Adem Bisa Dimakan Pula

Edible Landscaping ala Indawati Kusuma_Bikin Adem, Bisa Dimakan Pula. Jawa Pos.12 Januari 2017.Hal.7

Mendengar gemericik suara kolam ikan dan kicauan burung yang mampir ke taman rumah jadi self-healing bagi indrawati kusuma. Huniannya di CitraLand, Surabaya, dibuat senyaman-nyamannya dengan konsep go green, lengkap dengan edible landscape yang menambah asri.

 

Sekitar 20 tahun lamanya Indawati Kusuma tinggal di Amerika Serikat. Ketika pulang, dia sedikit kaget dengan kondisi di Indonesia. Banyak anak-anak yang mengalami obesitas. Perempuan yang pernah bekerja sebagai chef instructor itu terinspirasi menggalakkan program sayuran organik bernama Organic Farm dan katering organik bernama Farm2Table.

 

Dia menuangkan program tersebut dalam desain interior rumahnya. Rumah seluas 288 meter persegi itu dibeli dalam kondisi sudah jadi. Namun, dia tidak kehabisan akal untuk mengubah nuansa rumahnya jadi lebih fresh. Salah satunya membuat edible landscaping organik di halaman belakang rumah. Edible Landscaping adalah pemanfaatan taman untuk tanaman yang bisa dimakan.

 

Untuk membuatnya, Indawati memilih organic soil yang dikirim langsung dari Gunung Arjuna. Tanah vulkanis dari abu gunung tersebut sangat subur. Dia menambahkan ampas cengkih dan bakaran bambu untuk menambah nutri tanaman. Aroma cengkihnya juga mengurangi hama di dalam tanah.

 

Lebih dari 20 jenis tanaman memenuhi dua edible landscape indawati yang masing-masing berukuran 2 x 1 meter. Ada jenis buah-buahan seperti sawo, anggur, dan markisa liar serta tanaman obat seperti ginseng. Terdapat juga bunga telang, “semua tanaman itu bisa dimakan. Seringkali saya manfaatkan sendiri,” ujar Indawati.

 

Disamping edible landscape terdapat kolam ikan kecil. Pemandangan tersebut bisa dinikmati dari ruang makan yang berpintu dan berjendela kaca, Asri sekali. Apalagi biasanya ada burung-burung yang mampir untuk ikut mencicipi markisa liar. “bikin rileks deh liatnya” ucap indawati, lalu tertawa.

 

Dibelakang kolam ikan , Indawati membuat sebuah ruang berkreasi yang berisi berbagai permainan kreatif. Ruang itu cocok sekali buat Indawati menghabiskan quality time dengan dua buah hatinya, Indi Amelia Kusuma, 14; dan Hana Luna Kusuma 7.

 

Serunya, anak-anak bisa belajar gardening disana. Misalnya, menanam lemon dan tomat mulai dari  bibit atau membudidayakan jamur di dalam botol kaca. Selain jadi sarana pembelajaran, hal itu membuat buah hatinya lebih suka makan. “kalau mereka dilibatkan seperti itu, anak-anak jadi lebih tahu proses dan akhirnya semangat makan,” jelas Indawati.

 

Indawati sering memanfaatkan barang tak terpakai sebagai wadah tanaman. Contohnya, cangkir cantik yang merupakan suvenir pernikahan. Suasana ruangan jadi makin cantik dan tidak menoton.

 

Kalau lantai 1 rumah lebih dimanfaatkan untuk melepas penat dan family time, lantai 2 terdiri atas kamar tidur orangtua dan dua kamar tidur anak. Indawati sengaja menata barang secara minimal di dalam kamarnya . hanya terdapat sebuah kasur, dua meja kayu, dan satu neon lamp berbentuk kubus.

 

Dua meja kayu disudut ruangan bisa dibuka dan dijadikan tempat menyimpan aksesori. Neon lamp juga dapat difungsikan sebagai meja. Indawati tidak menggunakan lemari untuk menyimpan baju, melainkan walking closet tanpa pintu yang terhubung dengan kamarnya. “Beli secukupnya, tidak berlebihan. Rumah itu untuk living space, bukan untuk gudang barang,” ujarnya, lantas tertawa.

 

DAUR ULANG: Hampir seluruh perabot di rumah Indawati adalah hasil recycle dan reuse dari kayu jati lama, termasuk cangkir lucu yang menjadi pot tanaman hiasan meja ini.

 

KAYU JATI BEKAS JADI PERABOT CANTIK

Salah satu hal yang cukup eye catching dari kediaman Indawati Kusuma adalah hampir seluruh perabotannya terbuat dari kayu jati. Mulai frame jendela dan pintu, meja dan kursi makan, kursi anak, kabinet dapur, rak buku, rak penyimpanan mainan, sampai rak walking closet, seluruhnya terbuat dari kayu yang terkenal kukuh dan awet tersebut.

Beberapa perabotan kayu itu dibuat sendiri secara customed oleh Indawati dan suami. Sang suami yang bekerja sebagai motion graphic animator diserahi urusan mendesain barang. “saya yang mengarahkan bagaimana perabotan tersebut harus berfungsi. Misalnya, meja kayu yang bisa dibuka dan menjadi tempat penyimpanan aksesori,” jelas dosen Universitas Ciputra ini.

 

Indawati memegang teguh prinsip reduce, reuse, dan reycle, karena itu, dia memilih kayu jati bekas sebagai bahan utama pembuatan perabotan tersebut. Misalnya, meja makan di rumahnya adalah daur ulang dari meja lama milik ibunya. Meja tua yang ada sejak 1990-an tersebut dibongkar dan didesain ulang menjadi lebih minimalis.

 

Idawati juga tetap memanfaatkan kayu jati bekas bongkaran bangunan yang dibelinya dari pengepul. Pernah suatu ketika dia mendapati tukang kayu yang memanfaatkan kayu jati bekas sandaran kursi untuk dijadikan tusuk sate. ‘katanya, kayunya nggak bisa dijual karena melengkung sayang sekali kan,” jelasnya. Akhirnya dia membeli kayu tersebut.

 

Bersama suami, kayu jati melengkung itu dijadikan rak buku. “bagi saya itu unik. Nggak ada orang lain yang punya,” ujarnya. Indawati tak merasa kesulitan merawat perabot kayu jati. Sebab, kayu jati dari sananya memang awet,  juga di benci rayap karena teksturnya keras. “selain awet, rumah juga jadi cantik dan kesannya natural,” ujarnya.

 

Sumber : Jawa Pos. 12 Januari 2017. Hal.7

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *