Peleburan Budaya lewat Kemeriahan Barongsai.Jawa Pos.11 Februari 2021.Hal.20

Pamerkan Lukisan dengan Gaya Pop Art Sambut Imlek

SURABAYA, Jawa Pos-Delapan lukisan bertema Imlek berpencar di beberapa ruangan di Prambanan Boulevard DA- 18 Surabaya mulai kemarin (10/2). Lukisan-lukisan dari empat seniman berbeda itu masing-masing membawa cerita tentang kebudayaan Tionghoa dengan gayanya masing-masing. Ada yang menyuguhkannya dengan gaya ekspresionisme. Ada juga yang menyuguhkannya dengan gaya pop art. Salah satunya datang dari pelukis Loyong Budi Harjo. Tetap dengan gaya pop art kontemporernya yang khas, Loyong menyuguhkan budaya bermain barongsai yang punya dua pengg ambaran berbeda. Salah satu lukisannya menyuguhkan permainan barongsai dengan gaya yang biasa ditemui pada umumnya. Yakni, dimainkan dari bawah dengan tongkat kayu. Ada juga yang dimainkan langsung dengan orang orang yang kadang melakukan atraksi mengangkat temannya untuk membuat barongsai terlihat sedang berdiri.

Namun, satu lukisan lainnya. dibuatnya cukup berbeda. Budaya memainkan barongsai dibuat menjadi lebih imajinatif. Yakni, membuat barongsai tersebut menjadi sebuah wahana roller coaster. Orang-orang yang menggerakkannya tak lagi berada di bawah barongsai, tapi naik ke atasnya seperti sedang mengendarai roller coaster.

Namun, di balik itu semua, suasana dalam pementasan barongsai tersebut tidak berubah. Tetap gemuruh, ramai, dan meriah dengan iringan musik dan penonton yang ikut mengiringi perjalanan barongsai. Pelukis yang pernah menjadi finalis UOB Painting of the Year pada 2016-2017 itu bercerita bahwa kemeriahan tersebut se- benarnya menjadi ciri khas dalam pergelaran barongsai.

“Kemeriahan barongsai ini sudah menjadi suatu hal yang sangat merakyat bagi masyarakat,” tuturnya. Terlepas dari mereka berasal dari masyarakat Tionghoa atau masyarakat pribumi. Sebab, sudah bukan hal yang aneh lagi saat masyarakat selain Tionghoa juga turut menikmati dan terhibur dari budaya tersebut.

“Dari situ akhirnya kita tahu bahwa saat peristiwa itu terjadi, suatu peleburan budaya antara masyarakat Tionghoa dan pribumi ternyata bisa terjadi,” tambahnya. Dengan begitu, selain sebuah bahasa, pertunjukan yang menarik dengan pendekatan yang merakyat bisa membuat perbedaan ras atau suku tetap bisa hidup rukun dan saling menghormati satu sama lain. (ama/c12/tia)

 

Sumber: Jawa Pos.11 Februari 2021.Hal.20

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *