Memperkuat Museum Menjadi Destinasi Menjanjikan.Venue. Mei 2019. Hal. 40,41

Sejak tahun 1977, setiap tanggal 18 Mei dirayakan sebagai International Museum Day (IMD) 2019. Tahun ini, tema peringatan IMD 2019 adalah “Museum as Cultural Hubs,  The future of tradition”, sedangkan tema IMD tahun-tahun sebelumnya antara lain, “Museum and Memory” serta “Museum for Social Harmony”.

Dalam kalender event IMD 2010 misalnya, Indonesia tercatat dalam pemuseuman global yang diorganisir oleh House of Sampoerna di Surabaya. Karena itu perhelatan IMD yang dipelopori oleh International Council of Museums itu memiliki arti penting bagi permuseuman di Indonesia, yang juga memperkuat industri pariwisata.

International Council of Museum mendefinisikan museum sebagai institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengonservasi, menset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi dan kesenangan. Karena itu, museum sebagai destinasi wisata memiliki tujuan berganda, selain untuk bersenang-senang juga untuk belajar.

Bukti bahwa eksitensi museum di Tanah Air memiliki kompleksitas persoalan dapat dijumpai pada pencurian koleksi museum. Beberapa tahun lalu, koleksi museum Sonobudaya di Yogyakarta dicuri meraibkan 17 jenis koleksi perhiasan dan benda bersejarah warisan Kerajaan Mataram Hindu (abad 8-10), seperti patung emas, topeng emas, liontin, kalung, dan berbagai jenis perhiasan. Jumlah koleksi yang hilang sebanyak 87 buah, salah satunya topeng emas hadiah upacara persembahan Raja Majapahit Hayam Wuruk kepada neneknya Ratu Gayatri.

Sebagai destinasi wisata yang secara khusus menyajikan koleksi produk kebudayaan di Tanah Air, eksistensi museum di negeri ini tidak dapat diremehkan. Namun, museum kita seakan terhimpit berbagai persoalan yang menyesakkan Ardiwidjaya (2008) mengklasifikasikan permasalahan yang dihadapi museum di Tanah Air pada dua ranah : internal dan eksternal.

Dalam persoalan internal, terdapat kompleksitas fungsi museum yang tidak diimbangi profesionalitas SDM, belum mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi, peragaan koleksi museum tidak ditata secara modern, belum berkembang sebagai tempat yang nyaman dan menyenangkan bagi masyarakat rendahnya krativitas program dan aktivitas museum, kurang memadainya data dan informasi terkait dengan koleksi, dan belum diintegrasikannya museum dalam sistem pendidikan nasional kita. Kini, semakin kompleks problematika internal museum juga terkait keamanan dan asuransi koleksi museum bahkan komitmen pendiri dan keluarga pendiri pada museum yang didirikan oleh perorangan.

GCG

Di sinilah kita melihat pentingnya penerapan prinsip-prinsip profesionalitas dalam pengelolaan museum. Meski bukan berarti organisasi bisnis pada umumnya, namun museum sebagai destinasi wisata perlu menerapkan good corporate governance (GCG). Sesuai rumusan Organization for Economic Coorperation and Development (OECD) yang dikenal dengan The Seven Principles of Public Life. GCG diterapkan dengan cara tidak mementingkan diri sendiri, integritas, obyektivitas, keterbukaan, kejujuran, kepemimpinan, dan akuntanbilitas (Indrajit, 2003:291). Secara umum, istilah GCG merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari “nilai-nilai” yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition), seperti komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika.

Mengapa GCG penting bagi museum, sementara museum pada intinya bukan suatu lembaga yang berorientasi pada keuntungan? Memerhatikan karakteristik koleksi museum pada umumnya, dipastikan terdapat originalitas, kelangkaan, dan latar belakang waktu koleksi museum yang terhitung lama. Dampaknya, koleksi museum dipastikan memiliki nilai ekonomis (nilai jual), yang sangat tinggi. Karena itu, disadari atau tidak, museum menjadi instansi yang “diincar” oleh kelompok tertentu. Bagi sebagian besar warga Indonesia, koleksi museum dianggap remeh, tak lebih dari kumpulan barang-barang kuno, namun justru “diincar” oleh segelintir orang dan oknum tertentu yang paham betul nilai dan manfaat material yang terkandung dalam koleksi museum.

Semakin kuno dan langka koleksi museum maka dipastikan semakin tinggi harga jual barang tersebut. Jelaslah, secara kasat mata koleksi museum tematik yang didirikan oleh seseorang memiliki keterancaman dari pengalihfunsian, komersialisasi atau motif lain yang membuat kepemilikan berpindah tangan integritas, obyektivitas, keterbukaan, kejujuran, kepemimpinan, dan akuntanbilitas para pengelola museum dan pihak-pihak terkait menjadi kunci penetapan GCG di museum. Mari dikelola secara profesional museum-museum di Indonesia, agar menjadi perantara kebudayaan dan masa depan tradisi bangsa. Selarut Hari Museum Sedunia 2019.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *