Merawat Budaya Dayak di Jembatan.Kompas.19-Mei-2015.Hal.16

Kolong jembatan sungkahayan yang kumuh dengan sampah pedagang buah dan dindingnya penuh coretan vandalisme, kini bersih dan cerah. Lukisan dinding pemuda suku Dayak yang gagah berlatar naga atau dikenal dengan tambun dan pemudi suku Dayak menghiasi kolong jembatan yang jadi ikon kota palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Oleh Megandika Wicaksono

 

Lukisan berjudul “tari dadas” dan “kasiak tambun” karya Februarison Lampang S Tandang (45) pada dinding penyangga berukuran 3,5 meter x 11 meter itu pun sering dijadikan latar belakang foto mereka yang telah datang berkunjung. Jembatan sungai Kahayan sepanjang 645,5 meter itu diresmikan presiden Megawati Soekarnoputri pada 13 Januari 2002. Jembatan ini menghubungkan kota Palangkaraya dengan Kabupaten Gunung Mas, Barito Utara, Barito Timur, Barito Selatan dan Murung Raya, Kalimantan Tengah. Sungai kahayalan adalah salah satu dari sebelas sungai besar di Kalimantan Tengah. Panjang sungai ini sekitar 600 kilometer dengan lebar rata-rata 450 meter dan kedalaman 7 meter.

Lampang mengisahkan, awalnya lukisan-lukisannya menjadi hiasan kalender instansi pemerintahan. Kemudian, dinas pekerjaan umum provinsi Kalimantan Tengah tertarik membuat lukisan itu di kolong jembatan sambil melakukan perawatan rutin. Lampang yang bekerja sebagai pegawai Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Palangkaraya pun menerima tawaran untuk mempercantik kolong jembatan itu. Lukisan dinding “kasiak tambun” melambangkan kegagalan pemuda suku Dayak seperti seekor naga. Kasiak berarti ganas dan tambun berarti naga. Pemuda itu bersenjatakan Mandau dan telawang atau perisai khas suku Dayak. Di sampingnya, dalam lukisan berjudul “Tari Dadas” oleh seorang pemudi berbusana merah. Tarian ini zaman dulu bisa diperagakan sebagai tarian ritual penyembuhan orang sakit. Namun, saat ini Tari Dadas biasa digunakan sebagai tari penyambutan tamu.

“Lukisan itu melambangkan keseimbangan antara sisi maskulin dan feminism yang saling melengkapi. Sifat maskulin yang gagah berani itu melindungi dan Tari Dadas juga melambangkan keterbukaan suku Dayak kepada para pendatang,” kata Lampang, Selasa (5/5). Selain kedua lukisan itu, pada sisi kanan dan kiri dinsing jalan yang berukuran panjang 50 meter menuju jembatan Kahayan juga dibuat motif Tambun Bungai, yaitu lambing penguasa alam atas dan alam bawah dunia. Motif tambun atau naga yang meliuk-liuk sebagai penguasa alam bawah. Namun, pada bagian kepala burung tingang atau enggang.burung ini disakralkan oleh suku dayak karena melambangkan penguasa alam atas.

Lampang menggunakan lima ba sebagai warna, yaitu baputi (putih), bahandang (merah), bahenda (kuning), bahijau (hijau), dan babilem (hitam) yang menjadi simbol warna Kalimantan Tengah. “Putih bermakna suci, merah berani, kuning kejayaan atau keemasan, hijau kemakmuran atau kesuburan, dan hitam bermakna kekuatan atau karisma,” kata suami dari Ira Katarina (46) itu. Lampang menyelesaikan lukisan-lukisan selama sebulan, sejak 21 Maret hingga 21 April 2015. Dia bersama tujuh pelukis di Palangkaraya melukis di luar jam kantor, yaitu pada sore hingga subuh. Khusus lukisan “Kasiak Tambun” dan “Tari Dadas”, lampang menggarapnya sendiri selama 5 hari. Ketujuh rekannya, yaitu Tria, Liktarson, Juli Satrio, Sevena A, Farn, Tengang, dan Aca membantu menyelesaikan lukisan motif Tambun Bungai dan Telawang.

 

Ekspresi Jiwa

Lampang memiliki bakat melukis sejak kecil. Saat di taman kanak-kanak, ia menjuarai perlobaan lukis. Bakatnya terus berkembang dan menjuarai lebih dari 26 perlombaan hingga di SMAN 3 Palangkaraya. Pada 1989, Lampang melanjutkan studi di Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Lampang mengatakan, lukisannya merupakan campuran antara realis, ekspresif, abstrak dan surealis. Namun, tema yang menjadi minatnya adalah kebudayaan suku Dayak,mulai dari motif, tari-tarian, senjata, hingga simbol-simbol lintas agama.

Bagi saya, melukis adalah ekspresi jiwa. Jiwa tumbuh dan berkembang tidak lepas dari agama dan budaya tempat saya dilahirkan. Itu akan tetap ada sampai kapan pun dan mengalir begitu saja saat melukis, “kata ayah dari Rafael Rakapela (6). Selain di kolong jembatan Kahayan, ornament dan lukisan motif suku Dayak karya Lampang juga ada di Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Kantor Gubernur Kalimantan Tengah dan gedung pertemuan Palampang Tarung Kota Palangkaraya. Lampang menggarap ornamen dan lukisan itu sekitar 1995-1998 saat bekerja sebagai konsultan perencanaan di PT Betang Asri dan PT Buana Asri.

Lampang pernah membuka kursus melukis pada 2002-2009 di rumahnya di Palangkaraya dengan nama Kahalap (keindahan). Lebih dari 100 anak pernah menjadi muridnya. Sanggar lukisannya berhenti karena Lampang memilih membesarkan anak semata wayangnya yang telah 12 tahun dinantikan kehadirannya. Meski demikian, Lampang tetap melukis. Sebulan, rata-rata empat lukisan dihasilkan. Saat ini lebih dari 300 lukisan selesai di garap. Kendati rekan-rekannya pelukis sempat mengejek Lampang sebagai “pelukis yang ber-NIP (nomor induk pegawai)” karena menjadi aparatur sipil Negara, Lampang tetap aktif mengikuti pameran. Saat ini, Lampang menjabat sebagai Ketua Komunitas Perupa Kalimantan wilayah Kalimantan Tengah.

Lampang mengharapkan, tradisi dan seni budaya suku Dayak bisa tetap lestari dan dikenal. Ia berharap lukisan di bawah jembatan itu tidak di rusak. “Motif dan lukisan suku Dayak itu juga di harapkan bisa menjadi identitas kota Palangkaraya,”katanya.

 

Februarison Lampang S Tandang

Lahir                      : Tumbang Rahuyan, Gunung Mas, Kalteng 12 Februari 1970

Pendidikan         : SMA N 3 Palangkaraya dan Fakultas Seni Rupa, ISI Yogyakarta (1989-1994)

Istri                        : Ira Katarina (46)

Anak                      : Rafael Rakapela (6)

Pekerjaan           : Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Teknis Seni di Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Palangkaraya

Pameran              :

  • Pameran Dies Natalis ISI Yogyakarta
  • Pameran Seni Rupa Nusantara I di Jakarta, Tahun 2000
  • Pameran tunggal Seni Rupa 2002 di Palangkaraya
  • Pameran seni rupa di Museum Affandi Yogyakarta
  • Pameran tunggal di Museum Belanga Palangkaraya, tahun 2006
  • Pameran seni rupa 2008,2009,2010 di palangkaraya
  • Pameran seni lukis perupa Kalimantan dan Yogyakarta di Martapura, Kalimantan Selatan

 

Kegiatan lain      :

  • Membuat perahu Tingang di Festival Auckland New Zealand tahun 2005
  • Merancang logo kabupaten katingang, Kalteng

Kompas, Selasa, 19 Mei 2015

Halaman 16

Uc-Lib-Collect