Menjadi pemimpin tangguh. Marketeers. Desember 2020 – Januari 2021. Hal.14,15

Perjalanan karier Lala Eka Nilam, Head of Acquisition ShopeePay, tidak melulu berjalan mulus. Perempuan yang awalnya enggan terjun di industri keuangan ini justru menjadi salah seorang yang berperan dalam mengenalkan layanan pembayaran digital ke para pelaku usaha di Indonesia

Berbagal hal telah dialami Lala, sapaan akrabnya, la pernah diremehkan pernah pula membuktikan bahwa ketidaktahuannya berhasil menjadi batu loncatan baru untuk mengembangkan diri. Hingga mengantarkan dirinya sebagai jajaran pemimpin perempuan di tengah persaingan bisnis keuangan digital yang semakin ketat

Bagi Lala, perjalanan kariernya yang tidak semarils permen kapas Perempuan yang telah berkutat lebih dari sepuluh tahun sebagai business development layanan pembayaran digital ini ternyata pernah mengalami beratnya melepas tim solid yang sudah la bangun. Simak kisahnya yang la sampaikan kepada Ellyta Rahma dari Marketeers berikut ini.

MY BEST

Lebih dari 12 tahun lalu, saya mengawali karier sebagai secretary event organizer yang sekaligus menjadi perkenalan saya dengan industri kreatif profesional. Namun sayangnya, saya tidak merasa enjoy. Ada perasaan bahwa industri tersebut bukan untuk saya. Apalagi, dengan pola kerja yang tidak menentu. Bisa sangat sibuk saat sedang ada proyek, tapi bisa tidak melakukan apa-apa saat proyek kosong. Saat sibuk pun bisa memakan waktu yang tidak main main. Pulang bekerja di pagi hari sudah hal biasa.

Saat sedang mempertimbangkan karier, hidup membawa saya berkenalan dengan layanan pembayaran digital. Saat itu, layanan ini memang belum digunakan secara luas. Perusahaan-perusahaan yang menawarkan kebanyakan masih dalam tahap pengembangan. Namun, saya memiliki feeling yang baik dengan bisnis ini. Hingga akhirnya bergabung dengan Kartuku, fintech penyedia layanan pembayaran pihak ketiga, sebagai business development manager. Di sinilah, saya seperti memulai hidup baru.

Lucunya, sebelumnya saya melihat dengan sebelah mata karier di industri keuangan. Di mata saya, orang-orang yang bekerja di industri ini adalah nerd. Terlalu serius dengan goals, desain jam kerja yang terkesan kaku, dan peraturan kerja serta Key Performance Indicator (KPI) ketat. Anggapan ini mungkin juga terpengaruh dengan lingkungan pendidikan dan karier pertama saya yang berbasis pada industri atif yang terkesan lebih fleksibel. Namun siapa sangka, keputusan untuk terjun ke dunia yang sebelumnya sangat saya hindari justru menjadi pilihan terbaik dan kemudian menjadi salah satu hal terbaik dalam perjalanan karier saya. Bersama Kartuku, saya merasakan perjuangan membangun sebuah layanan dari belum populer hingga digunakan oleh banyak orang.

Saya merasa puas saat layanan yang saya ikut terliba: psda akhirnya digunakan oleh banyak orang. Ini masih terbawa hingga sekarang saat saya menawarkan layanan ShopeePay ke para pelaku bisnis. Saya merasa senang karena apa yang saya lakan memberikan dampak kebaikan pada masa depan orang lain.

Proses terbaik sebagai orang di balik digitalisasi perbayaran tentu bukan hanya itu. Ada proses edukasi yang butuh kanan, dari soal manfaat layanan digital hingga pentingnya rageliminasi uang kas untuk menjaga keamanan bisnis. Lewat layanan ini rasanya saya berhasil menghadirkan solusi untuk kemajuan hidup orang lain. Kebahagiaan ini bertambah ketika inisiatif menggunakan layanan itu datang sendiri dari pelaku usaha. Rasanya kerja keras ini terbayar lunas.

MY WORST

Every journey have their good and bad moments. Termasuk apa yang pernah saya rasakan di perjalanan karier ini. Pengalaman ditolak mungkin pernah dialami oleh hampir semua orang yang bekerja di industri ini. Hal ini biasa. Di tengah perkembangan teknologi yang terjadi sangat cepat, ada kelompok orang yang tidak bisa bergerak secepat perkembangan itu. Sebagai orang di balik perkembangan ini, sudah seharusnya menyadari bahwa penolakan adalah tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Get creative.

Untuk itu, saya tidak akan mengatakan bahwa masa terburuk di perjalanan karier saya adalah penolakan tersebut. Masa-masa terburuk itu justru datang saat saya sudah berada di jajaran pemimpin. Saat itu, posisi saya adalah Head of Merchant Business dan Kartuku mengalami kondisi terburuk hingga akhirnya bergabung dengan Gojek. Secara bisnis, semestinya kondisi pascamerger akan memperbaiki keadaan. Namun nyatanya, perubahan ini menuntut perombakan besar, termasuk karyawan.

Dengan berat hati, saya harus memberhentikan tim yang sehari hari telah bekerja bersama. Saat itu, menjadi waktu terberat untuk saya. Namun, tentu saja saya tidak bisa mengedepankan ego dan perasaan untuk menentukan keputusan strategis.

Saya harus menjadi thought leader dengan prinsip bahwa sebagai pemimpin, saya harus bisa melakukan hal-hal di luar kemampuan. Contohnya, kemampuan untuk melepas tim yang sudah menjadi bagian dari hidup saya. Pada akhirnya, melepas tim yang selama ini saya pimpin memunculkan tekad bahwa saya harus bisa lebih baik dalam mengelola orang-orang.

Tekad itu masih saya bawa hingga sekarang. Bersama tim di ShopeePay, saya berusaha memperluas dampak layanan pembayaran digital di Indonesia dan tingkat regional. Saya memperlakukan tim sebagai keluarga yang profesional. Saya berusaha menghargai mereka sebagai individu yang bekerja bersama, tapi tidak melupakan batasan bahwa mereka juga memiliki kehidupan pribadi. Hasilnya, tim tetap bisa bekerja sama dan memiliki koneksi yang erat, namun tidak sampai merasa kesulitan untuk membedakan koneksi pribadi dan profesional.

M QUOTES

“DENGAN BERAT HATI, SAYA HARUS MEMBERHENTIKAN TIM YANG SEHARI-HARI TELAH BEKERJA BERSAMA.”

Lala Eka Nilam Head of Acquisition Shopee Pay

 

 

Sumber: Marketeers. Desember 2020 – Januari 2021. Hal.14,15

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *