Yani Risnawati. Bukan Remah-remah Rengginang. Kompas. 24 Mei 2021. Hal.16

Yani Risnawati (51) sempat merasa hidupnya berakhir ketika terserang stroke. Namun, rengginang membantu semangat dia untuk bangkit dari kerapuhan fisiknya. Tak mau sukses sendirian, dia pun mengajak teman-temannya mempromosikan usahanya.

Siang itu, Rabu (19/5/2021), Yani sibuk menjalani pengambilan video untuk profil usahanya. Beberapa kali rekaman dihentikan karena terinterupsi suara knalpot motor yang melintas di depan rumahnya di Jalan Kapten Samadikun I, Kota Cirebon, Jawa Barat.

Pemilik unit usaha Rengginang Kidal ini cukup lancar memperkenalkan produknya, mulai dari rasa terasi, kencur, hingga daun jeruk. Di belakangnya, tampak banner berisi potret pesohor dengan rengginangnya. Ada Ferdy Hasan, Jeremy Teti, hingga Dewi Persik. Di kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Cirebon, ia kerap diminta ikut pameran, termasuk ketika Gubernur Jabar Ridwan Kamil hadir di Cirebon, akhir April lalu.

Sewindu lalu, berbagai pencapaian itu hanya sebatas mimpi. Ibu dua anak ini terserang stroke pada 2013. Saat itu, ia dalam perjalanan dari Jakarta ke Cirebon menggunakan kereta api. “Saya mau ke belakang (toilet), tetapi kenapa kaki saya enggak bisa digerakkan? Tangan kanan juga begitu. Akhirnya, saya pakai kursi roda,” kenangnya.

Konsultan kosmetik yang kerap ke luar kota itu harus terkurung di kamar ukuran 4 meter x 4 meter hampir setahun. Jangankan mengendarai mobil, berjalan pun tak sanggup. “Saya enggak bisa apa-apa. Tidur, makan, dan buang air di kamar. Enggak ada gairah hidup lagi,” ujarnya.

Berbagai cara sudah ia coba, mulai pengobatan medis, tradisional, hingga pijat. Suaminya sampai mengundurkan diri dari pekerjaan demi menemaninya. Namun, semuanya belum membuahkan hasil. Malah, uang tabungannya terkuras. Ibarat kata orang Cirebon, entok bebek entok ayam sekandang-kandange (habis semuanya).

Hingga suatu hari pada 2015, cucu satu-satunya bertanya. “Omah, enggak bisa jalan, ya?” katanya menirukan ungkapan si cucu. Ia pun sadar, masih memiliki cucu, anak, dan keluarga. Bergantung pada orang lain justru membuatnya kehilangan kemandirian. Perlahan, ia belajar berjalan meski kerap jatuh.

Awal 2018, ia diundang reuni SD Kebon Baru 4 Kota Cirebon. Sebagian temannya menyumbang jutaan rupiah untuk acara itu. Yani yang kehabisan duit untuk pengobatan bertekad menyediakan oleh-oleh khas Cirebon. “Di dapur adanya beras ketan. Saya buat rengginang saja,” ucapnya.

Tidak punya pengalaman, ia gagal dua kali membikin rengginang. Hingga percobaan berikutnya, Yani berhasil mengubah 5 kilogram beras ketan jadi rengginang hanya dengan tangan kirinya. Itu sebabnya, produknya bernama Rengginang Kidal.

Tak dinyana, teman-teman reuni memintanya membuka usaha. Semangat hidupnya pun mekar. Ia mulai mengurus aneka syarat UMKM, termasuk bergabung dengan Rumah Badan Usaha Milik Negara yang mendampingi UMKM.

Semangat

“Kadang saya minder saat pelatihan. Yang lain nulis, saya cuma bisa mendengarkan,” katanya. Belum lagi, tatapan orang-orang yang seolah membicarakan caranya berjalan yang tidak biasa. Makannya dengan tangan kiri hingga mulutnya yang mencong.

“Lama-lama, saya terbiasa. Kalau ada yang lihatin, saya lihatin juga. Mungkin percaya diri saya sudah overdosis,” ucapnya diiringi tawa. Pengobatan fisioterapi tiga kali sepekan juga turut menebalkan mentalnya.

Ia tidak pernah ingin konsumen membeli produknya hanya karena kasihan. Oleh karena itu, Yani memastikan kualitas yang utama. Misalnya, ia menggunakan bawang putih kating, beras ketan super, hingga kemasan plastik tebal. Cara menggorengnya pun satu per satu tanpa memakai minyak curah.

Hak atas kekayaan intelektual hingga label halal tercantum dalam produknya. Itu sebabnya, ia berani mematok harga Rp 35.000 per kemasan ukuran 250 gram. Bisa jadi harganya lebih tinggi ketimbang produk serupa. Namun, dia memastikan semua sepadan dengan kerenyahan rengginang di mulut konsumen.

Keuletan Yani membangun jaringan kepada siapa saja turut membawa produknya ke mana-mana melalui penjualan daring. Mulai dari toko oleh-oleh, hotel, sejumlah artis, pejabat di Jabar dan Sumatera Utara, hingga Supermarket Expo di Kairo, Mesir, pertengahan April lalu.

Yani yang baru saja menjadi orangtua tunggal tidak hanya membantu perekonomian keluarga, tetapi juga mempekerjakan tiga tetangganya. Dalam sehari, mereka bisa membuat rengginang dari 10 kilogram beras ketan. Ini belum termasuk pesanan instansi atau perusahaan.

Berbagai capaian itu membuatnya lebih mensyukuri hidup. Tidak jarang ia berbagi rezeki dengan anak-anak kurang mampu di sekitar rumahnya. Ia juga diminta memotivasi pasien stroke lainnya di tempat fisioterapi hingga hadir di acara seminar.

“Meskipun tak dibayar, saya merasa senang. Tak semua harus dilihat dengan uang. Saya belajar ungkapan, sembuhkan sakitmu dengan sedekahmu,” katanya.

Kini, Yani berharap bisa terus berkarya sembari menginspirasi lebih lama. Mengutip puisi Chairil Anwar, dia mengatakan ingin hidup seribu tahun lagi. Kalaupun tidak bisa, ia berharap anak cucunya meneruskan Rengginang Kidal dan memandang hidup bukan “remah-remah” rengginang yang rapuh.

 

Sumber: Kompas. 24 Mei 2021. Hal.16

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *