Reorientasi Pendidikan Tinggi

Mohammad Adbuhzen

Advisor Paramadina Institute for Education Reform, Universitas Paramadina: Ketua Litbang PB PGRI

Dalam berbagai pidatonya belakangan ini, Presiden Joko Widodo berulang kali menekankan pentingnya pendidikan kita memiliki fleksibilitas sehingga dapat merespons setiap perubahan cepat yang ada di dunia.

Menurut Presiden, perguruan tinggi (PT) kita sudah berpuluh tehun dengan jurusan itu-itu saja, tidak pernah berani detail masuk ke hal-hal yang dibutuhkan sekarang ini. “Kita terlalu linier, terlalu rutinitas, padahal perubahan-perubahan ini sangat cepat sekali,” ujar Presiden.

Menurut Jokowi, PT semestinya memiliki jurusan yang dibutuhkan masyarakat. Jurusan di PT juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja dan merespons kemunculan inovasi disruptif. Jokowi mengingatkan pentingnya peran PT dan kontribusi pemikiran para ilmuwan (sosial) untuk mengahadapi era perubahan yang terjadi. Untuk itu, Presiden meminta perlu ada reformasi pendidikan di Indonesia dan berharap agar kurikulum pendidikan nasional dibuat lebih fleksibel, efektif, dan kontekstual.

Sindrom mengejar ketertinggalan

Situasi PT kita memang masih memprihatinkan, baik jika dibandingkan dengan PT negara tetangga maupun dilihat dari kebergunaannya dalam menolong memecahkan masalah dan memenuhi berbagai kebutuhan bangsa. Dalam operasionalisasinya, PT kita mengalami disorientasi yang panjang dan wacana untuk memajukannya selama hampir 20 tahun belakangan sebagian besar bermuara pada gagasan kabur tentang daya saing dan atau PT kelas dunia. Ide berdaya saing dan obsesi jadi PT kelas dunia seolah telah menjadi tujuan utama, menggeser episantrum pendidikan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdan Dikti) bahkan pernah mewacanakan akan “mengimpor” orang asing sebagai rektor demi menjalankan arahan Presiden Joko Widodo agar pendidikan tinggi Indonesia mampu bersaing di kelas dunia.

Belakangan, gagasan tentang daya saing dan PT kelas dunia menjadikan PT kita seumpama “pungguh merindukan bulan”. Pertama, karena dana yang dialokasikan untuk Kemristek dan Dikti yang menaungi PT sangat minim dibandingkan dengan besarnya keinginan memajukan PT. Tersebab anggaran terbatas (Rp 41,3 triliun atau hanya 9,2 persen dari anggaran pendidikan tahun 2018 senilai Rp 444,1 triliun), Kemristek dan Dikti berencana menciutkan program studi di PT negeri (PTN).

Kedua, maraknya kebohongan akademik, di antaranya kasus beberapa rektor PTN dan swasta (PTS) yang diduga berijazah palsu, memfasilitasi plagiarisme, dan menjalankan “paket kilat” program doktor di kampungnya yang antara lain, malah terletak di ibu kota negara. Mengingat pimpinan PTN menduduki jabatan karena dipilih oleh senat universitas dan memperoleh dukungan kuota 35 persen suara menteri, maka berbagai kecurangan PTN yang muncul belakangan ini menggambarkan kualitas sistem dan integritas sumber daya manusia pengelola PTN-baik di kampus maupun di kementerian-belum cukup andal. Bagaimana akan maju, bersaing, masuk kelas dunia, jika hal-hal mendasar PT kita masih seperti budaya “pasar ular”: berkelok-kelok dan banyak percaloan.

Ketiga, budaya sebagian PT kita belakangan ini terkontaminasi oleh tradisi politik dan korporasi yang melumpuhkan sendi-sendi kehidupan akademis dan meluruskan moralitas sebagian sivitas akademika. Dalam pemilihan pimpinan dan pengisian jabatan PT, misalnya, para calon kini lazin membentuk tim sukses. Kerja tim sukses ini di antaranya untuk “melobi” berbagai pihak, termasuk kementerian.

Pimpinan terpilih kemudian mengisi struktur jabatan di bawahnya berdasarkan pada intensitas keber[ihakan seseorang dalam tim pemenangan, bukan didasarkan pada kapabilitas. Tak heran jika di kampus berkembangan “klik-klik” an yang lebih suka memproduksi intrik dari pada karya ilmiah. Beberapa pemimpin PT juga menggunakan kampus untuk bermanuver politis-entah atas dasar dan tujuan apa-di antaranya dengan mengobral gelar doktor (honoris causa_, bahkan menganugerahkan gelar “gurubesar” (profesor) kepada para pejabat, tokoh strategis partai, atau tokoh organisasi lain.

