Batik Encim Pekalongan untuk Desain Peranakan.Jawa Pos.26 Februari 2021.Hal.24

Perayaan Imlek memang telah usai. Namun, nuansa tahun kerbau logam masih bisa dirasakan maupun diciptakan dalam keseharian. Salah satunya lewat penggunaan busana yang lekat dengan ciri khas etnis Tionghoa. Hal itu bisa terlihat dari karya kolaborasi pertama antara penggiat batik Mona Explomo dan desainer muda Selma Halida.

Keduanya mengangkat batik encim Pekalongan untuk karya fashion bernuansa peranakan. Mona yang sudah puluhan tahun bergelut di dunia perbatikan mengatakan, motif batik tulis yang dipakai hanya satu. Karena itu, tidak akan ada yang menyamai . Proses pembatikan pun dilakukan secara manual oleh perajin lokal.

“Saya dan Selma rundingan berdua. Awalnya memang untuk busana Imlek yang berbeda dari segi model dan warna. Tidak melulu merah. Bisa nyaman dipakai kapan pun dan everlasting. Artinya, selepas Imlek pun masih bisa dikenakan untuk pesta maupun menunjang tampilan keseharian,” terang penggagas Indonesian Heritage itu.

Tidak heran, karya keduanya memiliki model yang beragam. Ada yang berupa flare two piece. Yakni, dua potong baju yang terdiri atas rok duyung tiga perempat dengan atasan jipao alias baju beraksen kerah Shanghai. Ada juga yang dibentuk dalam model oversize, body fit, mididress, kulot, hingga atasan dengan detail puff sleeve alias lengan balon.

”Harapannya supaya mudah dikombinasikan dengan model baju apa pun untuk segala occasion,” imbuhnya. Selain untuk perempuan, Mona dan Selma mendesain model serupa untuk laki-laki. Lengan panjang bisa dipakai untuk kegiatan yang cenderung formal dan lengan pendek untuk kesempatan yang lebih santai.

Warna-warna pastel yang mendominasi karya itu terinspirasi dari drama Mandarin berjudul The Little Nyonya yang lantas dieksplorasi oleh keduanya. Mona mengungkapkan, butuh chemistry yang erat untuk melahirkan karya yang datangnya dari hati. “Batik encim Pekalongan sendiri punya motif khas, yakni bunga buketan. Untuk perawatannya, bisa dicuci tangan pakai klerek. Lalu, dibilas dan diangin-angin. Batik tulis sendiri semakin sering dicuci semakin keluar warnanya,” paparnya.

Sementara itu, Selma mengatakan bahwa kolaborasinya dengan Mona terlahir dari keinginan keduanya untuk mengajak anak muda mengenakan batik dalam keseharian mereka. Itu diwujudkan melalui potongan yang lebih kasual dan ready-to-wear.

 

Sumber: JawaPos, 26 Februari 2021

Tas Bercorak Pas Berpadu dengan Dress Polos. Jawa Pos.13 Februari 2021.Hal.15

Menjelang Valentine biasanya dimanfaatkan untuk membeli hadiah atau aksesori anyar menemani momen special. Salah satunya adalah tas. Penggunaan warna merah muda tak melulu menjadi pilihan utama. “Sekarang bisa dengan warna-warna lain seperti merah hingga ke spektrum kecokelatan,” ujar Felicia Yuwono, regional manager Trans Fashion Indonesia. Warna-warna tersebut digunakan dalam salah satu koleksi yang dikeluarkan sejak tahun lalu.

Koleksi bertema Romantic Abundance itu juga mengambil kesan klasik dalam desain. “Jadi, bukan hanya warna. Dari desain, kami coba ambil paduan fashion pada decade 1930 dan 1970,” paparnya.

Salah satu desain yang tampak menonjol adalah penggunaan corak renda pada tas. Renda tersebut tidak terbuat dari kain renda biasa, tetapi berbahan kulit sapi. “Biasanya, tas kulit ya polosan saja. Nah, sekarang coba dengan desain seperti ini,” katanya.

Beberapa lapis renda dibuat menumpuk sebagai hiasan di bagian tengah tas. Corak itu biasa ditemui di pakaian dan aksesori pada decade 1930 dan 1970-an. Pembuatannya memang butuh teknik laser cut untuk memberi corak yang persis renda.

Desain pada tas yang cukup ramai biasa dipadukan dengan gaya pakaian yang simple dan elegan. Pilihan jumpsuit atau dress polos cukup cocok menemani pilihan tas yang sudah bercorak. Tak lupa, paduan warna pakaian dengan tas yang digunakan. Tas merah marun dengan gaun hitam atau tas hitam dengan gaun merah marun bisa jadi paduan pas. Tak terlalu kontras, tetapi juga tetap memberikan ruang agar tas tetap tampak sebagai aksesori.

 

Sumber: Jawa Pos, 13 Februari 2021

Tetap Romantis Sambut Valentine Dengan Model Era Klasik.Radar Surabaya.6 Februari 2021. Hal.3

Sambut tahun baru Imlek dan hari Valentine bisa dengan cara apa saja. Salah satunya dengan fashion, seperti tas bermotif border ala tahun 1930-1970 ini.

Motif border pada tas di ini dibuat khusus menggunakan laser cut, hingga membentuk seperti bentuk bunga. Bahannya sendiri terbuat dari kulit sapi, sehingga ketika dipakai akan terasa nyaman.

Felicia Yuwono, regional manager salah satu retail fashion di Ciputra World Surabaya ini menjelaskan, tema tas ini cocok dipakai untuk menyambut Chinese New Year dan Valentine. “Jadi kesannya lebih romantic gitu. Selain itu warnanya juga kan ada warna pink, merah maroon jadi pas juga dibuat untuk merayakan Imlek,” ujar Felicia, Jumat (5/2).

Meskipun pola desain di ambil dari tahun 1930-1970, tas ini dapat digunakan oleh semua umur, mulai dari remaja, dewasa, hingga orang tua. “Jadi bisa dicocokan dengan gaun ya, kalau disandingkan dengan motifnya juga cocok,” jelasnya.

Selain itu, ketika dipakai bisa juga dengan cara dijinjing atau diselempangkan ke bahu. Karena ada dua model, bisa menggunakan tali untuk selempang atau dilepas untuk dijinjing.

Sementara itu, pada koleksi kali ini, Felicia menjelaskan, ada empat jenis, yakni Verona, Aigner 79, Lori dan Pisa. “Meskipun bentuknya kulit-kulit seperti itu dan klasik, jadi kalau dipakai anak muda juga lebih romantic dipakainya. Karena kan temanya Romantic Abundace,” tutupnya.

 

Sumber: Radar Surabaya, 6 Februari 2021

Untung Wardoyo_Keterbatasan Membaca Tidak Menjadi Halangan.Radar Surabaya.2 Februari 2021.Hal.9

Untung Wardoyo perancang busana senior di Sidoarjo ini punya segudang pengalaman. Meskipun punya keterbatasan membaca dan menulis tidak menjadikan sebuah penghalang untuk terus berkarya.

RIZKY PUTRI PRATIWI, Wartawan Radar Sidoarjo

Masih segar dalam ingatannya, saat masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar. Untung harus berhenti bersekolah. Bukan karena keinginannya. Melainkan keadaan ekonomi keluarga yang kala itu tidak stabil. Untung kecil, akhirnya ikut bekerja serabutan. Asalkan dapat uang untuk membantu keluarga.

Warga Urangagung ini pernah bekerja sebagai asisten perias hingga pegawai sebuah butik kenamaan. Jalannya sebagai designer mulai terbuka saat bekerja di butik pakaian pengantin terkenal di Sidoarjo awal tahun 2000. Tugasnya saat itu memasang payet pada gaun. Ternyata kesempatan bekerja disana dimanfaatkan Untung banyak belajar desain busana pengantin.

Berkat belajar otodidaknya saat itu, ketika tempat Untung bekerja mulai pailit, pria 52 tahun ini akhirnya memberanikan diri menerima pesanan desain busana karyanya sendiri.

Dari sanalah Untung kebanjiran pesanan. Ia bahkan memberikan jaminan maksimal baju pengantin karyanya jadi paling lambat satu bulan.

Lalu darimana Untung mendapat inspirasi desain? “Banyak melihat gambar dari majalah. Ditambah kreatifitas sendiri. Orang-orang sekitar punya andil yang besar membantu saya dalam berkarya,” katanya.

Uniknya, busana karya Untung ini hanya dipakai bagi pengantin yang ia rias. Tidak disewakan secara umum pada calon pengantin yang lain.

“Punya kesan eksklusif. Saya juga sesuaikan dengan ukuran badan pengantin. Kalau tidak ada yang cocok, saya buatkan baru,” ungkapnya.

 

Sumber: Radar Surabaya, 2 Februari 2021

Andai Alam Berwujud Manusia. 9 Februari 2021.Hal.3

Alam dan manusia sudah hidup berdampingan selama berjuta-juta tahun. Selama itu pula, alam pun merespon segala perilaku manusia, baik yang menjaga maupun yang merusak. Alam bersahabat dengan manusia namun bisa menjadi musuh.

Desainer aksesori, Achmad Nuries Taufan merancang hardpiece dan aksesesori Lost in Wonderland. Koleksinya merefleksikan dua karakteristik alam dengan dunia fantasi. Seri ini menggambarkan fantasi alam yang hidup kalau alam berwujud manusia.

Menurut desainer kelahiran Sumenep, 8 September 1993 ini, ada dua koleksi yang dirancangnya. Pertama, mengusung konsep rawa yang gelap, gersang, dan mencekam, dan kedua, mengangkat wana hitam dan coklat tanah.

Diwujudkan dengan duri-duri tajam membalur seluruh tubuh sementara yang lain menampilkan kehidupan hijau segar yang diwujudkan dengan aksesori berbentuk ranting hijau, daun, serta bunga yang membalut badan.

“Perbedaan antara aksesori yang pertama dan kedua sangat kontras,” imbuh pemilik label Nuries (@nuries_design).

Tidak hanya kostum dan aksesori, timnya berkreasi dengan full face dan body painting untuk menambah kesan artistik. Untuk headpiecenya terbuat dari bahan resin cetak menyerupai rating kering berduri.

Selain itu kain yang dibentuk menyerupai dedaunan. Bahan yang digunakan ringan. Cara membuatnya, Achmad Nuries membuat desain terlebih dahulu. Kemudian baru mencetak sesuai bentuk yang diinginkan.

“Baru menyusun dan membuat kerangka. Terakhir, tahap perangkaian partikel kecil pada kostum  dan headpiece agar tampak lebih detail dan hidup,” terangnya.

Dia mengutamakan headpiece beauty dan karakter. Tidak sedikit yang menilai karyanya unik karena dirinya memang suka abstrak. Namun tidak menutup kemungkinan, akan membuat yang balance.

Saat ini masyarakat suka headpiece elegan. Beberapa memilih yang lebih mewah untuk menghadiri acara tertentu. “Semua sesuai dengan kebutuhan, kalau wedding, photoshoot, prewedd, atau event, biasa ke tematik dan berkarakter, namun tidak too much,” ujar Achmad Nuries.

Sumber: Surya, 9 Februari 2021