Teliti Detail Co-Parenting

Prof Jenny Lukito Setiawan, Pakar Psikologi Konseling_Teliti Detail Co-Parenting. Kompas.19 Januari 2017.Hal.27

Karakter entrepreneurial tidak sekedar mengajari anak menjadi pebisnis. Sejak dini, keluarga melatih anak berjiwa entrepreneur agar tangguh menghadapi persoalan. Caranya, menurut prof Dra Jenny Lukito Setiawan MA PhD, melalui co-parenting.

 

Hari ini (19/1) Jenny Lukito Setiawan dikukuhkan menjadi profesor. Dia adalah guru besar pertama yang dikukuhkan di Universitas Ciputra.

Bidang ilmu yang ditekuni adalah ilmu psikologi konseling, minatnya tercurah pada co-parenting. Orang tua kompak dan berkaloborasi dalam pengembangan karakter anak. Termasuk menumbuhkan karakter entrepreneurial anak.

Banyak orang yang mengira, tidak ada hubungannya antara entrepreneur dan ilmu psikologi. Padahal sangat erat terkait. Sebab, ada manusia dibalik suatu karya entrepreneurship.

Mengutip Reuch & Frese (2007), kata Jenny, ada enam karakter psikologis para entrepreneur. Yakni, kebutuhan berprestasi yang tinggi, berani mengambil risiko, inovatif, punya otonomi, memiliki locus of control internal, dan memiliki self-efficacy.

Keluarga, jelas dia, punya andil besar. Ayah dan ibu berperan kuat untuk menanamkan karakter entrepreneurial anak. “harus sinergi, harus sama-sama sepakat untuk menanamkan karakter entrepreneurial. Inilah yang di maksud co parenting,” tuturnya.

Caranya, orangtua harus punya gol terlebih dahulu kepada anak. “anak mau diarahkan bagaimana, ini berkaitan dengan pola asuh,” katanya. Ada empat macam pola asuh pada orangtua. Yakni pola asuh authoritarian, pola asuh indulgent, pola asuh neglecthful dan pola asuh authoritative.

Dalam pola asuh authoritarian, menurut Jenny, ayah dan ibu memberikan batasan serta kontrol yang sangat ketat, tapi tidak disertai upaya memerlukan kebutuhan anak. Akibatnya anak tidak berani berinovasi dan karekter entrepreneurialnya terhambat. Pola asuh indulgent merupakan pola asuh yang memanjakan anak. Orangtua hampir tidak memiliki tuntutan kepada anak. “pola asuh ini bisa membuat kontrol diri anak jadi rendah, ego tinggi dan tidak belajar menghargai orang lain,” terangnya.

Sementara itu, pola asuh negclectful, terang Jenny, adalah pola asuh yang orangtuanya cenderung tidak peduli. Anak kerap diabaikan. Anak yang dapat pola asuh seperti itu, cenderung berbuat ulah. Sebab, tidak ada yang mencuerahkan perhatian.

Keempat, pola asuh authoritative. Dalam pola asuh itu, orangtua seimbang menerapkan tuntutan dengan pemunuhan kebutuhan. “anak pede karena didengerin, tapi ada batasan, ada pengendalian diri,” katanya. Pola asuh tersebut bisa membuat anak percaya diri, berorientasi prestasi, dan tahan banting.

Agar pola asuh authoritantive itu bisa terwujud, perlu ada kesatuan langkah pada orangtua. “ortu harus kompak , kapan say yes, kapan say no pada anak,” katanya.

 

Sumber : Jawa Pos, 19 Januari 2017.Hal.27

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *