dan mengendalikan berbagai penyakit.

Hal tersebut sudah dilaporkan melalui publikasi riset peneliti Tiongkok tentang efek lada Sichuan pada berbagai organ tubuh untuk mengatasi berbagai penyakit. Yaitu depresi, sakit gigi, kadar lemak darah tinggi, luka, bengkak dan gatal kulit, hiperaktivitas enzim liver, asma, diare, perbaikan fungsi pankreas dan kantong empedu wasir, serta cacingan. (*)