Lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia membuat pemerintah melaksanakan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3-20 Juli 2021. Kewaspadaan akan bahaya virus mematikan ini tidak boleh diturunkan, bahkan kali ditingkatkan dengan memakai dobel masker sebagai unsur penting protokol kesehatan. Di tengah tekanan, kekhawatiran dan derita ini, tenaga medis dan instansi pemerintah menjadi ujung tombak pelayanan penanganan bagi pasien positif Covid-19.
Aspek hospitality benar-benar dihayati dan diterapkan oleh tenaga medis kita, dan manfaatnya dirasakan oleh penderita, keluarga penderita dan seluruh masyarakat. Pengalaman terinfeksi virus korona pada keluarga saya akhir tahun, menyisakan pengalaman berharga dan pengetahuan yang praktis tentang tata kelola penanganan Covid-19 di fasilitas kesehatan pemerintah, tepatnya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Best practice dari pelayanan kesehatan yang diberikan Pemkot Surabaya menjadi contoh hadirnya negara di tengah warga. yakin pemerintah di setiap Kami daerah dan tenaga kesehatan kita juga melakukan hal yang sama.
Setelah hasil test swab salah satu anggota keluarga menunjuk kan positif terinfeksi Covid-19, petugas Puskesmas kelurahan di area tempat tinggal kami langsung menghubungi untuk melakukan tracing dan menjadwalkan test swab sekeluarga. Seperti diduga, seluruh anggota keluarga juga terinfeksi Covid-19.
Berbeda dengan anggota keluarga yang langsung mendapat perawatan di rumah sakit rujukan Pemkot Surabaya karena memiliki gejala, anggota keluarga yang lain dikarantina di Asrama Haji karena tidak memiliki gejala. Seluruh penanganan kami sekeluarga dilakukan dan dikontrol langsung Puskesmas dan kelurahan setempat.
Tak hanya itu, sembari i menunggu hasil test swab di Puskesmas, kami melakukan isolasi mandiri di rumah dengan dukungan konsumsi sehari tiga kali dan snack sehat berupa wedang pokak disertai 15 telur rebus dari petugas Kelurahan. Sungguh pengalaman yang menyentuh dan apresiasi untuk kesigapan dan ketulusan aparatur pemerintah kota Surabaya.
Kehadiran negara melalui fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan mulai dari Puskesmas, rumah sakit rujukan dan pelayanan isolasi mandiri, terasa ‘hangat’, ramah dan meringankan beban. Terakhir, pembagian paket obat gratis bagi masyarakat yang sedang isolasi mandiri yang diluncurkan Presiden Joko Widodo, Kamis (15/7).
Bukti bahwa hospitality telah jamak dikenal dan dipraktikkan bangsa Indonesia secara naluri juga L’menjamah’ para tenaga kesehatan dan segenap aparatur pemerintah yang bekerja secara tim pada penanganan wabah saat ini. Hospitality yang telah menjadi industri, berakar pada soal hati, pada tataran kepemilikan rasa untuk melayani orang lain.
Ada semacam standar yang tidak tertulis, bahwa aktivitas jasa, perdagangan dan setiap hal yang terkait interaksi dengan orang lain, dilakukan untuk saling menciptakan dan meningkatkan nilai lebih di kehidupan.
Kesadaran akan nilai tersebut membutuhkan pembiasan terus menerus, dan penciptaan nilai lebih tersebut dilakukan dengan kerendahan hati untuk memberikan value kepada orang lain melalui pelayanan.
Dimensi Hospitality
Hospitality memang tidak sebatas keramahtamahan. Sebagai- mana didefinisikan Philip Kotler, dkk (2003), ranah bisnis yang sarat dengan service ini salah satunya mencakup penyediaan makanan dan minuman. Menurut Oxford Advance Learner’s Dic- tionary (2000), hospitality didefinisikan sebagai friendly and generous behavior towards guests: food, drink, or services that are provided an organization for by an guests, customer, etc. Melalui Saat pandemi ada standard baru yang tinggi di ranah layanan publik, yakni kesigapan, kecepatan, kecermatan, sekaligus kesungguhan hati dan bersabar saat memberi layanan kepada warga yang sedang panik, sakit dan berduka.
Inilah wajah baru pelayanan publik yang hadir terus menerus, menyertai iringan bunyi sirene ambulans, berita penanganan Covid-19 yang mengkhawatirkan. Nilai-nilai hospitality yang khas dimiliki industri perhotelan, kini menjadi kekhasan dalam penanganan wabah Covid-19 di setiap lini layanan kesehatan.
Ada kepemimpinan, integritas, kerja keras, team work, cinta, kesadaran diri dan sikap-sikap luhur lainnya pada setiap mata rantai sistem penanganan kesehatan publik. Sebagian nilai yang kian luntur di negeri ini, mencuat kembali menjadi secercah harapan di balik duka lara pandemi ini. Hospitality menjadi media yang tepat dan baik untuk mempertemukan kemanusiaan, dengan aneka problematik dan cakupan, mulai ranah keluarga hingga negara.
Lima dimensi kualitas jasa berikut ini, secara empiris terbukti ketika dipraktikkan dalam pelayanan wabah Covid-19. Parasuraman (1988) dan Zeithaml, dkk (1996) menjelaskan lima dimensi kualitas jasa yang seluruhnya vital dalam hospitality.
Pertama, kehandalan, kemampuan memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan. Kedua, responsiveness, kesiapan membantu pelanggan dan memberi pelayanan yang cepat dan tanggap yang m g meliputi kesiapsiagaan dalam melayani pelanggan, kecepatan dalam menangani transaksi dan penanganan pelanggan.
Ketiga, assurance, pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi pelayanan, ketrampilan memberikan informasi, dan sebagainya. Keempat, empati, perhatian secara individu ke pelanggan seperti kemudahan mendapat jawaban atas pertanyaan, kemampuan berkomunikasi ke pelang gan. Kelima, tangibles, penampilan fasilitas fisik mencakup kebersihan, kerapian kenyamanan, kelengkapan peralatan komunikasi, dan penampilan.
Media hospitality dalam situasi darurat wabah Covid-19, meneguhkan kesanggupan Indonesia menjadi teladan di dunia. Bahwa Indonesia sebagai satu bangsa memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi, gotong royong saling menanggung beban penderitaan dari krisis kesehatan maupun krisis ekonomi saat ini. Secara strategis, kegentingan situasi penanganan wabah saat ini memiliki substansi yang teramat penting bagi perjalanan bangsa ini, menjadi refleksi kesanggupan Indonesia menjalankan conflict management dan conflict resolution antar anak bangsa. Mengapa demikian? Pandemi ini membuka sekat-sekat kebuntuan komunikasi antar warga. Ketidakmengertian atau ketidakpedulian publik akan kinerja para aparatur negara, bahkan rasa skeptis ke aparatur sipil negara perlahan luntur melihat kesigapan dan kesungguhan mereka melayani warga di area masing-masing. Ada relasi baru: sesama warga sesama saudara, tiada lagi sekat warga-pemerintah.
Pada akhirnya penanganan wabah tidak melulu dengan instruksi dan anjuran 5M. Tapi perlu wajah wajah aparatur pemerintah di tiap jejaring pelayanan kesehatan, yang manusiawi, hangat, ramah dan menyejukkan. Hospitality menjadi medan luas di segala bagi Puskesmas, area karantina, kantor-kantor pemerintah dari kelurahan hingga kota/kabupaten.
Sumber: Kontan. 21 Juli 2021. Hal.15.