Kehidupan ilmiah di kampus tergerus pula oleh semangat korporasi yang terus ditumbuhkan. Alih-alih fokus menumbuhkan budaya akademik sebagai basis kemajuan, pimpinan PTN tersita waktunya memikirkan kiat mencari dana, di antaranya dari (calon) mahasiswa dan mengembangkan mal/pusat perbelanjaan di lahan milik PT agar dapat mencapai predikat tertinggi, yaitu “PT Mandiri” (terutama pendanaan), seperti dikehendaki oleh perundang-undangan. Maka, biaya kuliah di PTN jadi sangat mahal. Pemerintah juga tampaknya memberikan peluang dengan menetapkan kuota 30 persen mahasiswa baru melalui jalur mandiri yang biayanya seolah “manasuka” PTN yang bersangkutan.

Keempat, para dosen lebih sebagai pekerja “profesional” ketimbang cendekiawan dan pendidik yang penih pengabdian pada keilmuan dan kemanusiaan sehingga cenderung bersikap transaksional. Aktivitas keilmuan para dosen kebanyakan besifat semu (pseudo-scientific) memenuhi ketentuan profesi dan atau tunjangan kehormatan. Jabatan dan tunjangan guru besar bersifat “sekalijadi”, begitu tercapai berlaku selamanya. Sedikit sekali para dosen yang terus menggemuli dan meng-update pengetahuannya.

Patut dihargai berbagai upaya Menristek dan Dikti Mohammad Nasir serta jajarannya yang dengan tegas membenahi keadaan dan berusaha meningkatkan mutu PT. Di antaranya pengakurasian data yang dilanjutkan penertiban/penutupan PT abal-abal dan tak memenuhi standar serta penetapan rasio dosen-mahasiswa, penyusutan panduan Kurikulum Pendidikan Tinggi serta berbagai kebijakan pada awal 2017 Permenristekdikti No 19/2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin PTN; Permenristekdikti No 20/2017 tentang Tunjagnan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor; serta Revisi Renstra 2015-2019.

Konon, berbagai kebijakan ini, khususnya terkaut Permenristekdikti No 20/2017, telah meningkatkan secara signifikan publikasi ilmiah pada awal Oktober 2017, baik pada peringkat ASEAN maupun peringkat dunia (vversi Directory of open Access Journal/DOAJ). Lompatan menggembirakan ini perlu diapresiai dan dicermati polanya agar kemajuan berlangsung ajek.

Dalam permenristekdikti No19/2017, upaya membenahi pengangkatan pemimpinan PTN agar tak menyimpang tampak semakin besar-kementerian terlibat langsung dan melibatkan pihak luar sejak penjaringan calon-sehingga selain terasa makin “memantapkan”, di sisi lain juga dirasa makin membayangi otonomi kampus dalam pemilihan dan penetapan calon pemimpinannya. Padahal, selama ini otoritas tersebut merupakan salah satu celah yang dapat dimanfaatkan oleh “oknum” birokrasi untuk mengintervensi dan melakukan percaloan. Sementara revisi Rensasatra 2015-2019 belum menunjukkan pengalihan paradigmatik yang menjadikan PT lebih kontekstual dan berdaya guna seperti yang dikehendaki Presiden Jokowi dalam berbagai pidatonya.

Kesenjangan yang terjadi antara kebutuhan dan permasalahan bangsa dengan apa yang dihasilkan oleh PT bermula dari abainya kita pada berbagai aspek normatif realitas alamiah, realitas alamiah, dan budaya yang dimiliki negara-bangsa. Kekayaan normatif, seperti “mencerdaskan kehidupan bangsa”, kekayaan alamiah dan keanekaragaman hayati, etnis, dan budaya belum dielaborasi sungguh-sungguh dalam konsteks strategi pendidikan nasional. Upaya pendidikan secara umum tidak menunjukkan keterkaitan kuat dengan cita-cita memajukan kesejakteraan, perlindungan bangsa dan tumpah darah, serta peran dan wibawa bangsa dalam pergaulan dunia.

Perngelolaan PT kita selama ini terlampau “akademis”, dipacu oleh keinginan keluar dari (menurut istilah Prof Anita Lie dari Universitas Widya Mandala Surabaya, Kompas, 21/6/2014) “Sindrom Mengejar Ketertinggalan” dan mendapatkan pengakuan dunia melalui publikasi ilmiah di jurnal-jurnal internasional terakreditasi. Itulah makna dan arah tertinggi dari daya saing dan kelas dunia yang didamba serta tak kunjung terhampiri. Alhasil, kampus-kampus kita terasa asing dan garing, sibuk dengan dunianya sendiri.

PT kontekstual

Harus diakui, roh PT kita terasa jauh melayang-layang, tak menggantung di langit tinggi sebagai bintang yang menerangi, juga tidka berjejak nyata di bumi sebagai panutan. Menjadikan pendidikan tinggi kita lebih efektif dan signifikan tentunya tidak sekadar secara instan mendiversifikasi atau menyederhanakan jurusan/program studi ke arah yang lebih spesifik dan hemat seperti yang digagas oleh kementerian terkait.

Gagasan Presiden perlu dijadikan political will  nasional untuk melakukan semacam “revolusi copernican” (corpoernican revolution) yang mengubah dari cara pandang ke luar (inward looking) dalam visi dan operasional pendidikan nasional. Pengembangan PT kita yang cenderung ke “akademis” perlu diubah ke arah yang lebih “pragmatis”, yaitu menyiapkan keterampilan dan keahlian terapan untuk pekerjaan tertentu, seperti arah dari PT vokasi dan PT profesi yang dikehendaki perundang-undangan (UU Pendidikan Tinggi, UU Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 15-17).

