“Museum”-nya Sejarah Perjuangan sang Ratu Aceh

2 Maret 2024. Hal.19

Destinasi yang satu ini terbilang komplet. Sebab, selain menawarkan wisata edukasi tentang perjuangan para tokoh dan rakyat Serambi Makkah, juga menyajikan begitu majunya peradaban Nusantara di masa itu.

MEMANDANG rumah Cut Nyak Dien yang terletak di Desa Lampisang itu seakan menunjukkan bagaimana kuatnya ketokohan sang pahlawan nasional. Sebuah panggung beratap rumbia dan disangga oleh 65 tiang kayu ulin.

Rumah itu didominasi warna hitam yang dipadu dekorasi khas Aceh yang artistik. Sajian tersebut seakan menunjukkan sebuah harmoni tentang karakter Cut Nyak Dien yang dikenal berani, tegar, tapi peduli pada keindahan.

Rumah seluas 25 meter x 17 meter itu memiliki lima ruangan. Salah satunya adalah ruang tamu di bagian depan bangunan. Di ruangan tersebut, pengunjung bakal disuguhi foto-foto bersejarah tentang sosok Cut Nyak Dien, sang suami Teuku Umar, serta tokoh-tokoh dan para pejuang Aceh. Foto-foto itu terpasang rapi di sepanjang dinding.

Di sudut lainnya, traveler juga bisa menyaksikan sebuah sumur di bagian pojok luar rumah. Hingga kini air sumur itu masih melimpah ruah. Tak sedikit pengunjung yang meminumnya. Selain untuk melepas dahaga, juga menapaktilasi perjuangan Cut Nyak Dien dan para pengikutnya. “Banyak yang minum dan menyegarkan diri dengan air sumur ini. Asli dibangun Cut Nyak Dien,” kata Asiah, juru pelihara (jupel) rumah Cut Nyak Dien.

Sejumlah sudut ruangan itu juga dijadikan tempat penyimpanan aneka benda pusaka. Yang cukup banyak adalah aneka senjata khas Aceh yang dipakai untuk melawan penjajah Belanda. Mulai parang singrong, parang cot lamtreng, parang ladieng, hingga tombak.

Selain itu, pengunjung juga bisa menyaksikan ragam benda-benda peninggalan Cut Nyak Dien lainnya. Salah satunya adalah perabot yang terbuat dari keramik. Seluruh benda tersebut seakan menjadi bukti bagaimana majunya peradaban masyarakat Aceh di masa itu. Sebenarnya, rumah megah itu sempat tak berbentuk akibat dibakar penjajah Belanda pada 1896 silam. Berdasar sejarah, pembakaran tersebut mereka lakukan akibat gagal menangkap Cut Nyak Dien.

Barulah pada 1987 rumah tersebut dipugar berdasar sisa-sisa fondasi yang masih terlihat.

Dari pemugaran itulah, akhirnya ditemukan berbagai batang simpanan Cut Nyak Dien. Dari hasil kajian para peneliti, diperkirakan sang Ratu Aceh sengaja mengubur berbagai barang tersebut. “Agar tidak diambil Belanda. Sebab, saat itu Cut Nyak Dien dalam pelarian,” kata perempuan yang sudah menjaga rumah Cut Nyak Dien selama 18 tahun tersebut. (idr/c6/ris)

Foto Ikonik Itu Ada Pengkhianatnya

SALAH satu spot jujukan wisatawan yang singgah di rumah Cut Nyak Dien adalah deretan foto-foto tentang sang ratu Aceh, pata tokoh pejuang lain, hingga rakyat Serambi Makkah yang tengah melawan penjajah.

Salah satunya adalah potret Teuku Umar, suami Cut Nyak Dien, yang sedang berpose bareng sejumlah tentara kompeni. Foto mengisahkan siasat Teuku Umar yang berpura-pura bekerja sama dengan Belanda.

Ada pula foto Cut Nyak Dien bersama empat orang lainnya berbaju khas Aceh. Dia duduk di tengah, wajahnya meringis kesakitan. “Ini saat Cut Nyak Dien sedang sakit dan dipaksa berfoto oleh kompeni,” paparnya.

Pemaksaan itu dilakukan karena Belanda selama itu tidak pernah mengetahui bagaimana wajah dari Cut Nyak Dien. Sebab, Cut Nyak Dien selalu bercadar dalam berbagai pertempuran. “Foto diambil di Sumedang, tempat pengasingan sekaligus persemayaman beliau,” urainya.

Foto itu juga disebut-sebut sebagai salah satu yang paling ikonik. Sebab, potret tersebut juga menampakkan wajah seorang pengkhianat yang membuat Cut Nyak Dien akhirnya tertangkap Belanda. Dia adalah Pang Laot Ali, laki-laki yang duduk di sebelah kiri ratu Aceh.

Berdasar sejarah, Pang Laot sengaja berkhianat karena iba dengan penderitaan sang ratu akibat sakit sang ratu. Namun, Cut Nyak Dien murka dan berteriak. “Pengkhianat busuk. Lebih baik kasihani aku dengan menikam daku mati,” ujar Asihan menirukan teriakan ratu Aceh kepada Pang Laot.

Namun, seluruh foto yang ada di rumah Cut Nyak Dien hanyalah duplikat. Sebab, foto aslinya berada di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. “Ini ibaratnya foto kopi saja,” ungkapnya. (idr/c17/ris)

 

sumber: Jawa Pos