Menengok Menggeliatnya Kembali Telaga Sarangan, Magetan-Berlakukan Buka Tutup, Maksimal 5 Ribu Pengunjung. Jawa Pos. 27 Novemnber 2021.Hal.17

Cegah Stunting dengan Memperhatikan Nutrisi. Isi Piring Anak Harus Beragam. Jawa Pos. 14 November 2021. Hal.16

Persentase kasus anak stuntingdi Indonesia masih di angkapuluhan sejak 2019.Tepatnya 27,67 persen.

DEFINISI stunting adalah tinggi badan di bawah -2standar deviasi pada kurva pertumbuhan WHO. Yang disebabkan kekurangan nutrisi berkepanjangan. Areta Idarto SpA menerangkan, stunting diawali dengan faltering (weight/growth) yang dapat diartikan sebagai penurunan berat badan, berat badan tidak naik (tetap), atau penambahan berat badan yang tidak ideal sesuai usia bayi atau anak. Orang tua perlu memantau pertumbuhan anak seperti pengukuran berat badan, panjang atau tinggi badan, dan lingkar kepala secara akurat, berkala, dan kontinu sebagai upaya pencegahan stunting. Penelitian melaporkan bahwa dampak stunting adalah irreversible atau menetap. Karena itu, penting sekali mengarahkan seluruh daya upaya pada pencegahan. Dimulai dengan persiapan kecukupan nutrisi sejak kehamilan hingga usia 2 tahun. Menurut Areta, hal itu disebut sebagai periode seribu hari pertama kehidupan. Saat usia dewasa, selain pendek, penelitian melaporkan, dengan IQ yang lebih rendah, pilihan pekerjaan akan menjad  sangat terbatas (pendapatan akan lebih rendah). Stamina juga tidak baik sehingga rentan terinfeksi dan berisiko tinggi terkena penyakit jantung, stroke, atau bahkan obesitas. Terpisah, dr Zuhrotus Mar’ah menjelaskan, anak dengan stunting pola makannya harus diperhatikan. Sebab, stunting berawal dari kekurangan gizi kronis yang berlangsung lama. Isilah piring makan anak dengan makanan yang cukup baik dari segi jumlah dan kualitas serta beragam. Tidak monoton. ”Dalam sepiring itu harus ada buah, sayur, lauk, dan nasi. Tidak boleh hanya nasi dan ayam atau telur goreng saja,” katanya. (sam/c9/tia)

Sungai Musi Harta Karun Sriwijaya dan Jejak Peradaban Dunia. Jawa Pos. 7 November 2021. Hal. 3

Hal yang Perlu Dicek ketika Harus Bepergian pada Masa Pandemi. Kompas. 16 Agustus 2021. Hal 10

Kisahkan Rama-Shinta dalam Cerita Wayang Lentera Ksatria. Jawa Pos. 13 Agustus 2021. Hal.20

SURABAYA, Jawa Pos-“Shinta, bersama akulah kau akan tetap jelita. Meski kau belum tahu, betapa derita yang sebenarnya,” kata Rama. Ucapan itu lantas ditanggapi Laksmana. “Kanda, cinta mengharuskan seseorang rela membiarkan kekasih hatinya berkembang dalam hidupnya,” tandas Laksmana.

Dialog itu adalah adegan awal dalam film Lentera Ksatria. Film itu merupakan seri kedua Dayang the Movie. Film tersebut me masukkan drama kisah wayang yang naskahnya terinspirasi dari kisah Ramadan Shinta. Karya tersebut dikemas dengan menggabungkan sejumlah seni pertunjukan. Di antaranya, wayang kulit, wayang orang, dan tari tradisional.

Film yang diunggah di kanal You Tube Budaya Saya itu berdurasi satu jam. Seni wayang kulit menjadi pembuka cerita. Lantas, alunan gamelan dan kidung Jawa terdengar sebelum dialog pertama antara Rama dan Laksmana. Para pemain kompak menggunakan kostum wayang orang. Mereka berdialog menggunakan bahasa Indonesia.

Lentera Ksatria mengisahkan cinta dan kesetiaan Rama dan Shinta melalui perspektif dari tokoh Wibisana. Cerita dimulai saat Shinta diculik Prabu Rah wana. Wibisana berusaha membantu Rama menjemput Shinta. Perbuatan itu dianggap sebagai pengkhianat negeri. Sebab, Wibisana adalah adik Prabu Rahwana. Namun, di balik itu, dia ingin berjuang untuk kebaikan Alengka.

