Tips Agar Tidak Terjebak Panic Buying

Halo UC People! Siapa disini yang sering ikutan promo belanja 11/11 atau 12/12? Atau siapa disini yang beberapa waktu sempat melihat video orang berebut susu Bear Brand? Atau juga menjadi salah satu yang ikut berburu susu naga ini? Beberapa waktu yang lalu susu beruang atau Bear Brand menjadi langka karena banyak konsumen membeli susu ini dalam jumlah besar. Tidak tanggung-tanggung, harga satu karton susu Bear Brand berisi 30 kaleng sempat menyentuh harga 500 ribu rupiah. Padahal harga normal satu karton biasanya berkisar antara Rp270 ribu hingga Rp280ribu.

Kelangkaan dan kenaikan harga ini disebabkan oleh panic buying. Panic buying sendiri adalah tindakan membeli barang dalam jumlah besar yang dilakukan untuk mencukupi persediaan barang dan biasanya didasari oleh rasa takut akan suatu hal.

Menurut cekfakta.tempo.co, panic buying susu beruang ini didasari atas informasi yang beredar bahwa susu bear brand dapat  menyembuhkan Covid -19, salah satunya sebuah narasi di Facebook pada 6 Juli 2021 yang mengatakan bahwa minum Bear Brand menjadi bagian dari 11 tips cepat pulih dari  Covid-19.

Namun hasil pemeriksaan Tempo menunjukkan bahwa susu Bear Brand maupun jenis susu lainnya bukanlah obat Covid-19. Lebih lanjut, setiap produk susu memiliki kandungan gizi yang kurang lebih sama seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin serta mineral. Rincian kandungan susu ini tercantum di label kemasan dan dapat kita cek secara langsung. Konsumsi susu juga tidak secara langsung dapat meningkatkan imunitas tubuh, terlebih jika hanya mengonsumsi susu saja setiap harinya. Konsumsi susu tetap harus diimbangi dengan makanan holistik seperti sayur, buah, lauk-pauk, makanan yang mengandung karbohidrat  untuk melengkapi kandungan gizi yang diperlukan tubuh.

Klaim bahwa susu dapat menyembuhkan Covid-19 juga pernah dibahas oleh Reuters di laman reuters.com. British Nutrition Foundation mengatakan bahwa tidak ada makanan atau suplemen yang seacara langsung dapat melindungi seseorang dari virus COVID-19. Namun, mengkonsumsi makanan sehat dan seimbang adalah hal yang penting dalam mendukung fungsi kekebalan tubuh seseorang dan nutrisi inilah yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.

Indonesia bukanlah Negara satu-satunya yang pernah mengalami panic buying. Warga Amerika misalnya sempat memborong tisu toilet dan bensin dalam jumlah besar, Malaysia juga sempat mengalami kelangkaan bahan pokok sebelum pemberlakuan lockdown beberapa waktu lalu. Salah satu artikel BBC berjudul Coronavirus: The psychology of panic buying, menjelaskan beberapa alasan mengapa orang secara serentak berbondong-bondong membeli barang dalam jumlah besar. Yang pertama adalah perasaan takut akan hal yang tidak diketahui, dan percaya bahwa peristiwa dramatis memerlukan respons yang dramatis. Kekhawatiran yang berlebihan inilah yang membuat sebagian orang rela melakukan hal irasional seperti membeli 50 karton susu dan antri berjam-jam hanya untuk membeli barang yang belum terbukti khasiatnya. Panic buying juga memberikan ilusi bahwa seseorang memiliki kontrol akan sesuatu.               Herd mentality atau mentalitas gerombolan juga berperan terhadap panic buying. Postingan sosial media seperti misinformasi produk dengan klaim selangit, video warga berebut barang dan antrean mengular membuat kelangkaan terlihat lebih parah dari keadaan sebenarnya. Hal tersebut lah yang kemudian meningkatkan urgensi untuk juga ikut membeli barang tersebut.

Perilaku panic buying bukan hal yang baik dan justru berdampak negatif loh. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan pribadi ini justru dapat membuat harga barang melonjak drastis dan memperparah kelangkaan. Dua hal ini kemudian dapat mengakibatkan ketimpangan karena banyak orang – khususnya orang yang lebih membutuhkan seperti tenaga kesehatan tidak mendapatkan akses terhadap barang-barang tersebut

Agar kita gak ikut-ikutan ngeborong barang karena panic, UC People perlu untuk mencari informasi yang tepat dan benar mengenai info yang sedang beredar dan membeli barang secukupnya. Jangan sampai keputusan yang kita ambil justru merugikan banyak orang ya!

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *