Suwito Mulyadi, Pemilik Jaringan Rumah Duka Heaven Group
Tidak Hanya Penghormatan, tapi Perpisahan Elegan dan Penuh Makna
5 Oktober 2024. Hal.2
“Saya tahu kalau digetok saat pemakaman itu paling tidak enak. Masak keluarga sedang berduka dibuat lebih sedih lagi. Karena itu. konsep kami berbeda dari yang biasanya.”
MEMULAI bisnis dari mewarisi usaha toko peti mati ayahnya, Suwito Muliadi tahu benar bagaimana kerja industri rumah duka. Seperti bisnis jasa lain, klien harus mnejadi raja. Dan, pemilik usaha memang harus merendah.
Suwito bisa bertahan dan memperluas usahanya berkat inovasi. Salah satunya, perubahan cara pikir bahwa pemakaman harus dilakukan dengan rasa prihatin. Kepada para pemimpin perusahaa yang tergabung dalam organisasi CEO Jatim, dia membagikan pandangan dari pengalamannya.
Bukan Hanya Fokus Penghormatan Jenazah
Bisnis ruma duka tidak hanya fokus pada penghormatan. Tapi, bagaimana kita bisa menyediakan perpisahan yang indah, elegan, dan penuh makna. Memang, setiap perpisahan merupakan momen berat bagi keluarga. Tapi, perpisahan itu juga bisa menjadi perayaan kehidupan yang telah dijalani dengan penuh cinta dan kenangan.
Berawal dari “Sauna” Rumah Duka
Sebelum menjadi Heaven Group, usaha sang ayah sebenarnya toko peti mati. Saat itu harus mengantarkan peti mati sendiri. Dari sana, ada pikiran kasihan sekali untuk keluarga, sedang berduka kok malah disiksa dengan rumah duka atap seng yang panas. Jadi kayak sauna.
Seharusnya, keluarga yang berduka tidak mengalami lagi penderitaan disaat mereja kehilangan keluarga. Karena itu, layanan persemayaman seharusnya bisa lebih layak.
Tahan Emosi
Bisnis rumah duka terkadang lebih parah dibandingkan dengan bisnis servis lainnya. Kebanyakkan klien sedang dalam masa penuh emosional.
Kalau marah, biarkan saja. Selama kita berikan pelayanan terbaik, nanti pada akhirnya dia pasti minta maaf. Jadi, pelayanan jangan terganggu hanya karena klien mengeluh.
Rajin Riset
Jika ingin bisnis yang punya daya saing, harus banyak riset. Saat berlibur ke luar negeri, istri paling hafl. Soalnya pasti memperpanjang satu dua hari khusus untuk melihat pemakaman, rumah abu, atau jasa lainnya. Sudah ke Malaysia, Singapura, Tiongkok, AS, Hongkong, dan Taiwan, Dari negara-negara itu diambil sedikit-sedikit, lalu dijadikan satu.
Dulu harus ke SIngapura untuk belajar sistem yang baik. Sekarang pelaku bisnis rumah duka Singapura pun datang ke Grand Heaven untuk belajar.
Harus Ada Sisi Sosial
Bisnis rumah duka tetpap harus ada sisi sosialnya. Misalnya, kalu ada pemuka agama yang meninggal, kita layani tanpa biaya. Pada dasarnya, momen duka berat untuk semua orang.
Perlu Ubah Mindset
Klien Jakarta dan Surabaya berbeda. Mindset warga Surabaya masih merasa tak perlu untuk memberikan persemayaman yang elegan. Masih banyak urus sendiri. Beli peti di toko. Nah, image itu harus diubah.. Bahwa momen duka juga bisa dilalui dengan nyaman.
Di Grand Heaven ada ruang khusus jika memang rekan bisnis ingin diskusi. Jadi, semua aktivitas bisa tak terganggu meski dalam masa duka.
Kalau Tak Diajak Kolaborasi, Jalan Sendiri
Bisnis memang seharusnya dilakukan secara kolaboratif. Di zaman sekarang lebih baik menggandeng rekanan daripada menemukan pesaing. Tapi, hal itu tak seharusnya menghalangi bisnis maju. Kalau ada halangan yang membuat kita tak bisa kolaborasi, harus tetap jalan. Kalau kurang suatu layanan, ya buat layanan itu sendiri.
Jangan Getok Harga
Esensi bisnis memang cari untung. Namun, lebih penting mempertahankan image. Jadi, kami juga tak mau dibilang sebagai bisnis yang getok harga. Karena itu, Grand Heaven menyediakan paket-paket. Klien tinggal pilih sesuai kebutuhan.
Tidak hanya fokus pada penghormatan, tetapi bagaimana kita bisa menyediakan perpisahan yang indah, elegan, dan penuh makna. (bil/cl9/fal)