Kertas, Mengapa Tidak.Kompas 25 Januari 2014.Hal.41

Ketika, Ario Kiswinar memilih kertas sebagai media berekspresi untuk tugas kuliahnya di Desain Komunikaasi Visual Universitas Trisakti 2008 lampau, banyak orang bertanya, “Mengapa?” Kiswinar menjawab, “Kenapa enggak ?”Diawali dengan kesadarana bahwa kertas dapat menjadi media berkreasi yang amat menarik, Kiswinar mengajak lebih banyak orang terlibat menggunakan ulang kertas untuk beragam fungsi. Ia lantas membentuk wadah Komunitas Pecinta Kertas (KPK) pada 11 September 2008. Pengurus berjumlah 10 – 15 orang, tetapi ada lebih dari dua ribu orang yang tergabung dalam komunitas ini di Facebook Kounitas Pecinta Kertas dan pengikutnya di Twitter pecinta kertas lebih dari seribu orang “Aku melihat kertas sebagai sesuatu yang menarik karena selain murah, kertas bisa dibuat sangat fleksibel sekaligus sangat kaku.” Ujar Kiswinar. Beragam produk lahir dari bahan baku kertas. Di Facebook Komunitas Pecinta Kertas, kita dapat menengok berbagai karya kreatif seperti miniatur kendaraan, asbak, gantungan kunci, pajangan aneka bentuk, atau topeng. Jika kita mau sejenak berpikir lebih jauh dan tak serta merta menganggap barang bekas sebagai sesuatu yang tidak terpakai lagi, karya yang bagus bisa tercipta. Selain lewat media sosial, KPK memotivasi orang untuk berkarya lewat sejumlah lokakarya. Setelah semua yang telah dilakukannya, Kiswinar masih merasa ada seautau yang kurang. “Aku belum merasa komunitas ini melakukan tindakan nyata untuk masyarakat sampai temanku cerita soal social entreprise, perusahaan sosial.’ Ujar Kiswinar. Pda 2013, ia memantapkan hatinya untuk terjun di bidang ini. “Ternyata menarik karena konsepnya adalah kegiatan sosial yang dibiayai bisnis, bukan bisnis yang menjual aktivitas sosial. “ Masih berbasiskan pemanfaatan kertas, Kisiwinar memilih untuk membuat produk buku dengan ukuran yang bervariasi. “Keputusan ini mendukung penggunaan kertas \untuk jangka waktu yang panjang, bukan sekali pakai,” jelas Kiswinar. Dalam proses produksinya, Kiswinar bekerja bersama para perempuan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dari Yayasan Pelita Ilmu. “Semangat yang ingin kami angkat adalah semangat guna ulang dan pemberdayaan,’Kata Kiswinar. Bisnis itu tumbuh dibawah payung bernama Pepa, akronim dari People dan Paper yang sekaligus terdengar seperti pelafalan paper, bahasa Inggris kertas. Ke depannya, Kiswinar berusaha mengembangkan bisnisnya. “Kami ingin mencoba produk interior yang bahannya juga menggunakan kertas. Mungkin kedengarannya agak aneh, tetapi lagi – lagi saya bilang, “Kenapa enggak?”

Sumber: Kompas-25-Januari-2014.Hal_.41