Sell on May and Go Away

Sell om May and Go Away. Jawa Pos.26 April 2016.Hal.1,11

Oleh ELLEN MAY

 

MENJELANG pertengahan tahun, investor saham akan mulai waspada dengan fenomena ini. Konon, pada Mei biasanya pasar saham cenderung melemah. Benarkah demikian?

Istilah sell on May and go away lahir dari pasar saham negara Barat, terutama di Amerika Serikat (AS). Secara statistic memang terbukti. Apakah hal tersebut juga terjadi di Indonesia?

Sell on May and go away menggambarkan strategi investor yang menjual kepemilikan sahamnya pada Mei dan menginvestasikannya ke instrumen investasi lain.

 

Upaya Investor Minimalkan Risiko

Lalu, kembali ke pasar ekuitas sekitar November. Sebab, secara historis di pasar saham negara Barat seperti di AS, biasanya periode Mei-Oktober nilai investasi mudah menguap.

Kebalikan dari sell on May, Oktober sering disebut dengan indikator Halloween, merupakan sinyal bahwa pasar saham cenderung menguat.

Sell on May dan indikator Halloween tidak bisa dijadikan patokan. Namun, bisa menjadi sinyal bagi kita akan adanya reversal (pembalikan arah) di pasar.

Berdasar penelitian statistic terhadap Dow Jones dan S&P di AS disebutkan, seorang investor akan mendapatkan tingkat imbal hasil yang jauh lebih baik jika berinvestasi pada saham selama enam bulan terbaik saham (dari November hingga April) dan mengalihkan ke obligasi selama enam bulan terburuk saham (dari Mei hingga Oktober).

Sebagai contoh, berdasar hasil penelitian, jika Anda menginvestasikan uang USD 10.000 pada 1950 hingga 2007, dengan strategi di atas, uang Anda akan berkembang menjadi USD 578.413 (naik 5.684 persen). Namun, jika melakukan sebaliknya, dana tersebut akan tersisa USD 341 (turun 96,5 persen).

Jadi, strategi sell on May and go away bukanlah menjual saham pada Mei dan masuk pada bulan-bulan selanjutnya. Namun, merupakan strategi investasi untuk menempatkan dana secara bergantian pada saham dan obligasi.

Di negara Barat seperti AS dan Eropa, liburan musim panas merupakan bagian dari budaya. Momen tepat untuk menikmati hasil kerja atau hasil investasi pada periode setahun sebelumnya. Mereka bisa bepergian ke negara lain, bahkan sampai ke beberapa negara.

Dalam rangka menikmati dan fokus pada liburan itu, para investor tidak ingin terganggu dengan berita perkembangan pasar yang bisa mempengaruhi portofolionya. Maka, salah satu cara terbaik adalah keluar dari pasar saham terlebih dahulu, baik mengambil dana secara tunai maupun mengalihkan seluruh atau sebagiannya ke instrument yang lebih stabil seperti obligasi negara. Investor di Amerika cenderung keluar dari pasar saham saat liburan dan memilih investasi yang lebih rendah risiko.

Terlepas dari riset dan statistik tren pasar modal, diluar teori strategi investasi, bisa jadi munculnya istilah sell on May and go away merupakan upaya investor untuk meminimalkan risiko. Yakni, mengamankan portofolionya karena menjelang musim liburan panas yang  biasanya terjadi akhir Mei sampai Juni, Juli, dan Agustus.

Bagaimana dengan di Indonesia? Masyarakat kita juga mengenal liburan sekolah pada periode setelah Mei. Maka, bagi yang berencana liburan dan menikmati hasil investasinya, sell on May and go away bisa menjadi pilihan.

Namun, yang lebih penting lagi adalah butuh dana untuk memasuki musim tahun pelajaran baru di sekolah di berbagai level, mulai taman kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi. Maka, kalau merujuk kepada alasan itu, ya boleh saja investor melakukan aksi jual pada periode akhir April sampai Mei. Dengan catatan, kita sudah berada dalam posisi untung alias cuan. Hehehe…

Anggap saja itu sebagai bagian dari manajemen risiko sekaligus untuk kemudian menata ulang portofolio investasi di pasar saham. Apalagi, pada periode April dan Mei kita sudah bisa menilai kinerja masing-masing emiten dan sektor bisnis yang ada di bursa saham Indonesia.

Rata-rata pada Mei itu emiten sudah melaporkan secara penuh kinerja pada kuartal pertama. Dari situ kita bisa menilai, apakah investasi kita di saham tersebut sudah tepat atau belum. Atau jangan-jangan ada saham emiten lain yang ternyata lebih kinclong dan potensial untuk kita miliki.

Di Indonesia, sebenarnya, secara statistik pasar saham Indonesia yang tercermin  dalam kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) pada Mei tidak konsisten, malah lebih banyak return positifnya.

Data Bursa Efek Indonesia (BEI) memperlihatkan secara rata-rata sejak 1984 sampai 2012 kinerja IHSG saat Mei naik 2,44 persen. Pada 1988 sampai 2012 juga naik 2,84 persen dan pada 1989 sampai 2012 naik 2,32 persen.

Di bulan Mei 2015 IHSG naik 2,55 persen dan investor asing mencatatkan penjualan bersih Rp 3,460 triliun. Pada Mei 2014 IHSG juga naik 1,11 persen dan investor asing melakukan pembelian bersih Rp 8,089 triliun.

Investor asing memang dominan melakukan aksi jual, tetapi IHSG mampu menguat. Bisa diartikan bahwa investor local yang merupakan masyarakat Indonesia tidak terlalu meyakini fenomena sell on May and go away itu.

Beberapa kali memang strategi switching pada April dan Oktober tersebut menunjukkan hasil yang bagus. Apa yang akan terjadi saat Mei tahun ini? Mari kita lihat saja apa yang akan terjadi. Tahun lalu pasar saham mulai terperosok tepat pada 1 Juni 2014, dekat dengan Mei.

Meski hal menarik yang saya temui itu tidak bisa dijadikan patokan utama, secara historis terbukti bahwa Mei sampai September merupakan musim kemarau di bursa saham. Investor perlu mewaspadai, terutama saham-saham berkapitalisasi besar yang biasanya cenderung melemah. Mei juga bulan saat fund manager (pengelola asset) sedang melakukan rebalancing portofolio.

Tahun 2016 ini saya melihat beberapa saham yang sudah berada di puncak siklus enam bulanan adalah saham dari sektor perbankan. Itu perlu diwaspadai karena risiko dari NPL yang cukup tinggi dan turunnya margin (NIM) lantaran turunnya tingkat suku bunga.

Namun, jangan khawatir. Selain sektor perbankan, masih ada sektor lain yang menurut saya bisa berkembang, yaitu sektor property yang diuntungkan dari turunnya suku bunga.

Menjelang Mei ini, waspadai IHSG secara teknikal yang sudah berada dekat resistance kuatnya di angka 5.000, ada potensi penguatan terhalang di area itu.(*)

 

Pendiri Ellen May Institute, www.ellen-may.com

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *