Zuhirman – Pagi Jadi Guru, Siang Melaut, Sore Menjual Bakso

Pagi Jadi Guru, siang Melaut, Sore Menjual Bakso. Kompas.16 januari 2015.Hal.16

 

Kepedulian adalah nilai kemanusiaan yang harus terus diasah dan diwujudkan secara nyata demi kebaikan bagi sesama. Zuhirman (27) warga Dusun Kecinan, Desa Melaka, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, membuktikan kepeduliannya dengan merintis dan membangun Sekolah Dasar Islam Ar Rahmah. Ia juga menjadi guru, sekaligus merangkap kepala sekolah.

OLEH KHAERUL ANWAR

Di tengah kesibukannya mengajar, Zuhirman harus menghidupi istri, Baiq Rahmah Bayani (28), dan anaknya, M Fahar (1,9 bulan), dengan memancing ikan di periran dusun itu yang masuk kawasan obyek wisata Sengigi, Lombok Barat.

Seusai melaut, pekerjaan lain sudah menunggu : berjualan bakso “cilok” keliling disekitar kampungnya. “Ini, kan, sebuah pilihan. Kita hidup bukan memikirkan diri sendiri, melainkan juga peduli terhadap orang lain,” ujar Zuhirman soal profesinya yang disebut three in one.

Sekolah Dasar Islam (SDI) yang “tersembunyi” di pemukiman penduduk berhadapan dengan areal kebun dan sebuah bukit itu berupa bangunan permanen yang disekat/dibagi dua untuk ruang kelas. Ada juga sebuah tenda didirikan berdampingan dengan bangunan yang juga untuk ruang belajar para siswa. Hanya saja, “Belajar-mengajar di bawah tenda dilakukan bergilir,” katanya.

Bangunan permanen itu ditempati akhir 2014 yang biaya pembangunannya berasal dari Pemerintah Kabupaten Lombok Utara. Adapun tenda merupakan sumbangan dana dari warga dusun yang bermata pencaharian sebagai nelayan, pengumpul kayu bakar, dan tanaman hasil hutan lainnya, juga disisihkan dari dana bantuan operasional sekolah.

Sarajudin-Masidah, orang tua Zuhirman, menyumbangkan tanah seluas 3 are, tempat berdirinya sekolah saat ini. Diperkuat lima guru relawan, SDI ini memiliki 30 siswa : 7 orang kelas I, 7 orang kelas II, dan 16 orang kelas III. Dari total siswa itu ada dua penyandang disabilitas.

Bentuk bentang alam yang berbukit-bukit membuat dusun ini terisolasi dari akses informasi dan komunikasi. Selain itu, dusun ini juga minim fasilitas pendidikan. Tahun 2000, untuk tingkat SD saja, anak-anak dusun itu harus sekolah ke SDN Mentigi yang berjarak 1,5 km dari Dusun Kecinan. Siswa kelas I dan II, ketika pergi-pulang sekolah, banyak yang ditemani ibunya karena tidak tega melepas anaknya berjalan kaki seorang diri dari sekolah menempuh medan berbukit-bukit.

Kebiasaan perkawinan dini di dusun ini juga menjadi kisah memprihatinkan. Tidak heran jika jarang anak-anak perempuan dusun itu tamat SD. Mereka putus sekolah di kelas IV dan V SD karena menikah.

“Bagi warga dusun, jika anak perempuan sudah kelas lima SD, orangtuanya menganggap ankanya sudah dewasa, dan boleh menikah,” ujar Zuhirman.

Kini dusun ini terkena imbas perkembangan obyek wisata Sengigi. Sebagian terkena pembebasan lahan oleh pemodal, dan jalan beraspal hot-mix. Apalagi, posisi dusun ini dilalui jalur transportasi darat bagi wisatawan yang akan menuju Gili Terawangan dan pendakian Gunung Rinjani (melalui pintu masuk Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara).

“Jika ada lulusan SD yang mau melanjutkan ke SMP, harus ke Desa Pemenang yang berjarak lima kilometer dari Dusun kami,” tutur Zuhirman.

 

Sekolah di gudang

Dengan keprihatinan inilah, Zuhirman lalu membangun sekolah. Awalnya ia berdiskusi dengan beberapa rekannya lulusan sekolah lanjutan tingkat atas yang anntinya siap jadi guru sukarela. Masyarakat pun mendukung dengan cara menyertakan anaknya mengikuti proses belajar mengajar pada sekolah yang akan didirikan, juga ada yang meminjamkan fasilitas kegiatan belajar.

Kegiatan belajar mengajar pun mengacu mata pelajaran sesuai kurikulum pendidikan yang ditetapkan pemerintah. SDI itu mulai menerima siswa pada Juli, bertepatan dengan Tahun Ajaran 2012, dengan menampung 24 orang yang meliputi siswa kelas I (7 orang) dan kelas II (17 orang). Tempat belajarnya menggunakan sebuah gudang milik pengusaha kelapa, yang berukuran 4 meter kali 4 meter. Gudang ini berdinding gedeg, beratap seng dan berlantai tanah. Tidak ada meja dan kursi, siswa duduk beralaskan terpal plastik.

Ruangan belajar kelas I dan II dibagi dua, tanpa dilengkapi sekat pembatas sehingga terjadi “perang suara” saat proses belajar mengajar berlangsung. Pasalnya, ada dua guru berdiri di depan kelas, menjelaskna mata pelajaran berbeda pada saat bersamaan. Papan tulis pun dibagi dua, sebagian untuk kelas I dan setengahnya untuk kelas II. Satu bidang papan tulis dibatasi garis lurus dari goresan kapur tulis.

Selain di gudang, aktivitas belajar juga dilakukan di ruang terbuka, seperti di pantai Dusun Kecinan. Cara ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman bagi siswa tentang upaya menjaga kelestarian alam. Apalagi di dusun ini termasuk rawan bencana tanah longsor dari perbukitan yang tergerus air saat musim hujan.

“Pohon-pohon di hutan berfungsi sebagai sumber mata air. Makanya, jangan main tebang (pohon) sembarangan,” ujar Zuhirman kepada anak didiknya.

Dari gudang itu, aktivitas belajar mengajar pindah ke gedung permanen pada 2014, SDI ini menempati gedung baru.

Agar proses belajar mengajar berjalan lancar, Zuhirman disiplin membagi waktu untuk mengajar dan menafkahi anak dan istrinya. Dialah orang pertama di pagi hari yang datang di sekolah itu, kemudian memimpin murid-muridnya membaca doa sebelum masuk kelas. Ia juga pengajar mata pelajaran agama Islam.

Ketika kegiatan sekolah usia, Zuhirman menjalankan peran sebagai nelayan pada pukul 14.00 – 16.00. Ia memancing ikan di perairan Dususn Kecinan. Hasil panciangannya berupa ikan langoan, ikan tongkol, dan kakap. “Kalau dapat lima ekor ikan tongkol, saya jual Rp 25.000,”ujarnya.

Setelah melaut, Zuhirman menjual bakso “cilok” keliling kampung. Ia mengambil bakso dari produsen di Kota Mataram, dengan harga total Rp 120.000. Dia menyambangi pelanggan dari rumah ke rumah, dan bakso itu biasanya habis menjelang maghrib. Dari berjualan bakso, Zuhirman bisa mengantongi keuntungan Rp 15.000 – Rp 20.000.

ZUHIRMAN

Lahir    : 9 Agustus 1988 di Dusun Kecinan, Desa Melaka, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, NTB

Pendidikan :

  • SDN 3 Melaka, lulus 2001
  • Madrasah Tsanawiyah An Najah, Gunungsari, Lombok Barat, lulus 2004
  • Madrasah Aliyah ‘An Najah’, Gunungsari, Lombok Barat, lulus 2007
  • Mahasiswa Fakultas Tarbiyah semester VII STAI Nurul Hakim, Desa Kediri, Lombok Barat

UC Lib-Collect

Kompas.Jumat.16 Januari 2015.Hal.16

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *