Peneleh Sebagai Kampung Lawas Surabaya 1_Sudah Ada Sejak Zaman Kerajaan Majapahit. Radar Surabaya. 11 Mei 2019. Hal.3. Chrisyandi. Lib

Surabaya memang memiliki banyak kampung lawas. Satu yang sudah terekspos luas dan sudah menjadi julukan wisata adalah Kampung Maspati. Namun sebenarnya, ada banyak kampung lawas di Surabaya yang keberadaannya menjadi saksi sejarah keberadaan kota Surabaya. Salah satunya adalah Kampung Peneleh.

KAMPUNG Peneleh bisa dikatakan sebagai salah satu kampung paling lawas di Surabaya. Kampung ini ada bukanlah karena banyaknya orang berdatangan ke Surabaya dan tinggal berkelompok membentuk kampung. Tapi kampung ini sudah ada jauh, bahkan ada ketika zaman kerajaan Majapahit dulu.

Bukti yang menunjukan Kampung Peneleh sudah ada sejak zaman kerajaan adalah ditemukan sumur jobong yang terletak di Pandean Gang 1 tahun 2018 lalu. Tim arkeolog dari Museum Trowulan menyatakan bahwa sumur ini merupakan bukti sejarah peninggalan Era Majapahit, antara abad ke 13 – 15 Masehi.

Dosen Sejarah Universitas Airlangga (Unair) Adrian Perkasa menyebutkan, pada masa itu batas wilayah yang disebut suatu kampung tidak tertulis dengan jelas. Bahkan dalam peta Belanda, tidak tertulis gang Pandean, melainkan Kampung Peneleh. Itulah mengapa, temuan jobong yang berada di Pandean Gang 1 ini juga bisa dijadikan bukti keberadaan Kampung Peneleh yang sudah ada sejak zaman Majapahit.

“Maka lebih pas jika dinamakan Kawasan Peneleh. Karena batasan jelasnya tidak ada, dulu juga belum ada nama gang-gang. Namun keberadaan makan Peneleh ini sebagai penandanya,” jelasnya kepada Radar Surabaya.

Pustakawan dari Universitas Ciputra Chrisyandi juga membenarkan bahwa Peneleh merupakan kampung lawas di Surabaya. Buktinya adalah keberadaan makam kuno yang dibiarkan apa adanya di antara rumah penduduk. Misalnya di Pandean Gang 1. “Bentuk makamnya kuno, sehingga menunjukan dari zaman kerajaan era dahulu,” jelasnya.

Makam-makam itu bahkan dikenal membentang tidak beraturan, ada yang menghadap utara dan selatan maupun, ada yang berada di rumah penduduk, ada yang ditengah jalan, ada yang dibiarkan, juga ada yang di bongkar. “Bukan bentuk makamnya yang melintang sebenarnya, namun masyarakatlah yang membangun rumah berlawanan dengan arah makamnya,” jelasnya (bersambung/nur)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *