Dimulainya perdagangan bebas di lingkup ASEAN justru membuat bergairah pengusaha daerah. Selama ini mereka sudah ditempa dengan menghadang serangan produk luar daerah, khususnya dari Jawa.
Lebih Mndiri Jika Pemuda Berwirausaha
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) harus dijadikan momuntem agar ketergantungan Indonesia terhadap negara luar berbalik. “Kita harus memperkuat SDM dan produk dalam negeri. Sehingga ketergantungan kita bisa berkurang,” tutur Roy Nirwan, Ownner PT Balikpapan Ready Mix (BRM), kepada Kaltim Post (Jawa Group) pekan lalu. PT BRM adalah perusahaan konstruksi bangunan betin yang kini satu-satunya di Kaltim, tapi telah melayani hingga daratan Sulawesi. Karena itu, jika berkomitmen untuk memenangi persaingan di tengan kompetisi global, Roy meminta produk yang didatangkan dari luar negeri untuk dikurangi. Di posisi tersebut, pemerintah daerah memainkan peran. Tidak sekedar membuat regulasi, tapi juga mengawal regulasi yang dibuat.
“Sebagai pengusaha daerah, saya berharap pemerintah mengawasi mana posisi kontraktor daerah dan kontraktor nasional,” ujarnya. Sehingga pengusaha daerah bisa aktif berpartisipasi. Supaya uang yang beredar tidak ke luar daerah.
Sebagaimana diketahui, sambung Roy, banyak proyek infrastruktur di Kaltim yang dikerjakan kontraktor nasional, tapi justru membawa materi konstruksi dari Pulau Jawa. Padahal materinya sudah diproduksi di Kaltim.
Dari segi biaya, sebut Roy, pemerintah daerah justru diuntungkan karena harganya murah karena tidak perlu membiayai transportasi. Demikian juga kontraktor. “Karena itu kami berharap, menggunakan produk dalam negeri juga diimplementasikan pemerintah daerah seperti yang menteri sering katakan. Karena akan membuka lapangan kerja juga,” ungkapnya.
Roy juga menyoroti peran pemudah saat ini di era persaingan MEA. Dari kacamata Roy, semakin hari semakin banyak anak muda yang berkarya dan berwirausaha. “Makin banyak yang menjadi pengusaha, termausk anak saya. Anak sekarang makin pintar-pintar. Sekolah hingga keluar negeri. Sata pikir ketergantungan kita terhadap luar negeri bisa dikurangi jika semakin banyak anak muda yang berwirausaha,” ujarnya.
Sebelum memiliki perusahaan PT BRM, Roy kali pertama meniti karir sebagai pengusaha pada 1985. Kala itu umurnya baru 22 tahun. Dia melanjutkan usaha supplier bidang pertambangan minyak dan gas milik ayahnya (Bernard Nirwan) yang telah lama vakum.
Sumber : Jawa Pos 22 Februari 2016 halaman 1, sambungan ke halaman 11

