Pada awal abad ke-20, Surabaya menjadi pusat perdagangan di Indonesia dengan salah satu kawasan perdagangan besar yang terletak di Jalan Kembang Jepun. Namun pada pertengahan abad ke-20 perdagangan di Kembang Jepun mulai menurun dengan adanya pergeseran pusat perdagangan di segitiga emas yang terletak di Jalan Basuki Rahmat, Jalan Pemuda, dan Jalan Panglima Sudirman.

AKHIRNYA, pada tahun 2000, Surabaya membangun fasilitas perdagangan yang dilakukan oleh pemerintah kota maupun swasta. Salah satunya menghidupkan kembali kawasan Pecinan di Kembang Jepun dengan menekankan kawasan pedagang, yaitu membangun perdagangan Kya-Kya. Menurut Ketua Surabaya Heritage Society Freddy H. Istanto, pusat perdagangan Kya-Kya di Kembang Jepun didirikan oleh pihak swasta dengan pimpinan Dahlan Iskan pada tahun 2003. “Ide ini diterima baik oleh pedagang kaki lima karena Kya-kya menampung pedagang kaki lima,” ujarnya.

Menurutnya, pendirian Kya-kya ini juga menjadi usaha swasta dalam menghidupakn kembali budaya Tionghoa yang pada masa orde baru yang sempat dilarang. Selain itu juga menjadi perdagangan antar budaya Jawa, Madura, dan Tionghoa serta merupakan usaha pemerintah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Surabaya.

Kurang lebih ada ratusan pedagang yang rutin menggelar dagangannya di sepanjang Jalan Kembang Jepun ini. “Padahal, pada awal pembukaan di tahun 2003, pedagang Kya-kya mencapai 87 pedagang dan pada tahun 2004 pedagang meningkat mencapai 105 pedagang,” ujar Freddy.

Namun demikian, pada tahun-tahun berikutnya, pedagang di sana selalu mengalami penurunan, yang mencapai puncaknya pada tahun 2007-2008 jumlah pedagang hanya 29 pedagang. Hal ini pun berdampak pada pendapatan Kya-Kya yang membuatnya merugi. (bersambung/nur)