Siap banting setir. Marketeers. Desember 2020-Januari 2021. Hal.100,101
Perusahaan harus lebih jeli melihat peluang dan membangun kolaborasi yang solid untuk menghadapi kenyataan baru di masa pandemi dan sesudahnya Mereka harus selalu siap mengubah strategi sewaktu-waktu di tengah situasi yang penuh kejutan.
Oleh Clara Ermaningtiastuti
Perekonomian dunia melesu akibat pandemi COVID-19. Hal tersebut dikarenakan berbagai pembatasan yang menyebabkan perputaran uang terganggu. Namun, bagi seorang entrepreneur, P masa sulit justru menjadi momentum untuk mencari peluang baru.
Founder and Chairman MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya mengungkapkan bahwa para pengusaha memang harus melakukan sesuatu untuk memperkuat basis mereka di tahun-tahun berikutnya. Jika tidak melakukan berbagai persiapan sejak saat ini, mereka bisa ketinggalan.
Menurut Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (Bank BCA) Jahja Setiaatmadja, kelesuan ekonomi ini akan berlangsung lama. Pasalnya, spending power dari banyak orang menurun drastis namun ia optimistis hal ini masih bisa terkendali.
“Saat ini perputaran uang terganggu karena situasi yang ada. Masih banyak yang khawatir untuk beraktivitas di luar rumah dan berbagai kegiatan dilaksanakan secara online. Ini menyebabkan orang-orang yang punya uang tidak bisa melakukan pengeluaran,” ujar Jahja dalam acara Jakarta CMO Club bertajuk Preparing for Economic Recovery, November lalu. Namun, Jahja melihat ada potensi besar untuk pemulihan ekonomi. Terlihat dari kebutuhan domestik dan kemauan orang untuk spending yang cukup besar. Hal tersebut harus bisa dilihat sebagai peluang oleh para pengusaha untuk siap recovery.
“Jika ditanya mengenai strategi untuk tahun 2021, saya menggambarkannya seperti supir taksi di New York yang bisa maju dan berhenti di mana saja. Segala sesuatu bisa terjadi dan kita harus jeli serta siap menghadapi berbagai kejutan,” tutur Jahja.
Ia menambahkan bahwa kejelian harus didukung teamwork yang baik. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghadapi new normal. Sehingga, jika harus banting setir sewaktu-waktu untuk mengubah strategi dengan kecepatan tinggi perusahaan selalu siap.
“Inilah yang dikatakan agile. Selain itu, penting juga bagi perusahaan untuk bisa fleksibel namun tidak melupakan adanya target yang harus tetap dijaga,” ungkapnya.
Sejak awal masuknya pandemi, semua bisnis berusaha bangkit. Berbagai strategi diterapkan, salah satunya digitalisasi yang memang bukan suatu hal baru tapi semakin dipercepat. Meski semua sisi didigitalisasi, Jahja mengungkapkan bahwa Bank BCA menyadari pentingnya human touch.
Bank BCA melihat adanya peningkatan setelah penurunan pada April lalu. Saat itu, mereka menyadari bahwa penjualan bisa terus berlanjut dengan interaksi langsung dengan nasabah. Namun, karena situasi yang belum membaik, platform virtual dipilih sebagai sarana.
Setelah dipraktikkan, Bank BCA kembali menemukan kebutuhan terhadap kolaborasi. Meski transaksinya terjadi secara virtual, ada kebutuhan dari nasabah untuk mendapatkan penjelasan melalui Halo BCA, chatbot atau video call.
“Kami melakukan pameran properti virtual yang hasilnya mengesankan. Meski begitu, kami kemudian melakukan riset untuk mengetahui apa benar nasabah kami benar-benar memahami pemanfaatan teknologi. Hasilnya, hanya 20% dari total yang bisa menggunakan layanan yang kami berikan tanpa human touch,” tutur Jahja.
Walau sudah memanfaatkan teknologi, masih banyak nasabah yang pergi ke cabang atau menghubungi Halo BCA untuk mendapatkan penjelasan lebih detail. Bank BCA menemukan bahwa nasabah yang sepenuhnya menggunakan layanan tanpa human touch datang dari generasi milenial atau Gen Z yang hidupnya tidak lepas dari teknologi.
Jaah sebelum pandemi, Bank BCA juga sudah memulai digitalisasi mereka salah satunya dengan aplikasi mobile banking yang terus mengalami peningkatan pengguna. Kendati demikian layanan konvensional tetap ada, hanya saja bagi generasi muda pilihan untuk menggunakan mobile banking dirasa lebih praktis.
Jahja mengakui bahwa mereka mendapatkan peningkatan nasabah yang luar biasa bersamaan dengan pengembangan mobile banking. Terlebih lagi, setelah Bank BCA mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membuka rekening tanpa harus pergi ke kantor cabang Nasabah bisa membuka rekening melalui aplikasi dan mendapatkan informasi dengan menghubungi Halo BCA.
“Pembukaan rekening secara konvensional setiap harinya mencapai 6.000 transaksi di 1.200 kantor cabang. Namun, setelah kami menambah fitur pembukaan rekening melalui aplikasi, kami menemukan jumlah transaksi 1000 sampai 7.000 setiap harinya. Ini menunjukkan bahwa fitur ini bisa melayani dengan kapasitas yang sama dengan 1.200 kantor cabang kami di seluruh Indonesia,” pungkas Jahja.
Selama pandemi sendiri, dorongan untuk beradaptasi dengan aplikasi mobile banking semakin tinggi. Terlebih lagi, kekhawatiran untuk pergi keluar masih ada dan berbagai kegiatan dirasa lebih nyaman dilakukan dari rumah.
“Dulu, kami dijuluki Bank Capek Antre karena banyaknya nasabah yang datang langsung bertransaksi di kantor-kantor cabang kami. Namun, penggunaan aplikasi mobile banking ini bisa mengurangi hal tersebut. Kini, sekitar 97% transaksi terjadi di luar cabang. Sisanya 3% yang masih bertransaksi di kantor cabang biasanya merupakan para nasabah yang masih memilih menggunakan cara konvensional atau transaksi-transaksi dengan nilai besar,” ujar Jahja.
M QUOTE
“JIKA DITANYA MENGENAI STRATEGI UNTUK TAHUN 2021, SAYA MENGGAMBARKANNYA SEPERTI SUPIR TAKSI DI NEW YORK YANG BIS MAJU DAN BERHENTI DI MAN SAJA. SEGALA SESU BISA TERJADI DA KITA HARUS JELI SERTA SIAP MENGHADAPI BERBAGAI KEJUTAN.”
Jahja Setiaatmadja Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk
Sumber: Desember 2020-Januari 2021. Hal.100,101