Di awal tahun 2000 baik pemerintah maupun swasta bekerja sama menghidupkan suasana Jalan Kembang Jepun dengan cahaya gemerlapan dan terang benderang. Sehingga suasana jalan ini menjadi hangat menyenangkan dan memantulkan rasa senang dengan hadirnya Pasar Malam Pecinan.

            KETUA Heritage Surabaya Freddy H. Istanto menuturkan, demi membuat Jalan Kembang Jepun menjadi kawasan yang nyaman bagi pejalan kaki. Saat pasar malam digelar, jalan ini dibebaskan dari lalu lintas kendaraan bermotor antara pukul 18.00 sampai dengan 02.00 dini hari. Di sepanjang jalan ini juga dipasang sebanyak 12 gapura kecil yang berjarak sekitar kurang dari 10 meter antara satu gapura dengan yang lainnya. “Gapura kecil ini berfungsi untuk tempat lampu dan lampion bergantung, agar suasana pasar malam semakin semarak,” tetangnya kepada Radar Surabaya.

Pendaran lampu warna-warni dari gapura-gapura kecil ini menambah suasana rekreasi makan malam dengan jajanan, baik makanan dan minuman yang tidak terbatas. Pasalnya, di sepanjang jalan ini banyak pedagang yang menjual makanan atau minuman khas kawasan setempat. Misalnya masakan Tionghoa, masakan Timur Tengah, masakan Indonesia. “Ada juga jajanan tradisional.” Ujarnya.

Selain itu, demi menambah semarak suasana malam, pengelola juga menghadirkan panggung hiburan kecil baik yang modern maupun tradisional, yang khas Tionghoa, Arab, dan Jawa. Namun saying gelaran acara-acara ini rupanya tak mampu membuat pasar malam bertahan. “Ya memang ada beberapa faktor yang memperngaruhi turunnya minat masyarakat untuk pergi ke sana, “katanya.

Penurunan kunjungan masyarakat lama kelamaan membuat pasar malam pecinan semakin sepi hingga akhirnya mati. Kya-kya kembali sunyi, seiring dengan dihilangkannya pernak-pernik yang dibangun di sepanjang jalan. “Termasuk gapura-gapura yang dibangun di sana. Tapi untungnya gapura naga tidak ikut dibongkar, kita tidak lagi punya kenangan disana,” katanya. (bersambung/nur)