Terbentur Aturan Publikasi Jurnal-Biaya

Terbentur Aturan Publikasi Jurnal-Biaya. Jawa Pos.3 November 2015.Hal.32

Kuantitas guru besar (gubes) memengaruhi pemeringkatan perguruan tinggi negeri (PTN). Makin banyak jumlah profesor, nilai yang didapat PTN tersebut kian naik. Kondisi terkini, PTN justru mengalami paceklik jumlah gubes. Kebijakan penelitian dipublikasikan dalam jurnal internasional jadi kendala.

DIREKTUR Sumber Daya Manusia (SDM) Universitas Airlangga (Unair) Purnawan Basundoro mengatakan, hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal internasional menjadi kendala untuk mengurus gubes. “meski poin tinggi, namun tidak ada publikasi pada jurnal internasional, ya percuma,” ucapnya.

Sementara itu, proses agar penelitian bisa ditampilkan dalam jurnal internasional juga tidak singkat. Minimal butuh waktu setahun. Dengan catatan, calon gubes tersebut rajin menulis. Jurnal yang dipilih pun tidak sembarang. Sesuai dengan peraturan kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), jurnal internasional wajib terindeks dalam scopus, itu adalah pusat data terbesar dunia, mencakup puluhan juta literatur ilmiah yang terdiri atas jurnal internasional, buku, makalah konferensi, dan paten.

Di Unair ada 230 gubes. Jumlah itu menyebar diseluruh faskultas. Jumlah guru besar yang paling banyak terdapat di fakultas kedokteran (FK). “FK paling lama dan memiliki peluang besar dalam proses guru besar,” ujar dosen fakultas ilmu budaya (FIB) itu.

Kendala juga diperoleh dari lamanya memproses surat keputusan (SK) gubes di kemenristekdikti. Putnawan mengatakan, seharusnya Kemenristekdikti membentuk koordinator per wilayah. “Dengan begitu, proses pengeluaran SK guru besar lebih cepat dan mudah,” lanjutnya.

Purnawan melanjutkan, setiap tahun jumlah gubes bertambah 10 – 15 orang. Jumlah itu jauh lebih sedikit daripada sebelum pemberlakuan ketentuan publikasi jurnal internasional pada Mei 2014. “bisa ada pertambahan lebih dari 20 gubes dalam setahun,” katanya.

Kondisi serupa berlangsung di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Saat ini baru ada 91 profesor di PTN tersebut. Padahal, jumlah dosen mencapai 985 orang. “kalau dilihat dari total dosen, jumlah profesor masih jauh dari ideal,” kata Warek III Bidang Sumber Daya Manusia Organisasi dan Teknologi Sistem Informasi Arif Djunaidy. Idealnya, jumlah profesor paling sedikit 20 persen dari total dosen.

Hal tersebut terjadi karena beberapa kendala. Misalnya dari segi publikasi ilmiah. “biasanya aspek itu yang jadi penghambat,” ucap Arif. Faktor yang lain adalah prosesnya lama dan biaya yang dibutuhkan tidak sedikit.

Selaku PTN baru, Universitas Pembangunan Nasional (UPN) veteran Jatim juga minim profesor. Dari total dosen yang tercatat 349 orang, hanya 10 yang telah bergelar profesor. “memang masih kurang. Harusnya 10 persen dari seluruh jumlah dosen,” ujar Rektor UPN Veteran Jatim Prof Teguh Sudarto.

Untuk mendapat gelar profesor, dosen harus melewati empat pangkat. Mulai yang terendah, yaitu asisten ahli, lalu lektor, lektor kepala, hingga tingkat terakhir, guru besar.

Aspek lain adalah publikasi ilmiah. “untuk publikasi ilmiah kan tidak boleh sembarangan. Harus matang,” katanya. “Nilai yang dimiliki pun harus berstandar tinggi. Minimal memiliki kredit poin 850,” imbuh Teguh.

Kendala yang sama dialami Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA). Wakil Rektor I UINSA Syamsul Huda mengatakan, hal tersebut terjadi bukan karena dosen tidak produktif. Masalahnya, alih bahasa penelitian dalam bahasa asing butuh effort yang tidak sedikit. Baik dalam waktu, tenaga, maupun biaya. “hampir semua perguruan tinggi paceklik guru besar,” katanya. “Diprediksi, 5 – 10 tahun lagi guru besar habis jika masih menggunakan standar seperti itu,” lanjutnya.

Ketentuan tersebut memang bagus. Hanya, tidak semua dosen memiliki academic writing bahasa inggris yang mumpuni. Bisa menembus atau terindeks dalam Scopus juga tidak mudah.

Kini UINSA memiliki 37 gubes. Dalam 2 – 3 tahun mendatang akan ada 2 – 3 gubes yang pensiun. Saat ini satu calon profesor sedang menunggu penilaian. Dua orang lainnya sedang diajukan menjadi gubes. “Yang berat ya menulis jurnal ini,” jelas Syamsul.

PTN BERI INTENSIF DAN PENDAMPINGAN

PTN berupaya maksimal agar produksi guru besar (gubes) kembali lancar. Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Universitas Ailangga (Unair) Purnawan Basundoro menyatakan, ada reward Rp 50 juta bagi calom gubes yang berhasil memublikasikan hasil penelitian pada jurnal internasional. “itu menjadi motivasi bagi mereka,” ucapnya.

Selain itu, Unair membentuk tim yang membantu proses menjadi gubes. Terutama dalam perngurusan poin kredit. Dengan begitu, proses bisa lebih cepat. “kalau ada kendala apapun, kami siap membantu. Kalau dikerjakan bersama, bisa lebih cepat,” kata purnawan.

Jumlah guru besar di Unair saat ini sekitar 15 persen dari total dosen. Jumlah itu kalah jauh dari jumlah magister yang mencapai 50 persen atau sekitar 1.007 orang diantara total 1.740 dosen di Unair. “sebanyak 30 persen sisanya bergelar doktor,” tegasnya.

ITS juga memberikan fasilitas bagi para dosen yang telah bergelar doktor untuk segera menjadi profesor. “yaitu, memberikan insentif publikasi ilmiah kepada para doktor,” papar Wakil Rektor III Bidang Sumber Daya Manusia Organisasi dan Teknologi  Sistem Informasi Arif Djunaidy.

Pemberian Insentif tersebut merupakan reward karya ilmiah yang telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Insentif akan lebih besar untuk publikasi jurnal ilmiah yang berskala internasional. “Dengan demikian, para doktor segera berlomba-lomba untuk menjadi professor,” ujarnya.

Sementara itu, Rektor UPN Veteran Jatim Prof Teguh Sudarto menegaskan, pihaknya juga memberikan beasiswa kepada para dosen. Juga, memperbanyak kegiatan tridarma perguruan tinggi. “misalnya, lebih banyak kegiatan pengabdian ke masyakarat, menulis banyak karya ilmiah, dan publikasi karya ilmiah dalam tingkat internasional,” terangnya.

Dia menilai keberadaan profesor sangat penting. “profesor punya peran ganda. Selain pengajar, mereka juga peneliti dan mengabdi ke masyarakat,” katanya. “hal itu bisa meningkatkan kualitas diri dan perguruan tinggi,”  lanjutnya.

Wakil Rektor I UINSA Syamsul Huda menyebutkan, tidak mudah untuk bisa mendapat gelar profesor. Namun, pihaknya akan melakukan advokasi dan memberikan bantuan kepada para dosen. Terutama informasi tentang jurnal yang terindeks Scopus.

Juga, mencari relasi lulusan luar negeri (fresh graduate) untuk membantu pendampingan alih bahasa dan struktur penulisan akademik. “saat ini ada satu jurnal dari dosen UINSA yang diakui internasional dan sedang menunggu indeks Scopus,” terangnya.

Sumber : Jawa Pos. 03 November 2015. Hal 32.

