Kenali Stres pada Keluarga Anda Sejak Dini
Apakah Anda sering mengalami konflik dalam keluarga? atau Anda sering tidak kerasan ada di rumah karena lihat ayah dan ibu bertengkar terus? Atau Anda sebagai suami/istri yang sering merasa tidak dipahami oleh pasangan Anda?
Perbedaan Sudut Pandang
Ibu : “Aku sudah lelah seharian bekerja, tapi pulang ke rumah masih harus mengurus rumah dan membantu anak-anak belajar. Aku ingin memberikan yang terbaik tapi rasanya waktu dan energiku sudah habis. Kadang aku merasa gagal jadi orang tua dan pasangan yang baik karena sering marah dengan suami dan anakku.”
Ayah : “Aku bekerja keras untuk mencukupi semua kebutuhan keluarga tapi terkadang rasanya aku hanya dihargai sebagai penyedia uang. Aku ingin lebih dekat dengan anakku tapi dia sering sibuk dengan ponselnya dan terlihat tidak tertarik berkomunikasi denganku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk mengungkapkan kasih sayang dan perhatian untuk anakku.”
Anak : “Aku merasa ayah dan ibu terlalu sibuk dengan urusannya. Kalau aku bertanya sesuatu, mereka hanya menjawab dengan cepat dan bahkan terkesan ingin menyudahi pembicaraan karena mereka sedang lelah. Mereka hanya menyuruhku untuk rajin belajar dan patuh tanpa benar-benar memahami perasaanku. Aku ingin mereka tidak hanya menuntut tapi juga mau mendengarkan pendapatku.”
Perbedaan point of view (POV) antara ayah, ibu, dan anak seringkali menimbulkan konflik di dalam keluarga yang dapat berkembang menjadi stres dalam keluarga. Stres keluarga adalah tekanan yang muncul dalam keluarga akibat berbagai tuntutan dan perubahan yang terjadi. Stres tersebut dapat bersifat normatif atau suatu perubahan yang dapat diprediksi, misalnya kelahiran anak. Ada juga stres yang bersifat non-normatif atau perubahan yang tidak dapat diprediksi, misalnya ayah yang dipecat dari pekerjaannya.
Kenali Keluarga Sebagai Satu Sistem
Keluarga adalah satu kesatuan sistem yang saling mempengaruhi. Jika satu anggota keluarga mengalami stres, dampaknya bisa dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Stres dalam keluarga seringkali disikapi sebagai hasil dari kegagalan keluarga untuk mengatasi kesulitan yang sudah begitu banyak sehingga keluarga memutuskan untuk berpisah.
Padahal, krisis dalam keluarga dapat menjadi peluang untuk menilai kembali prioritas di keluarga. Selain itu, membangkitkan makna dalam relasi dan tujuan hidup, serta masing-masing anggota keluarga dapat menemukan dan membangun wawasan dan keterampilan baru. Krisis tersebut membuat hubungan antar anggota keluarga semakin meningkat dan lebih mencintai satu sama lain daripada sebelumnya.
Oleh karena itu, penting bagi keluarga untuk membangun resiliensi keluarga sehingga keluarga memiliki kapasitas untuk dapat bertahan, pulih, dan bangkit kembali dari situasi krisis. Bagaimana caranya ?
Mengatasi Stres dalam Keluarga
Ada beberapa strategi untuk meningkatkan resiliensi keluarga dan mengatasi stres dalam keluarga:
- Kenali Sumber Stres: Identifikasi sumber masalah dalam keluarga dan diskusikan secara terbuka dengan anggota keluarga.
- Manfaatkan Sumber Daya yang Ada: Identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh setiap anggota keluarga. Misalnya, dukungan sosial, keterampilan/kemampuan tertentu dari tiap anggota keluarga, dan sebagainya.
- Ubah Cara Pandang terhadap Masalah: Melihat masalah sebagai tantangan yang bisa diselesaikan bersama, bukan sebagai ancaman. Serta fokus terhadap solusi dan bukan saling menyalahkan.
- Jaga Komunikasi yang Intens dan Positif dalam Keluarga: Gunakan teknik “I-statement”. Contoh: “Aku merasa khawatir soal keuangan kita, bagaimana kalau kita cari solusi bersama?” dibanding “Kamu kok nggak berusaha cari uang lebih?”
- Tetapkan Prioritas dan Atur Ekspektasi: Jangan berusaha menyelesaikan semua masalah sekaligus, tapi belajar menerima ada hal-hal yang terjadi di luar kendali kita.
- Memiliki Waktu yang Berkualitas Bersama Keluarga: Jangan biarkan stres menghilangkan kebersamaan bersama dengan keluarga.
Ditulis oleh Stefani Virlia, S.Psi., M.Psi., Psikolog.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra Surabaya