Pariwisata dan Ikhtiar Menjaga Perdamaian. Kontan. 29 Agustus 2024. Hal.15
Pariwisata dan Ikhtiar Menjaga Perdamaian
29 Agustus 2024. Hal. 15
Perayaan Hari Pariwisata Sedunia (World Tourism Day) pada 27 September 2024 mengangkat tema “Tourism and Peace”. Tema yang ditetapkan lembaga pariwisata dunia, UN Tourism, mengingatkan pada deklarasi Konferensi Internasional Kepariwisataan di Manila, Filipina pada 1980 yang berbunyi “pariwisata dapat dijadikan elemen penting untuk perdamaian dunia” kemudian diikuti oleh Conference Tourism – A Vital Force for Peace di Vancouver, Kanada, pada 1988.
Pariwisata diharapkan menjadi media untuk membangun kesepahaman antarbangsa, melalui human interaction, perjumpaan antarbangsa dan budaya, saling menghormati antara tuan rumah (host) dan pengunjung (guest). Perjumpaan ini mewujudkan kerinduan umat manusia yang paling dalam, menemukan kebahagiaan dalam perbedaan yang memperkaya dan harmonis.
Mengunjungi Indonesia
Upaya masyarakat internasional yang dengan niat baik ingin mengenal dan kemudian mengunjungi Indonesia dapat dilacak sejak awal abad 20. Pertama, Achmad Sunjayadi dalam disertasinya yang dibukukan dengan judul Pariwisata di Hindia-Belanda (1891-1942) (Kepustakaan Populer Gramedia, 2019) menyatakan, sejarah pariwisata di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan pemerintah Hindia-Belanda dan VTV, sebuah organisasi pariwisata yang berdiri di awal abad ke-20 dengan mendirikan Vereeniging Toeristenverkeer (VTV), sebuah organisasi pariwisata di Batavia, pada 13 April 1908. VTV berfungsi hingga 1942 dengan tugas utama mempromosikan, memberikan informasi dan membuat reklame pariwisata khususnya di Jawa dan kemudian disebarkan di dalam dan luar negeri.
Lebih lanjut Sunjayadi menuliskan, VTV memiliki perwakilan di Amerika Serikat, khususnya di New York, San Francisco, Honolulu, Hawaii. Antusiasme warga Amerika Serikat terhadap Indonesia (saat itu bernama Hindia-Belanda) juga tampak pada pembuatan film-film dokumenter dari beberapa perusahaan film. Di antaranya Burton Holmes Travel Talks dan melakukan perjalanan ke Jawa dan Bali pada 1918, hingga Pathé Frères juga memproduksi film dokumenter mengenai keindahan duduk dan situasi di Hindia-Belanda. Kemudian Newman Travel Talks dari perusahaan film yang pada 1924 melakukan perjalanan ke Jawa, terutama di Surakarta dan Yogyakarta, serta Bali dan Padang, untuk misi pembagian gambar. VTV menyatakan, film-film dokumenter tersebut menjadi media promosi pariwisata Hindia-Belanda.
Kedua, antropolog Miguel Covarrubias memopulerkan Bali pertama kali dalam buku Island of Bali tahun 1937 yang menggambarkan keindahan alam dan budaya Bali. Buku ini mendorong perjalanan masyarakat dunia ke Bali untuk mengalami perjumpaan dengan budaya Bali dan memberi apresiasi. Tak sedikit dari pengunjung berlatar belakang seniman dan pelukis dunia yang dengan niat baik untuk menggali inspirasi dan mendapatkan kebaikan di Tanah Dewata.
Mendiang Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy mengatakan, perjalanan wisata menjadikan satu kekuatan besar dalam perdamaian dan memahami masing-masing dari kita. Sebagai manusia yang hidup berpindah-pindah di dunia dan belajar untuk mengenal orang lain, agar bisa mengerti kebiasaan satu dengan lainnya dan saling memperkaya serta tidak ada rasa saling melukai, kita bisa melestarikan keragaman kualitas dari budaya yang ada dan memperbaiki kehidupan keseharian. Kita sedang membangun saling pengertian internasional yang dapat dengan cepat memperbaiki suasana perdamaian dunia (Kennedy, 1963).
Kesejahteraan bersama
Perdamaian menciptakan rasa aman yang memungkinkan setiap warga negara bekerja sama untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan rasa aman itu, seluruh warga negara dapat menjalin relasi tanpa rasa terancam, tertekan atau dikucilkan. Berpergian menjadi ucapan syukur atas suasana perdamaian dan meningkatkan pentingnya senantiasa berkontribusi pada lestarinya perdamaian yang memungkinkan perjumpaan antarumat manusia, interaksi langsung dalam nuansa saling belajar, saling mengagumi dan saling menghormati. Hanya dengan perjumpaan dan interaksi itulah, perdamaian menjadi sangat bernilai.
Dalam skala domestik, pembelajaran atas suku-budaya dan religinitas antarbangsa Indonesia mengandalkan perjalanan wisata wisatawan domestik dari satu kota ke kota lain, dari satu budaya ke budaya yang lain, dan dari satu kepulauan ke kepulauan yang lain.
Akses transportasi dan paket wisata inbound berperan penting dalam “peziarahan” kebudayaan atas wawasan Nusantara ini. Contoh wisata religi yang sering dilakukan wisatawan domestik adalah ziarah yang kerap dilustrasikan perlunya adalah wisata religi, dalam ranah ini wisata religi umat Islam, dalam batasan tertentu, dapat dikunjungi oleh wisatawan non-Muslim. Pun halnya, wisata ziarah dan sejarah keberimanan Hindu, Budha, Protestan dan Katolik, juga dapat diakses oleh wisatawan lintas agama.
Pola ini berkembang di Bali. Wisatawan non-Hindu dapat mengambil air suci di suatu Pura atau sumber mata air yang menjadi tujuan wisata. Tentu, itu dilakukan dengan batas-batas tertentu. Demikian pula Yadnya Kasada, ritual keberimanan Hindu di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, dapat diadakan oleh wisatawan non-Hindu.
Perjumpaan antar umat beragama juga terjadi di lokasi ziarah Gua Maria. Pengunjung objek wisata ziarah Katolik juga datang dari peziarah non-Katolik. Hal tersebut senada dengan kesepakatan para pimpinan dan pengurus tempat dan pusat ziarah se-Asia dalam pertemuan di Uijeongbu (30 kilometer Utara Seoul, Korea Selatan), pada 21-23 November 2005.
Pertemuan yang dihadiri oleh para peserta dari 14 negara di Asia dan Vatikan, memutuskan untuk menggunakan pusat-pusat peziarahan sebagai lokasi untuk melakukan evangelisasi, mempromosikan budaya kehidupan dan melakukan dialog dengan agama-agama lain.
(www.mirifica.net, 02/12/05).
Pariwisata mendidik upaya manusia untuk mensyukuri anugerah kehidupan, perdamaian dan kebersamaan. Rasa syukur atas perdamaian dunia dapat dinikmati melalui rekreasi.
Selamat Hari Pariwisata Sedunia 2024.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!