Terjebak dalam Ilusi: Dikendalikan Stigma Kecantikan?

stigma kecantikan

Media sosial kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari- hari. Apalagi platform- platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube telah mendominasi hampir setiap aspek sosial. Tidak hanya sebagai sarana untuk berinteraksi, berekspresi, ataupun mendapat hiburan, media sosial kini diakses hampir di seluruh dunia, menjadi sarana dalam penyebaran budaya populer atau tren global yang sedang berkembang. Salah satu budaya populer yang menarik perhatian saat ini adalah mengenai stigma kecantikan. Stigma kecantikan yang ada di media sosial, secara tidak langsung menjadi ruang dimana standar kecantikan ideal banyak ditentukan.

Menilai Stigma Kecantikan melalui Self-Discrepancy

Stigma dan standar kecantikan yang terbentuk, seolah menunjukkan bagaimana gambar diri yang ideal dan membuat perempuan kemudian berusaha untuk menjadikan dirinya sesuai dengan gambaran ideal tersebut. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori Self- Discrepancy. Teori ini menjelaskan bahwa setiap individu memiliki tiga domain diri yaitu bagaimana diri kita saat ini (actual self), bagaimana gambaran diri yang diinginkan (ideal self), dan bagaimana diri kita yang seharusnya (ought to self). Adanya kesenjangan yang terlalu jauh antara actual self dan ideal self  berdampak kepada kepercayaan dan mimpi. Juga dapat memberikan dampak negatif, seperti tingkat kebahagiaan, integrasi sosial, dan kesejahteraan emosional individu. 

Stigma kecantikan di media sosial memang mampu membawa para perempuan untuk lebih “merawat” diri agar terlihat lebih menarik. Namun, hal ini ternyata dapat menjadi boomerang bagi para perempuan. Ketidakmampuan perempuan dalam menyeimbangkan apa yang dianggap ideal dengan   kondisi   sekarang   seringkali memberikan dampak negatif. Survei dari BMI Research menunjukkan hanya 8 dari 19 perempuan Indonesia yang merasa puas dengan penampilan fisik dan wajah mereka. Ketidakpuasan ini mencerminkan bagaimana standar kecantikan dapat membentuk persepsi tentang kecantikan ideal yang sulit dicapai bagi banyak perempuan. Ketidakpuasan ini dapat memicu dampak negatif seperti depresi, kecemasan dan diet yang tidak sehat.

Strategi Menghadapi Stigma Kecantikan

1. Self-Compassion

Hal ini artinya memperlakukan diri dengan kebaikan dan penerimaan. Konsep ini penting untuk melawan stigma kecantikan yang tidak realistis, yang seringkali dipromosikan di media sosial. Setiap perempuan layak untuk mendapatkan cinta dan penerimaan, terlepas dari penampilan kita. Dengan mempraktekkan self- compassion, perempuan dapat lebih mudah menerima kekurangan dan keunikan diri tanpa merasa tertekan harus memenuhi standar kecantikan media sosial, serta memperkecil kesenjangan antara actual self dan ideal self. Salah satu langkah awal adalah dengan mengelilingi diri dengan pengaruh positif, seperti mengikuti akun- akun media sosial yang mendukung body positivity, membaca buku, dan kegiatan lain yang berfokus pada penerimaan dan pengembangan diri.

2. Membatasi Paparan Media yang Memperkuat Standar Kecantikan yang Tidak Realistis

Hal ini membantu mengurangi ketegangan antara actual self dan ideal self, yang sering kali dipicu oleh gambaran kecantikan yang tidak realistis di media sosial. Kita perlu belajar untuk bersyukur atas diri kita, serta melakukan hal-hal positif yang dapat mendukung penghargaan diri dan perayaan kualitas diri. Jika diperlukan, perempuan dapat mencari dukungan dari terapis atau konselor yang berfokus pada masalah ini. Dukungan tersebut dapat membantu mengatasi pikiran negatif tentang diri dan memberikan strategi efektif untuk memperbaiki body image secara positif.

3. Fokus pada Kesehatan dan Kesejahteraan dan Bukan Penampilan Fisik

Mengalihkan fokus dari penampilan fisik dan lebih menekankan pada kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan. Hal ini tidak hanya mengurangi ketegangan antara bagaimana kita melihat diri kita dan standar kecantikan yang ideal, namun fokus pada kesejahteraan diri akan membantu kita lebih menerima diri dan mengurangi perasaan tidak puas terhadap penampilan fisik. Karena, kecantikan sejati berasal dari dalam dan terpancar ketika kita merasa baik tentang diri kita sendiri.

Ditulis oleh:
Cindy Agnesia
Keshia Tjahjadi
Avirina Greselda
(Mahasiswa Fakultas Psikologi, Universitas Ciputra Surabaya)

Dibimbing oleh Dr. Ersa Lanang Sanjaya, S.Psi., M.Si.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra Surabaya