Arif Budisusilo

Dunia Usaha Kehilangan Sang Begawan

Rabu (27/11) pagi saya dapat kabar bahwa Pak Ciputra meninggal dunia. Founder dan Chairman Ciputra Group itu berpulang pada pukul 01.05 waktu Singapura, setelah dirawat karena sakit. Kabar itu sangat mengagetkan.

“Terima kasih banyak Pak Arif. Mohon maaf atas kesalahan Ayah saya.” Begitu kalimat pendek yang ditulis Rina Ciputra Sastrawinata, putri sulung mendiang Ir Ciputra, menjawab ucapan bela sungkawa melalui aplikasi pesan yang saya sampaikan.

Jenazah mendiang Ciputra tadi malam tiba di Tanah Air, dan langsung disemayamkan di Ciputra Artpreneur Center, Mega Kuningan. Menurut keterangan keluarga, jenazah akan dimakamkan pada Kamis (5/12) mendatang. “Kami sangat kehilangan sosok ayah, kakek, pimpinan yang menjadi suri teladan bagi keluarga dan keluarga besar dari Grup Ciputra, “kata Rina Ciputra dalam keterangan resmi yangdirilis kemudian.

Tentu saja tak hanya keluarga, banyak pihak juga merasa kehilangan.

Saya mengenang Pak Ci, begitu banyak orang biasa menyapa Ir Ciputra, bukan semata-mata sebagai pengusaha yang sukses.

Pak Ci dikenal lama sebagai Begawan Properti Indonesia. Pak Ci juga dijuluki sebagai Guru Entrepreneur, yang tak kenal lelah menebar virus entrepreneurship. Beliau juga dikenal sebagai tokoh filantropi, yang menopang dunia seni, olahraga dan pendidikan.

Tak cuma itu, Pak Ci yang menjadi penggemar dan kolektor lukisan Hendra Gunawan itu juga selalu menggabungkan cita rasa seni dalamsetiap karyanya.

Arsitek lulusan ITB pada 1960 itu menjadi maestro pengembang yang selalu menggabungkan cita rasa seni ke dalam aneka proyeknya, hingga pada akhirnya membangun proyek fenomenal Ciputra Artpreneur Center di Jakarta.

Kepiawaian Ciputra telah teruji di sektor properti, bahkan tahan banting saat krisis ekonomi 1997/1998 silam. Pak Ci berhasil merintis dan membesarkan tiga grup komporasi yaitu Grup Jaya, Grup Metropolitan, dan Grup Ciputra. Sejarah perjalanan bisnis Pak Ci sangat panjang untuk dikenang. Memulai dari proyek pasar Senen lalu Taman Impian Jaya Ancol, Ciputra menjadi pelopor bisnis properti di Indonesia.

Memulai dengan PT Pembangunan Jaya yang membangun Perumahan Bintaro, Pak Ci kemudian membentuk Metropolitan Grup bersama para koleganya, lalu berkolaborasi dengan Grup Salim membangun kawasan Pondok Indah. Setelah itu, Pak Ci bersama berkolaborasi dengan grup bisnis Sinar Mas membangun kota satelit Bumi Serpong Damai.

Pada 1980-an, Pak Ci lalu mendirikan Ciputra Group, dengan proyek pertama kawasan di Jakarta dan Tanggerang. Pada tahun 1998, saat berkecamuk krisis ekonomi, Grup Ciputra mengalami pukulan berat. Namun, berkat keyakinan, integritasa dan reputasinya sebagai entrepreneur sejati, bisnis Ciputra kembali bangkit beberapa tahun kemudian.

Yang pasti hingga hari ini, bisnis Ciputra telah begitu meluas, tidak hanya berkaitan denga properti tetapi juga berbagai sektor.

Grup Ciputra kini mengelola 13 bidang usaha, mulai dari pengembangan perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, apartemen, fasilitas rekreasi, pendidikan, kesehatan, agrikultur, telekomunikasi, pusat kesenian, perkebunan, media, telekomunikasi dan informasi digital.

Grup Ciputra juga telah mengembangkan lebih dari 130 proyek yang tersebar di 44 kota di Indonesia. Pak Ci bukan juga jago kandang, karena sukses pula membangun beberapa proyek di luar negeri seperti di Shenyang (China), Jiaxing (China), Hanoi (Vietnam), Kolkata (India), dan Phnom Penh (Kamboja).

***

Saya mendengar kabar pertama kali ihwal kepergian Pak Ci dari Lulu Terianto, Presiden Direktur PT Jurnalindo Aksara Grafika, penerbit harian Bisnis Indonesia.

Pak Ci adalah salah sat pemegang saham Bisnis Indonesia, dimana kami kerap kali mendapatkan wejangan beliau tentang seluk-beluk pengelolaan bisnis. Tentang Inovasi. Juga ihwal kewirausahaan.

Yang apaling kami ingat adalah soal “mengubah sampah dan rongsokan menajdi emas”, sebuah jargon entrepreneurship yang menjadi trademark Pak Ci. Jargon itu kemudian ‘diabadikan’ dalam terminolohi ‘The Ciputra Way’.

Hingga beberapa tahun terakhir, Pak Ci masih tetap rajin menghadiri rapat resmi perusahaan, termasu di Bisnis Indonesia. Bahkan, dalam kondisi fisik yangtak lagi prima.

Terakhir kami berkesempatan mendapatkan wejangan pada pertengahan 2018, saat rapat umum pemegang saham. Banyak kisah ispiratif yang beliau sampaikan. Masih dengan sepenuh-ketajaman sebagai seorang pengusaha sukses.

Bahkan, Pak Ci tidak hanya bicara bisnis konvensional, tetapi juga bisnis yang kini mendisrupsi banyak hal, yakni bisnis digital. Juga soal bagaimana bisnis media harus tetap relevan spaya tidak ketinggalan zaman.

Secara tegas Pak Ci juga berpesan: Bisnis jangan bikin televisi terestrial. “Saya sekarang hanya lihat Youtube, ”begitu katanya memberikan gambaran tentang perubahan perilaku penonton. Apalagi kaum milenial.

Di kediaman Pak Ci, memang terpampang beberapa televisi berlayar lebar. Beliau tidak melihat acara televisi , tetapi melihat kanal-kanal berita online dan kanal-kanal Youtube.

Di mata Pak Ci, bisnis saat ini sudah jauh berbeda, termasuk bisnis media. Hari ini siapa yang bisa menjadi trendsetter, tidak hanya akan survive tetapi juga meraih laba. “Kalau tidak menarik perhatian, akan ditinggalkan pembaca, “begitu kira-kira.

Sebagai pengusaha yang sukses membangun bisnisnya dengan jalan terjal dan merintis dari bawah, Pak Ci juga menaruh perhatian yang kuat terhadap kesenjangan sosial kaya dan miskin.

Menurut Pak Ci, ada setidaknya dua cara untuk mengatasi kesenjangan di Indonesia. Melatih para buruh agar produktivitasnya tinggi, dan pelatihan entrepreneurship dalam skala massive. Maka itu, dia mendirikan Ciputra Entrepreneur Center, dan Universitas Ciputra.

Sekadar ilustrasi, Pak Ci memahami aspirasi para buruh meminta gaji saban tahun. Namun, kenaikan gaji hanya bisa dipenuhi kalau produktivitas meningkat. Hal ini hanya bisa dilakukan jika para buruh dibekali dengan pelatihan yang cukup.

TKI di Taiwan dan Korea., yang memiliki keahlian yang memadai, penghasilannya empat kali lipat lebih besar dibandingkan dengan di Indonesia karena mereka dilatih terlebih dahulu dengan produktivitas berkali lipat.

Mestinya di Indonesia juga seperti itu. Kalau buruh di Indonesia bisa naik pengahasilannya hingga 4 kali lebih besar, maka kesenjangan akan bisa diatasi. Itu dasar pemikirannya.

Untuk para TKI di negara lain yang pada umumnya adalah asisten rumah tangga, Pak Ci juga memberi perhatian lebih. Mereka perlu dibekali dengan pelatihan entrepreneurship. Beberapa kali Ciputra Entrepreneur Center mengadakan para pelatihan pada para TKI di Hong Kong dan negara lain.