FILM

Sepanjang film berlangsung, terdapat berbagai penampilan seni yang ditampilkan. Mulai tari tradisional hingga lagu yang memadukan musik tradisional dengan modern. Mereka juga mengakhiri film dengan sebuah penampilan. Yakni, nyanyian Jawa dengan diiringi tarian Jawa bertempo lambat.

Sutradara dan penulis naskah Irwan Riyadi menjelaskan film tersebut. Menurut dia, karya itu merupakan upaya para pegiat seni pertunjukan di Indonesia dalam menghadapi pandemi. Yakni, melalui film yang memasukkan unsur wayang. Tujuannya, mendekatkan cerita cerita asli Indonesia kepada masyarakat luas. Khususnya generasi muda.

Tim Drayang the Movie menyadari bahwa kemauan membaur ke media digital penting pada masa saat ini. “Kami tidak mau seni ini dilupakan selama masyarakat belum bisa menonton langsung,” ujarnya. Pembuatan film tersebut didukung Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru, Ditjen Kebudayaan, serta Kemendikbudristek.

Okvalica Harlis, salah seorang pemain, menyatakan kesannya. Dia senang menjadi salah satu seniman muda yang terpilih untuk bermain dalam film itu. Pemeran Shinta tersebut mengaku banyak belajar mengenai dunia keaktoran. “Terlebih latar belakang pendidikan saya seni tari, merugikan banyak belajar dengan dunia ini,” kata sidoarjo itu. (nas/c12/tia)

Sumber: Jawa Pos. 13 Agustus 2021. Hal.20

Tak Langsung Laku Keras, tapi Bernapas Panjang. Jawa Pos 8 Agustus 2021. Hal 4

Meminati seni rupa akan lebih afdal jika diimbangi dengan literasi. Membaca buku seni rupa bisa menambah pengetahuan. Bukan hanya buku populer, melainkan juga buku-buku kajian yang banyak dihadirkan oleh penerbit-penerbit indie.

BUKU seni rupa bermacam ragamnya. Ada buku teknik membuat karya, wacana dan kritik seni, bunga rampai esai-esai seni, katalog karya, biografi seniman dan kolektif seni, serta lain-lain. Di negara yang minat bacanya rendah, segmentasi pembaca seni rupa tidak begitu besar. Pencinta buku seni rupa biasanya adalah mereka yang terutama menjadi bagian dalam ekosistem tersebut.

Misalnya Dicti Art Laboratory (DAL). DAL yang pertama mencetak buku pada 2011 sejatinya tidak benar benar berangkat dari keinginan untuk menerbitkan buku. DAL mengerjakan banyak hal dalam bidang seni rupa. Mulai pengarsipan, penyebaran info, penelitian, penulisan, hingga pengelolaan pameran dan museum. Penerbitan adalah salah satu lini usaha dari DAL.

Di antara buku-buku yang pernah diterbitkan DAL adalah “Mengapa sih Lukisan Mahal? Wacana Penetapan Harga Karya Seni”, “Diksi Rupa; Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa, serta “Bung Karno; Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia”.

Buku-buku pelajaran seni untuk siswa adalah yang paling konsisten diproduksi oleh penerbit. Konsumennya jelas, pasarnya sudah pasti. Namun, Mikke tidak mengarahkan DAL untuk mengambil segmen tersebut. Lebih menarik bagi DAL untuk membantu para seniman menerbitkan buku. Sebab, buku adalah rekam jejak yang penting bagi karier profesional seniman.

Hendro Wiyanto, pendiri penerbit Gang Kabel, mengatakan, tantangan penerbit independen adalah meningkatkan keterbacaan (readership) buku-buku seni.

Untuk meningkatkan keterbacaan publik terhadap hasil-hasil penelitian itu, editor harus mumpuni dalam menggubah kata-kata. Dari penelitian ilmiah untuk kepentingan akademis menjadi buku yang enak dibaca.

“Pusing akibat membaca teks itu tidak ada obatnya. Untuk orang-orang yang suka seni rupa tetapi belum terbiasa baca buku seni, kita harus bisa menghadirkan buku bagus tanpa menghilangkan bobot penelitian seni itu,” jelas Hendro. Ilustrasi, gambar, foto, serta desain sampul yang menarik juga wajib melengkapi teks agar lebih menarik pembaca.