PTS Juga Paceklik Gubes

PTS Juga Paceklik Gubes. Jawa Pos. 5 November 2015.Hal.33

Jumlahnya Tidak Sebanding Dengan Total Dosen

SURABAYA – Paceklik guru besar (gubes) tidak hanya dialami perguruan tinggi negeri (PTN). Perguruan tinggi swasta (PTS) mengalami hal serupa. Faktor penyebabnya pun sama. Yakni, terbentur aturan keharusan hasil karya ilmiah terpublikasi dalam jurnal internasional. Hal tersebut membuat universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) baru memiliki 23 gubes. Menurut Rektor UKWMS Kuncoro Foe, jumlah tersebut terbilang sedikit bila dibandingkan dengan total dosen sebanyak 308 orang. “Yang banyak dosen yang telah magister,” terangnya. Yakni, 69,1 persen diantara total dosen yang mengajar di kampus tersebut. Gubes terbanyak di fakultas kedokteran. Ada delapan,” imbuhnya.

Kuncoro mengatakan, hasil penelitian yang diajukan tidak boleh sama dengan yang sudah terpublikasi. Karena itu, dibutuhkan penelitian yang lebih detail. Faktor itulah yang menyulitkan para dosen. “Jurnal Internasionalnya pun juga tidak boleh sembarangan,” terangnya. “Harus yang bereputasi juga dan terindeks internasional yang dimaksud, antara lain, Scopus dan Thompson.

Pendapat senada diungkapkan Wakil Rektor I Universitas Surabaya (Ubaya) Nemuel Daniel. Menurut dia, pengajuan gubes PTS tidak terlalu berbeda dengan PTN. “Jika PTN langsung ke kemenristekdikti, dosen PTS melalui kopertis dulu. Baru diteruskan ke Kemenristekdikti,” paparnya.

Saat ini ada 15 guru besar yang tersebar di tujuh fakultas di Ubaya. Nemuel mengakui, gubes belum sebanding dengan jumlah dosen dosen yang mencapai 300 orang. Idealnya, jumlah gubes 40 persen dari jumlah dosen. “Jika dihitung, idealnya gubes 120 orang,” papar Nemuel.

Saat ini ada 3 – 4 dosen yang masuk tahap final menjadi gubes untuk diajukan ke kemenristekdikti melalui Kopertis. Mengacu key performance indicator (KPI), kata Nemuel, salah satu target yang berusaha di penuhi adalah satu prodi dalam dua tahun bisa menghasilkan satu guru besar dan kenaikan pangkat para dosennya. “adanya guru besar penting untuk akreditasi institusi, mencirikan suatu bidang keahlian tertentu, dan performa prodi yang bersangkutan,” jelasnya.

Kekurangan gubes juga dialami Universitas Dr. Soetomo (Unitomo). Saat ini ada empat gubes di Unitomo, mereka ada di jurusan ilmu komunikasi, hukum, manajemen, dan administrasi. “jumlah tersebut tentu masih kurang,” kata Rektor Unitomo Bachrul Amiq.

Untuk level PTS-nya, jumlah gubes minimal 10 persen dari total dosen 220 orang. “memang kebutuhan guru besar tiap perguruan tinggu berbeda. Kan dilihat dari level mereka,” ujar doktor ilmu hukum itu.

Saat ini kampus tersebut sedang mengajukan dua calon guru besar. “Dari manajemen dan hukum,” ujarnya. Amiq mengungkapkan, persyaratan dalam pengajuan guru besar saat ini memang lebih ketat daripada dulu. “saat ini syaratnya memang terkendala di jurnal internasional,” katanya. Dahulu jika telah memiliki jurnal meski tingkat nasional, dosen bisa mengajukan guru besar.

BERI INSENTIF UNTUK BANTU CALON PROFESOR

PTS juga tidak berdiam diri dengan minimalnya jumlah guru besar (gubes) yang dimiliki. Manajemen kampus berupaya menggairahkan semangat dosen agar tetap mengurus pengajuan gubes.

Rektor Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) Kuncoro Foe mengatakan, pihaknya memberikan reward berupa dana bagi dosen yang menghasilkan karya penelitian. Baik yang terpublikasi internasional maupun belum. “penghargaan juga diberikan kepada dosen yang menyelesaikan studi tepat waktu atau mendapat nilai cum laude,” ucapnya.

Harapannya, jumlah gubes meningkat perlahan-lahan. Menurut Kuncoro, langkah tersebut ditempuh karena jumlah gubes pada sebuah perguruan tinggi berpengaruh signifikan dalam pemeringkatan. “jika nilai PT mau meningkat, jumlah profesornya juga ditambah,” imbuhnya.

Ubaya juga memberikan dana insentif. Wakil Rektor I Universitas Surabaya (Ubaya) Nemuel Daniel mengatakan, ada bantuan dana untuk para dosen yang mampu menembus jurnal internasional terindeks Scopus. Nilainya mencapai Rp 15 juta per paper. “kami juga bantu fasilitas dan bahasa,” jelasnya.

Dia pun berharap dosen melakukan penelitian secara berkesinambungan. “juga, mengasah kemampuan berbahasa inggris,” ucap Nemuel. “paling lama setahun bisa terbit itu sudah bagus. Jadi, memang harus kerja kontinu,” lanjutnya.

Sementara itu, Rektor Unitomo Bachrul Amiq mengatakan pernah meminta bantuan gubes PTN yang sudah pensiun. “Nah, saat ini aturan tersebut tidak boleh,” ujarnya.

Sisi positifnya, aturan tersebut bisa meningkatkan kualitas sang gubes kelak. Sebab, hal itu menghindari jurnal abal-abal yang kerap terjadi. “Dulu pernah ada yang mengajukan guru besar, saat diteliti lagi oleh kemenristekdikti, ternyata yang bersangkutan melakukan plagiarisme pada jurnal ilmiahnya,” paparnya. “hal tersebut jangan sampai terjadi lagi,” imbuhnya.

Amiq mengatakan, pihaknya juga memberikan fasilitas kepada calon gubes. “kami memberikan insentif untuk keperluan penelitian mereka. Sebab, jurnal internasional kan tidak murah,” tuturnya. Namun, jumlah insentif masing-masing calon gubes berbeda. “sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Tidak bisa dipukul rata,” lanjutnya.

Sumber : Jawa Pos. 05 November 2015. Hal 33.

Aksara Dunia untuk Warga Kejawan

Aksara Dunia untuk Warga Kejawan. Jawa Pos. 30 November 2015.Hal.32

SURABAYA – ada beberapa penyebab minimnya minat baca di kalangan masyarakat. Salah satunya adalah minimnya perpustakaan. Karena itu, himpunan mahasiswa mekatronika Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) mendirikan perpustakaan umum di daerah Kejawan Putih, Surabaya.

Kemarin (29/11) mereka me-launching perpustakaan yang diberi nama Aksara Dunia itu. Peresmian dihadiri Kasi Pemberdayaan Masyarakat BNNP Jatim Destina Kawanti dan Dewan Pendidikan Jatim Sulistyono Sugiono.

Sulistyono mengapresiasi gerakan pendirian perpustakaan umum tersebut. Menurut dia, inisiatif yang datang dari masyarakat, apalagi kalangan muda, perlu didukung terus. “supaya gairah membaca di kalangan masyarakat ini meningkat. Yakni, dengan menjamurnya perpustakaan umum,” paparnya.

Dia mengatakan, masyarakat kini tidak perlu bergantung terus kepada pemerintah. Sebab, masyarakat dapat menjadi bagian dari solusi terhadap permasalahan yang ada. “peran pemerintah tentu ada, tetap mendukung gerakan macam begini. Tetapi, masyarakat juga bebas untuk berpartisipasi,” tuturnya. Dia mengatakan, kedepan pihaknya menyumbang lebih banyak buku.

Perpustakaan tersebut didirikan atas dasar kepedulian mahasiswa. “Di daerah ini masih banyak anak yang belum bisa membaca. Mayoritas orang tuanya juga tidak tamat sekolah,” papar ketua Himpunan Mekatronika Mukhamad Aji Putra. Dengan adanya perpustakaan umum tersebut, masyarakat sekitar diharapkan terdorong untuk gemar membaca. “tidak hanya untuk anak-anak, tetapi ibu-ibu juga boleh datang,” imbuhnya.

Hingga kini telah terkumpul 800 buku. Jenisnya beragam. Mulai buku pelajaran anak-anak hingga buku bacaan untuk kalangan orang tua. “kami mengumpulkan dari beberapa donatur,” kata Aji. Selain itu, pihaknya mendapat dukungan dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jatim, Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya, serta beberapa alumnus. “Alhamdulilah, banyak dapat sumbangan buku,” ucap Aji.

Sumber : Jawa Pos. 30 November 2015. Hal 32.