Pemuda asal Garut, Jawa Barat, yang semula pekerja bangunan itu kini dikenal sebagai pembuat alat music dari bambu. Pekerjaan itu dijalani sejak tiga tahun lalu. Satu karyanya yang baru selesai dibuat dua bulan lalu adalah selo. Ini menjadi selo pertama di Indonesia dan bisa di dunia, yang dibuat dari bambu.
Budi (28) anak kedua dari enam bersaudara pasangan Ade Sa’i dan Ellis Nurhayati asal Desa Sanding. Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. Dia menjadi pemuda Garut pertama yang mampu membuat alat music dari bambu. Seperti diketahui, sebagian orang Garut dari kelompok akar rumput lebih dikenal sebagai perantau dengan profesi tukang cukur, tukang sol sepatu, dan pekerja bangunan.
“Ya kaget juga, sebagai anak muda lulusan SD yang sebelumnya bekerja memoles tembok sebelum di cat. Tiba-tiba dilatih untuk membuat alat music. Bahannya dari bambu lagi, bukan dari kayu,” kata Budi menuturkan pengalaman awal bergabung di Lembaga Pendidikan Seni Nusantara (LPSN) Jakarta tiga tahun lalu. LPSN yang di pimpin Endo Suanda (68), elnomusikolog Universitas Washington, itu pindah ke Jalan Semeru, Gang Masjid 0, Kota Bogor.
Menurut Budi, dia tidak menyangka kalau dilatih untuk menjadi pembuat peralatan musikn dari bambu di bengkel kerja LPSN, “Saya kira bekerja sebagai Office boy. Enggak taunya dilatih menjadi pembuat (alat) musik dari bambu. Padahal, saya tidak mengerti sama sekali tentang musik, termasuk memainkannya.” Kata Budi yang gemar sepak bola.
Akan tetapi, Budi tidak menolak ketika akan dilatih Endo, justru dia merasa tertantang. “Pembuatan alat music dari bambu perlu ketekukan., keuletan, kesabaran, dan ketelitian. Mulai dari memilih bambu sampai memproses menjadi alat music sesuai yang akan dibuat.” Kata Budi yang pernah bekerja sebagai pemoles tembok bagian luar apartemen.
Ganti Pekerjaan
Sekarang, pekerjaan dengan menggunakan gondola bersama teman-temannya itu tak lagi dia jalani, ia beralih profesi sebagai pembuat alat music bambu. Sebuah pekerjaan yang semata yang tidak lagi semata mengandalkan otot dan nyali, tetapi kesabaran, ketelitian, ketekunan, dan kecermatan. Dalam bimbingan Endo, dia harus melahap buku-buku berbahasa Inggris. Tentu saja, buku-buku itu tidak dibaca karena ia tidak mengerti bahasanya. Namun, budi tidak kesulitan, karena gambar dan ukuran detail tentang pembuatan alat musik itu tercantum jelas, angka data di gambar itu dicermati lalu diterapkan dalam pekerjaan membuat berbagai alat music.
Budi mengaku, berkat bimbingan Endo, dalam waktu setahun dia bisa membuat alat musik etnik dari bambu. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan alat music lainnya yang standar, seperti ukulele, gitar, cak, biola, cuk dan cello.
“Pembuatan cello, tingkat kesulitannya cukup tinggi, terutama dalam membuat bagian tubuh sampingnya yang melengkung itu. Dalam waktu dua bulan cello itu selesai saya kerjakan. Kalau gitar perlu waktu tiga minggu, sedangkan alat music yang kecil-kecil, seperti biola, cak cuk, dan ukulele hanya membutuhkan waktu kurang dari dua minggu,” kta Budi.
Untuk membuat alat music ini, Budi sering menggunakan bambu betung, sebelum dipakai. Bambu ini dikeringkan selama 18 bulan. Kemudian dipotong-potong dengan lebar 3 cm-4cm dan panjang sekitar 50 cm dengan ketebalan 3,5 mm-4 mm.
Bilah bambu yang sudah dipotong-potong itu kemudian dilem dan dibentuk sesuai ukuran bagian papan atas, bawah, samping dan bagian leher alat music yang akan dibuat. Setelah jadi, baru dilakukan tes suara.
HASIL RISET
Pembuatan alat music dari bambu ini merupakan hasil riset Endo bertahun-tahun. Hasil iset itulah yang kemudian diberikan secara bertahap kepada teknisinya, Budi, selama setahun dilatih, Budi mampu mebuat alat music dari bambu.
“Keberhasilan Budi mantan pekerja bangunan itu, membuktikan bahwa siapapun kalau dilatih dengan baik dengan bahan ajaran yang benar, dan dia mau belajar dengan tekun pasti berhasil. Hal sama juga dilakukan Pariyanto seorang guru di Solo, peserta pelatihan LPSN yang berhasil membuat siter, dan dibeli dalang Ki Purbo Asmoro,” kata Endo yang juga pendiri dan Direktur LPSN.
Endo mengatakan, program pengembangan alat musik bambu LPSN dirintis sejak 2003, setahun kemudian LPSN berdiri. Mulai 2009, LPSN melakukan riset dan eksperimen pembuatan alat music yang lebih professional dengan menggunakan bahan bambu. “Bambu kami pilih karena Indonesia merupakan salah satu negara terkaya didunia yang memiliki banyak varietas bambu. Tetapi, kita belum cukup mengekplorasi seberapa jauh bambu untuk menjadi alat music selain yang tradisional, seperti angklung dang suling.” Kata Endo seraya menambahkan LPSN membuat bengkel alat musik untuk mengembangkan kemampuan teknis penggarapannya.
Sejumlah alat musik, seperti cello, cak, biola, cuk, dan gitar bambu produksi LPSN dengan bentuk standar, sejauh pengetahuan Endo, belum ada yang membuat. Alat music dari bambu produk LPSN, menurut Endo, telah dimainkan para musisi professional, seperti Slamet Gundono, Gondrong Gunarto, Toto Tewel, dan Mamat Rahmat dibeberapa penggelaran.
“Para musisi tersebut mengakui ke khasan kualitas kualitas bunyi alat bambu LPSN dan nyamandimainkan. Hanya perlu riset tentang keawetannya, tahan lama, dan kuat tidak konstruksinya. Selama ini, gitar pertama dengan usia dua tahun masih bagus keadannya.” Kata Endo.
Hari ini, Rabu (4/3) peralatan music bambu buatan LPSN yang dipersiapkan sejak Mei 2014 akan digunakan untuk pergelaran keroncong yang dipermainkan Grup Keroncong Jempol Jentik di Bandung., Jawa Barat. Pergelaran keroncong ini dengan tajuk “Revolusi Musik Bambu II Keroncong Dalam Kreativitas Tak Terbatas”
SUMBER : KOMPAS, RABU 4 MARET 2015