Hendro yang juga kurator seni itu menuturkan, belum banyak suplai buku-buku kritis mengenai seni rupa desain grafis, maupun di kampus-kampus seni terus meningkat. Maka, buku-buku filsafat dan seni harus diperbanyak. “Supaya mahasiswa kita lebih terasah pola berpikir kritisnya,” tutur Hendro.

Buku pertama terbitan Gang Kabel adalah “Sejarah Estetika Bersama penulisnya, Martin Suryajaya, usaha penerbitan Gang Kabel dimulai. Awalnya, penerbitan “Sejarah Estetika” dilakukan dengan menggandeng penerbit independen yang lebih “senior”, Indie Book Corner (IBC). “Martin dan saya sama-sama mendirikan Gang Kabel. Berdua,” papar Hendro.

Buku-buku terbitan Gang Kabel bertambah bertambah, di antaranya adalah buku hasil kerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Yang terbaru adalah “Rupa, Kata, Obyek, dan Yang Grotesk” karya Goenawan Mohamad.

Salah satu misi Gang Kabel adalah menerbitkan seri lengkap karya-karya Sanento Yuliman. Sebelumnya, telah terbit “Pasfoto Sang Iblis; Bunga Rampai Esai Kebudayaan, Karikatur, Puisi, dan Lain-Lain (1966-1990)” serta “Keindonesiaan, Kerakyatan dan Modernisme; dalam Kritik Seni Lukis di Indonesia”.

Kekosongan teks perihal seni. rupa juga dirasakan Dodo Hartoko, pendiri penerbit Buku Baik. Lewat buku pertamanya, “Semiotika Negativa”, Buku Baik berusaha menghadirkan bacaan bermutu yang “bernyawa panjang” sejak 2003. Buku lain yang sudah diterbitkan misalnya “Kuasa Rupa, Kuasa Negara; Kurator di Antara Tegangan Pasar dan Kekuasaan” serta “Membongkar Seni Rupa”.

“Semiotika Negativa”, misalnya, masih menjadi rujukan penelitian-penelitian di bidang humaniora sampai sekarang. Pembelinya selalu ada, namun penjualannya tidak bisa disebut laku keras. laiknya buku-buku best seller terbitan penerbit mayor. “Mungkin tidak seperti bukunya Rintik Sendu atau Fiersa Besari. Tetapi, napas buku-buku yang ada di Buku Baik itu lebih panjang. Dan, memang lebih baik seperti itu,” ungkap Dodo yang juga pendiri dan pengelola penerbit Pabrik Tulisan itu. (rin/c17/dra)

 

sumber: Jawa Pos 8 Agustus 2021. Hal 4

Sajikan Air Panas Dua Level dan Keindahan Air Terjun. Jawa Pos 7 Agustus 2021. Hal. 19

Bondowoso adalah salah satu kabupaten di Jatim yang sarat akan destinasi wisata yang layak dikunjungi. Salah satunya adalah Kompleks Mata Air Panas Blawan yang menyuguhkan keindahan air terjun dan tentu saja sumber mata air panas.

ADA begitu banyak julukan yang disematkan kepada kabupaten di sisi timur Jatim tersebut. Di antaranya, The Highland Paradise. Sebab, Bondowoso punya segudang keindahan alam dataran tinggi dan ragam produk budaya yang mengagumkan.

Tak hanya itu, kabupaten yang juga terkenal akan tapenya tersebut juga memiliki destinasi wisata air. Terutama air terjun hingga sumber air panas. Di antaranya, Kompleks Mata Air Panas Blawan di Desa Kalianyar, Kecamatan Ijen. Sesuai dengan namanya, kompleks itu terdiri atas Kolam Air Panas Blawan dan Air Terjun Blawan.

Dua objek wisata yang tak berjauhan itu juga kini masuk program besar pengembangan geosite ljen Geopark. Berupa situs geologi bersama Kawah Ijen, Kawah Wurung, Aliran Kalipait, Black Lava Plalangan, Dinding Kaldera ljen Megasari, Situ Batu So’on Solor, dan Air Terjun Gentongan.

Meski jaraknya lumayan jauh dari pusat kota Bondowoso, yang mencapai 56 kilometer, untuk bisa menuju objek tersebut tidak sulit. Sebab, sarana-prasarananya sudah cukup memadai. Termasuk jalan aksesnya.

Tak salah jika objek wisata yang satu ini layak jadi andalan. Sebab, ada sejumlah keunikan yang tersaji di sana. Di antaranya, konon, air hangatnya memiliki khasiat bagi kesehatan. Itulah kenapa pengunjung berlama-lama merendam tubuh di Air Panas Blawan. Pengunjung dapat merasakan relaksasi ketika berendam.

Selain itu, ada nilai sejarah tinggi di destinasi tersebut. Berdasar cerita turun-temurun, kawasan pemandian tersebut pernah dijadikan tempat semedi bagi Damar Wulan sebelum melawan Minak Jinggo. Karena itu, tempat bersejarah tersebut saat ini dijadikan salah satu tempat wisata agar tetap terjaga kelestariannya.

Pemandian itu terletak di jalan menuju Gunung Ijen. Sumber airnya berasal dari kandungan kawah belerang. Air panas yang memiliki bau belerang tersebut ditampung di kolam. Wisatawan bisa memilih level panas pada dua kolam yang disediakan. Yakni, level panas dan level standar.

Kolam pemandian Air Panas Blawan juga menjadi jujukan terapi kesehatan. Sebab, banyak manfaat yang didapat ketika berendam dengan air panas belerang tersebut. Pemandian Air Panas Blawan merupakan tujuan yang tepat bagi pengunjung yang menginginkan relaksasi untuk membuat tubuh kembali bugar.

Sebagaimana yang dirasakan Lutfi Irbawanto, salah seorang pengunjung asal Lumajang. Sebelum adanya PPKM darurat, bersama keluarga besarnya, dia sengaja datang dari Lumajang untuk menikmati air hangat bersama keluarga.

Bagi dia, objek tersebut layak menjadi pilihan yang sangat tepat setelah mengunjungi sejumlah destinasi wisata yang ada di Ijen. “Saya tidak hanya ke Air Panas Blawan ini. Tetapi, sudah ke Kawah Wurung, Black Lava Plalangan, dan akhirnya ke air panas ini,” beber Lutfi.

Pemandian air panas itu ditunjang fasilitas kolam bersama dan bilik-bilik personal serta fasilitas penunjang lainnya. Di antaranya, lahan parkir dan musala untuk beribadah. “Kalau berendam agak lama, memang kita bisa rileks sejenak. Sambil menikmati pemandangan bukit di sekitarnya yang masih alami,” imbuh Lutfi. (bud/lin/c12/ris)

Aliran Airnya Mirip Niagara

DI kompleks mata air panas Blawan, wisatawan juga bisa berkunjung ke Air Terjun Blawan. Lokasinya tak jauh dari pemandian air panas. Air terjun tersebut merupakan hilir dari Kalipait, rembesan Kawah Ijen yang penuh dengan kadar belerang serta dikelilingi tumbuhan makadamia dan lumut.

“Keunikan Air Terjun Blawan adalah airnya yang besar langsung menuju sungai bawah tanah sehingga pengunjung tidak dapat menikmati aliran sungai di bawahnya,” ucap Kepala Bidang Pariwisata Disparpora Bondowoso Arif Setyo Raharjo kepada Jawa Pos Radar Ijen.

Menurut dia, muara alirannya langsung menuju ke dalam tanah. Mirip-mirip Air Terjun Niagara di Negeri Paman Sam. Aliran tersebut pada akhirnya bermuara di daerah Asembagus, Situbondo. “Masyarakat biasanya menyebut air terjun ini dengan air terjun hilang ke bumi,” imbuh Arif.

Ketinggian air terjun tersebut sekitar 30 meter. Debitnya yang sangat besar juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke Air Terjun Blawan. Tak hanya itu, airnya juga berwarna kekuningan. Itu disebabkan tingginya kadar belerang.

Bila berada di lokasi, pengunjung akan merasakan sensasi suara gemuruh air terjun yang sangat deras. Wajar, hal itu disebabkan Air Terjun Blawan dikepung tebing-tebing yang mengelilingi kawasannya, suara terjunan air menggema.

Keberadaan tebing tinggi juga mengakibatkan Air Terjun Blawan tidak bisa dilihat dari semua sisi, kecuali hanya dari sisi barat. “Jadi, setelah menikmati relaksasi di kolam air panas, pengunjung bisa menyejukkan mata di Air Terjun Blawan,” ungkap Arif. (bud/lin/c7/ris)

 

Sumber: Jawa Pos 7 Agustus 2021. Hal. 19