Sebagai kota yang memiliki sejarah panjang, Surabaya memiliki kota lama yang telah berkembang sejak abad ke-18. Goresan cerita berpuluh-puluh tahun juga tampak pada bangunan-bangunan kuno yang tersebar di seluruh penjuru kota lama. Kembang Jepun menjadi titik sentral.
KAWASAN Kembang Jepun memang tumbuh sangat dinamis. Aktivitas perdagangan pun masih terus dilakukan di sepanjang jalan yang memiliki banyak bangunan kuno ini. Bangunan kuno ada di sepanjang jalan sisi utara maupun selatan jalan.
Ketua Surabaya Heritage Freddy Handoko Istanto menuturkan, di Jalan Kembang Jepun terdapat 104 bangunan. Di sepanjang jalan raya juga terdapat bangunan cagar budaya. “Bangunan-bangunan kuno ini rata-rata memiliki desain arsitektur yang sama. Yakni perpaduan arsitektur Yunani, Tiongkok, dan kolonial,” terangnya.
Namun, sebagian besar didominasi arsitektur kolonial. Menurut Freddy, label arsitektur bangunan colonial itu sendiri dapat direpresentasikan dari penampilan fisik bangunan. Selain itu, juga dominasi warna bangunan yang serba putih. Ada pulapilar-pilar penyangga khas yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. “Tapi dominasi warna putih pada gedung-gedung kolonial tidak memiliki makna khusus,” ujarnya.
Selain itu, ada beberapa bangunan juga memiliki tritisan-tritisan di atas atap jendela yang berfungsi untuk menahan air hujan dan panas sinar matahari agar tidak langsung mengenai jendela. Sedangkan unsur Tionghoa tampak pada bagian joglo di atap bangunan. “Ini biasanya bisa ditemukan di bangunan ruko-ruko,” katanya.
Freddy menambahkan, kondisi fungsi bangunan di Jalan Kembang Jepun saat ini sekitar 19 persen bangunan kunonya telah mengalami perubahan fungsi. Sisanya masih mempertahankan fungsi asli. Sedangkan 51 persen masyarakat di kawasan Kembang Jepun mendapatkan bangunan yang ditempati sekarang dengan cara menyewa.
Namun, kini seiring dengan berjalannya waktu, kawasan Kembang Jepun dan sekitarnya menjadi destinasi wisata heritage, kawasan menjadi kota kuno yang lebih eksotik dan instagrammable. (bersambung/rek)