Menurut Pak Ci, pelatihan entrepreneurship itu penting, untuk bekal hidup kelak. Entrepreneur itu, bagi Pak Ci, adalah ilmu kehidupan. Untuk menjadi entrepreneur alias wirausahawan tak perlu punya bakat seperti penyanyi.

”Hanya perlu latihan. Kalau banyak entrepreneur akan menjadikan pribumi lebih sejahtera, ” begitu selalu pesannya di berbagai kesempatan.

Pak Ci juga begitu yakin, kemajuan pribumi bisa dibangun lewat pendidikan dan entrepreneurship. Pak Ci sendiri memiliki tujuh orang asisten rumah tangga di rumahnya, dimana 13 anak mereka disekolahkan dan semuanya menjadi sarjana.

Visi entrepreneurship itu juga selalu diharapkannya dari pemerintahan. Dalam sebuah kesempatan ngobrol di kediaman asrinya di Pondok Indah yang mirip galeri karena dipenuhi aneka lukisan, Pak Ciputra bahkan sempat “ngrasani” Pak Jokowi soal inovasi dan kreativitasnya yang sering diluar kebiasaan. Pak Ci bahkan menyebutkan Pak Jokowi sebagai Presiden Entrepreneur.

Pasalnya Pak Ci melihat Presiden Jokowi telah membuat inovasi dan kreasi baru di banyak bidang, termasuk soal kebut-kebutan di infrakstuktur dan pendekatan ‘Indonesia Sentris’ bukan cuma ‘Jawa Sentris’. Namun, satu hal yang barangkali belum kesampaian. Sampai berpulang, Pak Ci belum sempat menyaksikan pendidikan entrepreneurship menjadi program pemerintah yang berkelanjutan, agar negara ini maju dan terbebas dari kesenjangan.

***

 

 

Pak Ciputra yang bernama asli Tjie Tjin Hoan telah wafat dalam usia 88 tahun, Mendiang meninggalkan istri (Dian Sumeler), 4 anak (Rina Ciputra Sastrawinata, Junita Ciputra, Cakra Ciputra, dann Candra Ciputra), 4 menantu, 10 cucu, dan 7 cicit.

Pengusaha kelahiran Parigi, 24 Agustus 1931, itu adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara, yang terlahir dari keluarga seerhana.

Pak Ci mulai berjuang hidup mandiri sejak usia 12 tahun, setelah Sang Ayah ditangkap oleh tentara penjajah. Semasa hidupnya, Pak Ci dikenal sebagai sosok pekerja keras, sederhana, dan sangat entrepreneur. Kepada keluarganya, Pak Ci selalu berpesan untuk mengutamakan kejujuran dan integritas.

Prinsip itu diterapkan dalam menjalankan bisnis Grup Ciputra, yakni berdasarkan tiga pilar filosofi, yaitu Integritas, Profesionalisme, dan entrepreneurship.

Dengan sederet karya, yang terdisi dari 81 proyek residensial skala besar, 30 tower apartemen, 16 sekolah, 4 universitas, 14 hotel, 13 mal,, 12 perkantoran, 7 rumah sakit, 3 theme park, 3 vila, 2 pasar modem, dan 5 pergudangan. Pak Ci masih terus menyemangati para penerusnya untuk mewujudkan mimpi, mencapai yang lebih baik lagi. Pak Ci selalu menyebarkan semangatnya bahwa “My biggest project is my next project”. Harapannya adalaha memberikan peninggalan karya dan jejak prestasi yang baik untuk diteruskan oleh generasi mendatang.

Karena jasa-jasanya, semasa hidupnya Pak Ciputra telah menerima lebih dari 80 penghargaan dari berbagai institusi nasional dan internasional.

Pengusaha yang mendapatkan berbagai tanda penghargaan dari Presiden Republik Indonesia antara lain — Tanda Kehormatan Satyalencana dalam bidang Pembangunan KUD dan Pengusaha Kecil ­– itu kini telah tiada.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan sekaligus kepada doa kepada beliau dan keluarga,” begitu pesan dari CEO Grup Ciputra, Candra Ciputra.

Semoga legacy-nya bertumbuh kembang, melahirkan kian banyak entrepreneur baru sekelasnya di Indonesia.

Selamat jalan Pak Ci. Rest in Peace.

Sumber: Bisnis Indonesia. 28 November 2019. Hal. 1,4