Terbentur Aturan Publikasi Jurnal-Biaya
Kuantitas guru besar (gubes) memengaruhi pemeringkatan perguruan tinggi negeri (PTN). Makin banyak jumlah profesor, nilai yang didapat PTN tersebut kian naik. Kondisi terkini, PTN justru mengalami paceklik jumlah gubes. Kebijakan penelitian dipublikasikan dalam jurnal internasional jadi kendala.
DIREKTUR Sumber Daya Manusia (SDM) Universitas Airlangga (Unair) Purnawan Basundoro mengatakan, hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal internasional menjadi kendala untuk mengurus gubes. “meski poin tinggi, namun tidak ada publikasi pada jurnal internasional, ya percuma,” ucapnya.
Sementara itu, proses agar penelitian bisa ditampilkan dalam jurnal internasional juga tidak singkat. Minimal butuh waktu setahun. Dengan catatan, calon gubes tersebut rajin menulis. Jurnal yang dipilih pun tidak sembarang. Sesuai dengan peraturan kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), jurnal internasional wajib terindeks dalam scopus, itu adalah pusat data terbesar dunia, mencakup puluhan juta literatur ilmiah yang terdiri atas jurnal internasional, buku, makalah konferensi, dan paten.
Di Unair ada 230 gubes. Jumlah itu menyebar diseluruh faskultas. Jumlah guru besar yang paling banyak terdapat di fakultas kedokteran (FK). “FK paling lama dan memiliki peluang besar dalam proses guru besar,” ujar dosen fakultas ilmu budaya (FIB) itu.
Kendala juga diperoleh dari lamanya memproses surat keputusan (SK) gubes di kemenristekdikti. Putnawan mengatakan, seharusnya Kemenristekdikti membentuk koordinator per wilayah. “Dengan begitu, proses pengeluaran SK guru besar lebih cepat dan mudah,” lanjutnya.
Purnawan melanjutkan, setiap tahun jumlah gubes bertambah 10 – 15 orang. Jumlah itu jauh lebih sedikit daripada sebelum pemberlakuan ketentuan publikasi jurnal internasional pada Mei 2014. “bisa ada pertambahan lebih dari 20 gubes dalam setahun,” katanya.
Kondisi serupa berlangsung di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Saat ini baru ada 91 profesor di PTN tersebut. Padahal, jumlah dosen mencapai 985 orang. “kalau dilihat dari total dosen, jumlah profesor masih jauh dari ideal,” kata Warek III Bidang Sumber Daya Manusia Organisasi dan Teknologi Sistem Informasi Arif Djunaidy. Idealnya, jumlah profesor paling sedikit 20 persen dari total dosen.
Hal tersebut terjadi karena beberapa kendala. Misalnya dari segi publikasi ilmiah. “biasanya aspek itu yang jadi penghambat,” ucap Arif. Faktor yang lain adalah prosesnya lama dan biaya yang dibutuhkan tidak sedikit.
Selaku PTN baru, Universitas Pembangunan Nasional (UPN) veteran Jatim juga minim profesor. Dari total dosen yang tercatat 349 orang, hanya 10 yang telah bergelar profesor. “memang masih kurang. Harusnya 10 persen dari seluruh jumlah dosen,” ujar Rektor UPN Veteran Jatim Prof Teguh Sudarto.
Untuk mendapat gelar profesor, dosen harus melewati empat pangkat. Mulai yang terendah, yaitu asisten ahli, lalu lektor, lektor kepala, hingga tingkat terakhir, guru besar.
Aspek lain adalah publikasi ilmiah. “untuk publikasi ilmiah kan tidak boleh sembarangan. Harus matang,” katanya. “Nilai yang dimiliki pun harus berstandar tinggi. Minimal memiliki kredit poin 850,” imbuh Teguh.
Kendala yang sama dialami Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA). Wakil Rektor I UINSA Syamsul Huda mengatakan, hal tersebut terjadi bukan karena dosen tidak produktif. Masalahnya, alih bahasa penelitian dalam bahasa asing butuh effort yang tidak sedikit. Baik dalam waktu, tenaga, maupun biaya. “hampir semua perguruan tinggi paceklik guru besar,” katanya. “Diprediksi, 5 – 10 tahun lagi guru besar habis jika masih menggunakan standar seperti itu,” lanjutnya.
Ketentuan tersebut memang bagus. Hanya, tidak semua dosen memiliki academic writing bahasa inggris yang mumpuni. Bisa menembus atau terindeks dalam Scopus juga tidak mudah.
Kini UINSA memiliki 37 gubes. Dalam 2 – 3 tahun mendatang akan ada 2 – 3 gubes yang pensiun. Saat ini satu calon profesor sedang menunggu penilaian. Dua orang lainnya sedang diajukan menjadi gubes. “Yang berat ya menulis jurnal ini,” jelas Syamsul.
PTN BERI INTENSIF DAN PENDAMPINGAN
PTN berupaya maksimal agar produksi guru besar (gubes) kembali lancar. Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Universitas Ailangga (Unair) Purnawan Basundoro menyatakan, ada reward Rp 50 juta bagi calom gubes yang berhasil memublikasikan hasil penelitian pada jurnal internasional. “itu menjadi motivasi bagi mereka,” ucapnya.
Selain itu, Unair membentuk tim yang membantu proses menjadi gubes. Terutama dalam perngurusan poin kredit. Dengan begitu, proses bisa lebih cepat. “kalau ada kendala apapun, kami siap membantu. Kalau dikerjakan bersama, bisa lebih cepat,” kata purnawan.
Jumlah guru besar di Unair saat ini sekitar 15 persen dari total dosen. Jumlah itu kalah jauh dari jumlah magister yang mencapai 50 persen atau sekitar 1.007 orang diantara total 1.740 dosen di Unair. “sebanyak 30 persen sisanya bergelar doktor,” tegasnya.
ITS juga memberikan fasilitas bagi para dosen yang telah bergelar doktor untuk segera menjadi profesor. “yaitu, memberikan insentif publikasi ilmiah kepada para doktor,” papar Wakil Rektor III Bidang Sumber Daya Manusia Organisasi dan Teknologi Sistem Informasi Arif Djunaidy.
Pemberian Insentif tersebut merupakan reward karya ilmiah yang telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Insentif akan lebih besar untuk publikasi jurnal ilmiah yang berskala internasional. “Dengan demikian, para doktor segera berlomba-lomba untuk menjadi professor,” ujarnya.
Sementara itu, Rektor UPN Veteran Jatim Prof Teguh Sudarto menegaskan, pihaknya juga memberikan beasiswa kepada para dosen. Juga, memperbanyak kegiatan tridarma perguruan tinggi. “misalnya, lebih banyak kegiatan pengabdian ke masyakarat, menulis banyak karya ilmiah, dan publikasi karya ilmiah dalam tingkat internasional,” terangnya.
Dia menilai keberadaan profesor sangat penting. “profesor punya peran ganda. Selain pengajar, mereka juga peneliti dan mengabdi ke masyarakat,” katanya. “hal itu bisa meningkatkan kualitas diri dan perguruan tinggi,” lanjutnya.
Wakil Rektor I UINSA Syamsul Huda menyebutkan, tidak mudah untuk bisa mendapat gelar profesor. Namun, pihaknya akan melakukan advokasi dan memberikan bantuan kepada para dosen. Terutama informasi tentang jurnal yang terindeks Scopus.
Juga, mencari relasi lulusan luar negeri (fresh graduate) untuk membantu pendampingan alih bahasa dan struktur penulisan akademik. “saat ini ada satu jurnal dari dosen UINSA yang diakui internasional dan sedang menunggu indeks Scopus,” terangnya.
Sumber : Jawa Pos. 03 November 2015. Hal 32.