Source  : http://www.pn-medankota.go.id

Sejak 1992, setiap 3 Desember, PBB mengajak warga di seluruh dunia untuk membangun empati dan melakukan aksi riil kepada para penyandang cacat. Ibukota negara, Jakarta, menjadi wajah Indonesia di pentas dunia perihal memanusiakan para penyandang cacat dalam penyediaan fasilitas publik yang layak dan ramah bagi penyandang cacat. Di ranah ini, perlu perhatian serius gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta terhadap pembangunan fasilitas umum yang semakin ramah dan layak bagi para penyandang cacat.

Di ranah turisme, isu yang sama juga diangkat oleh United Nation World Tourism Organization (UNWTO). Pada perayaan Hari Pariwisata Sedunia 27 September tahun ini, UNWTO mengangkat isu “Tourism Promoting Universal Accessibility”. Sekjend PBB, Ban Ki-Moon, menegaskan, hak-hak mendasar dalam berwisata di seluruh dunia harus dipastikan terpenuhi bagi tiga kalangan ini: penyandang disabilitas, kalangan lanjut usia (lansia) dan wisatawan keluarga yang membawa anak kecil. Penegasan itu sekaligus menjadi desakan kepada otoritas di Tanah Air, khususnya stakeholder industri pariwisata, untuk mengindahkan aspek infrastruktur agar dapat diakses dan ramah bagi tiga kalangan wisatawan yang perlu mendapat perhatian lebih itu.

Di Indonesia, implementasi fasilitas publik yang ramah bagi semua kalangan, khususnya yang memiliki keterbatasan fisik dan lanjut usia, diatur dalam UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Selain itu, secara umum, regulasi yang mengatur keselamatan pejalan kaki telah diatur dalam UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 45 dan 46, misalnya, mengatur tentang fasilitas pendukung seperti trotoar, lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan kaki, halte dan fasilitas pendukung bagi penyandang cacat dan lanjut usia, Pasal 106 ayat 2 menyatakan, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda, serta Pasal 131 dan 132 tentang hak dan kewajiban pejalan kaki dalam berlalu lintas.

Solo misalnya, memiliki bus bagi para pecandang difabel dengan nama Begawan Abiyoso, bus ramah difabel. Bus ini dilengkapi lempengan besi di pintu masuk bus dan deretan sabuk pengaman tanpa kursi untuk penumpang kursi roda. Bus ini disediakan dua bus untuk kalangan difabel, salah satu sekolah yang ikut yaitu YPAC Solo. Di Bandung, ada Taman Lansia yang digunakan oleh kalangan lanjut usia untuk jogging dan berbincang. Di Yogyakarta, pengelola Gembira Loka Zoo menyediakan Taring, sebuah angkutan khusus bagi kalangan disabilitas.

 

Belajar dari Jakarta

Melalui skema Corporate Social Responsibility (CSR), Pemprov DKI Jakarta bekerjasama dengan Alfamart memodifikasi bus yang bisa digunakan oleh penyandang disabilitas. Modifikasi bus yang kabarnya dioperasikan secara gratis dan menampung hampir 70 orang itu terletak di pintu masuk bus yang dilengkapi besi yang panjang sebagai alas melintas penumpang yang menggunakan kursi roda, perluasan kabin, serta dilengkapi LCD 32 inch, pendingin ruangan, GPS dan CCTV. Selain itu, bus tersebut bersuspensi ke kiri agar kursi roda bisa rata dengan tepi trotoar. Pemprov DKI Jakarta bekerjasama dengan Yayasan Berani Bhakti Bangsa mengajak penyandang disabilitas keliling kota bersama anak penderita kanker.

Atmosfer Jakarta yang enjoy haruslah benar-benar dirasakan bagi para penyandang cacat, juga warga lanjut usia dan anak-anak. Jakarta yang ramah dan enjoy diharapkan semakin terlihat di jalanan protokol, di tengah kemacetan, di setiap pelosok dan padatnya lalu lintas. Keamanan bagi para penyandang cacat di jalanan Jakarta meniscayakan kondisi yang aman. Perihal kerawanan dan ketidaknyamanan jalanan Jakarta menjadi tantangan bagi setiap calon kepala daerah DKI Jakarta.

Di Chicago`s Wills Tower, menara tinggi bernama Skydeck menawarkan pemandangan indah kota Chicago yang dapat dilihat dari puncak. Menariknya, kalangan disabilitas dapat mengakses destinasi wisata yang memacu adrenalin ini. Pengelola menyediakan kursi roda dan lift bagi kalangan disabilitas dan lanjut usia. Di Taiwan, akses sarana transportasi umum untuk penyandang disabilitas tergambar sepertin ini, bus berlantai rendah, bus khusus rehabilitasi, taksi berkursi roda, sepeda motor khusus, penguatan fungsi trotoar, proyek konstruksi parkir untuk penyandang disabilitas, rambu lalu lintas dan marka jalan. Selain itu, lift, toilet, wastafel dan lintasan kursi roda dapat ditemukan di mana-mana sehingga kalangan disabilitas tidak kesulitan untuk pergi sendirian.

Aspek detil perlu diperhatikan di tempat-tempat wisata agar benar-benar terasa ‘at home’ bagi para penyandang cacat. Dapat dipertimbangkan fasilitas seperti golf car, shuttle car yang dikhususkan bagi kalangan disabilitas di area obyek wisata. Ketersediaan toilet duduk dengan beberapa penyangga di sekelilingnya untuk menopang tubuh penyandang disabilitas juga menjadi keniscayaan di setiap obyek wisata.

Pengembangan fasilitas publik yang ramah bagi penyandang cacat dapat ditingkatkan melalui skema CSR seperti modifikasi bus di atas. Sekiranya banyak perusahaan yang peduli pada fasilitas publik untuk penyandang cacat. Wajah Provinsi DKI Jakarta di kepemimpinan saat ini diharapkan semakin humanis, lebih-lebih memudahkan para penyandang cacat untuk dapat beraktivitas sehari-hari seperti warga negara lainnya.

Penulis : Dewa Gde Satrya
Dosen Hotel & Tourism Business, Fakultas Pariwisata, Universitas Ciputra Surabaya
Artikel lain