Corfi Carnus Magnus Penerus Tradisi Gerabah Leluhur

Penerus Tradisi Gerabah Leluhur.Kompas.11 Februari 2016.Hal.16

Sebuah rumah gubuk dari bamboo dibangun persis di pinggang bukit Desa Wolokoli,Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka,Nusa Tenggara Timur.Di sampin rumah berukuran 5 meter x 7 meter itu terdapat lubang berdiameter 2 meter menyerupai goa.Dari”goa” itu,tanah berwarna merah bercampur pasir karang terus di gerus oleh Corfi Carnus Magnus (41) untuk bahan baku gerabah.

OLEH KORNELIS KEWA AMA

Tradisi pembuatan gerabah di desa itu sudah berlangsung ratusan tahun.Namun kini tinggal Manyus , demikian sapaan Magnus , yang meneruskan warisan leluhur itu.Dengan segala keterbatasan nya , dia mempertahankan tat acara membuat periuk tanah sejak usia 19 tahun .

 

Ketika ditemui di Desa Wolokoli 50 Kilometer arah selatan Maumere,akhir Januari lalu ,Manyus tengah merapikan sebuah periuk tanah di teras rumah itu.Puluhan periuk tanah dan keramik yang sudah jadi dipajang  di sebuah rak di samping kanan teras.Hasil karya Manyus tidak lama tersimpan di rumah itu. Sebagian lagi Manyus kirim ke alamat pemesan.

 

Pada tahun 1920 hingga 1980-an , gerabah Wolokoli begitu digemari di daratan Flores Karena hanya warga dari desa tersebut yang membuat gerabah. Gerabah saat itu sangat popular di kalangan masyarakat terutama untuk perabotan memasak,mengambil air disungai,dan tempat obat tradisional.

 

Saat itu , perkakas dapur hasil industri belum merambah di wilayah Flores .Semua pasar tradisional di Sikka,Ende, dan Flores Timur dipadati gerabah asal Wolokoli .Sistem dagang gerabah waktu itu sebagian besar dengan cara berter.Gerabah di tukar dengan garam,ikan,sabun,pakaian,pisau,atau parang.

 

Namun pamor gerabah perlahan turun di kalangan masyarakat Sikka ketika panci,ember,cerek,dan gelas  keluaran industri(pabrik)merambah Sikka.Itu terjadi tahun 1990-an.Sejak saat itu, kegiatan membuat gerabah di Desa Wolokoli pun ikut surut dan di tinggalkan perajin.

Menekuni gerabah

          Manyus tidak ingin keterampilan membuat gerabah yang diturunkan pada leluhur akhirnya hilang begitu saja. Ia bertekad menguasai pembuatan gerabah Wolokoli sekaligus menyelamatkannya dari kepunahan . Ia pun memutuskan ikut pelatihan membuat gerabah.

 

“Awal 1996, saya mengikuti pelatihan pembuatan periuk atau gerabah dari tanah liat di Yogyakarta dengan modal sendiri.Saya belajar di pusat kerajinan gerabah milik Pak Mudjiono di Bantul . Setelah tiga bulan mengikuti pembelajaran di sana,saya pulang ke Maumere,”tutur Manyus.

 

Manyus ingin meneruskan pengetahuan itu kepada masyarakt Desa Wolokoli,Ia membentuk satu kelompok usaha gerabah dengan nama Gerabah Leluhur,beranggotakan 20 orang,sebagian besar kaum ibu,Namun kelompok ini hanya bertahan 6 bulan.Mereka beralasan tidak mendapatkan uang langsung dari periuk .Padahal,para iburumah tangga itu butuh uang untuk membeli susu anak dan belanja kebutuhan rumah tangga.

 

Kegiatan membuat gerabah hanya berlangsung selama musim kemarau.Mei-Agustus,sedangkan September-April warga setempat fokus pada pertanian lahan kering .Desa ini berada sekitar 800 meter dari permukaan laut.Pekerjaan utama adalah bertani di samping kerajinan membuat gerabah dari tanah liat .

 

Manyus tidak patah semangat .Ia bekerja sendirian .Belakangan,lima pemuda dari desa ikut bergabung.Namun,mereka hanya terlibat pada pagi,sore,dan hari libur .Siang hari mereka harus ke ladang sehingga  mereka tidak berkembang dalam usaha kerajinan ini .Akhirnya mereka tidak tahan juga dan memutuskan untuk berhenti.

 

Lelaki lajang itu tetap menghargai kemauan para pemuda tersebut . Paling penting , mereka ingin belajar dan memahami membuat gerabah dari tanah liat .Ia berharap,suatu saat mereka bisa meneruskan keterampilan itu kepada anak-anak.

 

Manyus memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk kegiatan membuat gerabah dari tanah liat.Satu hari ia seorang diri bisa menghasilkan 20 gerabah atau periuk berkapasitas 2 liter air . Tanah liat itu di campur cadas, tanah putih dengan perbandingan dua ember tanah liat dicampur satu ember tanah cadas serta setengah gelas serbuk besi .Campuran serbuk besi ini di satu ember tanah cadas serta setengah gelas serbuk besi .Campuran serbuk besi ini diyakini membuat periuk lebih kuat di banding hanya tanah dan cadas.

 

Untuk asbak rokok,ia bisa menghasilkan 50-60 asbak per hari , sementara gerabah sedang dengan ketinggian sekitar 60 sentimeter dan lebar tengah 30 sentimeter untuk vas bunga sebanyak lima buah per hari .Semua itu di kerjakan secara manual.

 

 

 

Setelah mancapai 50-70 vas bunga atau 200-500 asbak rokok.gerabah tanah liat itu segera dibakar untuk mendapatkan kualitas yang baik.Setelah itu gerabah langsung di kirm ke konsumen.

 

CORFI CARNUS MAGNUS

“Gerabah yang tersisa di rak ini sebagai contoh saja.Sebenarnya saya bisa menjual dan mempromosikan gerabah ini melalui media online,tetapi disini tidak ada jaringan listrik. Saya sendiri pun belum begitu paham cara mempromosikan produk mempromosikan produk melalui media online.Tetapi saya akan belajar supaya gerabah dari sini bisa di jual lebih jauh lagi,tidak hanya di Maumere atau NTT,” papar Manyus yang pernah diikutkan ke sejumlah pameran di Sikka ,Kupang,Denpasar dan Jakarta oleh Pemerintah Daerah Sikka.

 

Kini,Manyus sudah bisa merasakan hasil kerja kerasnya.Penjualan gerabah bisa ia gunakan untuk menambah modal usaha , mambantu adik-adiknya sekolah ,dan membangun rumah buat orangtuanya.

 

Manyus berencana membuka ruang pamer khusus gerabah di Maumere ,Ia yakin gerabah dari desanya akan tetap bertahan di tengah serbuan perabot buatan pabrik ,Buat Manyus ,perabotan buatan pabrik bukan pesaing gerabah Wolokoli yang sudah dikembangkan masyarakat sejak ratusan tahun silam.

 

“ Budaya itu tidak bisa dibuang begitu saja meski ada sesuatu yang di nilai jauh lebih baik dan bermanfaat bagi kehidupan,”ujar Manyus.

 

Tradisi maupun gerabah yang di wariskan nenek moyang Wolokoli adalah sebuah kearifan local . Gerabahnya sendiri menjadi ikon desa. Untuk memastikan keterampilan itu tetap lestari , Manyus manawarkan pelajaran membuat gerabah kepada anak-anak sekolah dasar di desanya. Namun, tawaran tersebut belum di sambut

 

 

UC LIB-COLLECT
KAMIS , 11 FEBRUARI 2016

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *