Kawasan Kebon Dalem merupakan kawasan yang tak bisa dilepaskan dengan kawasan Ampel. Karena wilayah tersebut satu kesatuan dengan wilayah Ampel. Di sana juga terdapat pondok pesantren tua.
Rahmat Sudrajat
Wartawan Radar Surabaya
Karena center (pusat) berada di Ampel, maka jalan di kawasan tersebut memang jalan tua sehingga untuk syiar agama dahulu ada menggunakan banyak jalan untuk menuju ke arah Surabaya Utara (saat ini).
Menurut Pustakawan Sejarah Chrisyandi Tri Kartika, syiar agama semakin kuat karena ada sebuah pesantren ini berdiri di atas tanah milik keluarga Mbah Sentono atau juga dikenal sebagai Kiai Ageng Brondong, leluhur para bangsawan pengusaha Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan. “Pada masa itu, tanah tersebut boleh ditempati oleh siapapun dengan syarat bersedia merawat makam Mbah Sentonon beserta keluarga yang terletak di Boto Putih, sekitar 500 meter dari Pondok Kebon Dalem” terangnya kepada Radar Surabaya.
Pondok Pesantren KH. Muhammad Ahyad terletak di ujung kampung Kebon Dalem, tepatnya di jalan Pegirian. Pesantren yang masih dalam lingkup kawasan religi Sunan Ampel ini lebih akrab dengan sebutan Pondok Kebon Dalem.
Secara data historis, tidak diketahui pasti kapan Kiai Ahyad menginjakkan kaki di Surabaya yang selanjutnya mendirikan pesantren di Kebon Dalem. “Namun, dari keterangan yang dapat dipegang, semasa Kiai Ahmad Dahlan Ahyad, putra keempat Kiai Ahyad selaku penerus estafet kepemimpinan pesantren, masih kecil Pondok Kebon Dalem telah berdiri. Kiai Dahlan sendiri dilahirkan pada 23 November 1885,” tegasnya.
Di sana dahulu banyak bermukin suku dan etnis yang melebur menjadi satu. Tanah-tanah di masa colonial hukumnya masih berat sebelah, karena banyaknya suku etnis yang bermukim di kawasan tersebut sehingga lambat laun warga Eropa berpindah ke arah timur.
“Jadi mereka warga Eropa akhirnya kedesak pindah di sisi timur, yakni di Pegirian dan dekat Kebon Dalem,” katanya.
Lanjut Chrisyandi, warga Eropa juga berpindah ke kawasan Kapasan, dan Simolawang hingga Kebon Dalem. Karena semakin banyaknya pendatang dari bangsa Arab, sehingga kampung-kampung di sana terkelompokkan. “Kalau melihat dari kampung di sana, ada kampung Arab karena mereka awalnya menyiarkan agama Islam, dan juga berdagang lambat lain bermukin di situ,” terangnya.
Seiring berubahnya zaman, juga ada kawasan Melayu yang menjadi strategis bagi para pedagang dan akhirnya dijadikan tempat untuk bermukim.
Sumber: Radar Surabaya, 28 April 2021