Mewujudkan pemikiran Presiden Jokowi kiranya tak perlu terbutu waktu karena menuntut adanya konsep perubahan pendidikan secara total, fundamental, dan gradual. Perubahan total tidak berarti membuang semua yang ada dan memulai kembali dari titik nol, tetapi juga tidak sekadar menggunting ranting-ranting kecil persoalan.

Seumpama transportasi, pendidikan (tinggi) kita telah lama mengalami kemacetan paran. Maka, untuk membenahinya diperlukan semangat dan keseriusan pemerintah membangun berbagai moda vital yang dapat mengatasi persoalan utama sekaligus membangun ruas-ruas yang menghubungkan berbagai arus kepentingan bangs aagar berkemajuan.

Dalam visi dan misinya, pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla telah merumuskan tiga masalah pokok yang dihadapi bangsa dan seharusnya jadi arah pengembangan pendidikan, khususnya PT, yakni (1) merosotnya kewibawaan negara; (2) melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional; serta (3) merebaknya intoleransi dan krisis keprobadian bangsa.

Ketiga masalah pokok ini pada dasarnya muncul dari” keberlimpahan” sumber daya alam dan “kekeringan”  sumber daya manusia kita. Untuk mengatasinya, Presiden telah membuat sembilan agenda proritas Nawacita yang di antaranya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, melakukan revolusi karakter bangsa dan memperkuat retorasi sosial Indonesia.

Selama tidak tahun pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla, kita telah menyaksikan secara nyata keunggulan pemerintah menjalankan agendanya mengatasi berbagai kelambanan dan kemacetan transportasi, terutama dengan membangun moda transportasi baru, jalan tol laut dan darat. Belakangan kita menyaksikan dalam berbagai pidatonya kesungguhan Presiden untuk membangun jalan pikiran bangsa Semoga.

 

Sumber: Kompas.2-Februari-2018.Hal_.6

Ruang Nyaman yang Dirindukan

Memilih hunian tak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak faktor yang melatarbelakangi pilihan. Tidak hanya berkaitan dengan budget, tetapi juga melibatkan faktor emosi dan pikiran.

Kompas edisi 30 Januari 2018 memaparkan, saat ini generasi milenial (generasi yang lahir pada 1980-1999) memandang rumah tidak sekadar hunian, tetapi juga menjadi aset yang sewaktu-waktu bisa disewakan atau dijual. Tak heran, bila generasi milenial menggemari apartemen atau rumah susun.

Cara pandang inilah yang diakui pasangan Irvine Prisilia (36) dan Apiwat Pattalarungkhan (40). Keduanya adalah pekerja kreatif yang bermukim di Bangkok, Thailand.

Meski tak berdomisili di Jakarta dan memiliki segudang aktivitas di Bangkok, keduanya tetap memilih untuk memiliki apartemen di Jakarta.

 

Lokasi strategis

Irvine mengemukakan alasan bahwa apartemen miliknya berfungsi untuk kemudahan keluarga yang tinggal di Jakarta. “Semisal, ibu atau adik saya ada acara penting di tengah kota, mereka bisa tinggal di situ untuk menghemat waktu perjalanan,” ujarnya.

Ia menambahkan, pilihannya pada hunian berbentuk apartemen terutama juga karena faktor lokasi. “Jakarta dan macet tentu sudah tak perlu dibahas. Rumah orangtua saya berada di lokasi yang cukup jauh dari tengah kota sehingga selama ini saya sudah kenyang merasakan yang namanya ‘tua di jalan”.

Sementara itu, Apiwar turut berpendapat bahwa apartemen milik mereka dapat menjadi aset investasi. Ia mengatakan bahwa dirinya dan pasangan memiliki impian ia wujudkan dengan menyewakan apartemen tersebut di Airbnb.

Apartemen milik Apiwar dan Irvine tersebut berlokasi di Jl MT Haryono, Jakarta Timur. Alasannya memilih di kawasan itu karena masih berada di antara kawasan yang masuh terus berkembang (Jakarta Timur) dan yang sudah hampir sepenuhnya berkembang (Jakarta Pusat).

 

“Comfortable living”

Aparetemen yang apik, di mata Apiwat dan Irvine, tentu yang bisa memberikan nilai lebih. Selain karena lokasi strategis, tapi juga disokong fasilitas lengkap. Apiwat menerangkan bahwa dia cukup puas dengan fasilitas yang ada di apartemennya. Fasilitas lengkap itu berupa kolam renang dengan jacuzzi, playground, gym, mini mart, ATM, laundry, dan restoran.

Menurut pria yang gemar menekuni hobi street photography, jalan-jalan, dan membaca ini konsep interior yang ditekankan dari kedua unit apartemennya adalah comfortable living. Setiap desain ditujukan untuk membuat apartemennya terasa nyaman dan betah untuk dihuni.

Konsep lainnya yang direpresentasikan dari hunian apartemen Apiwat bersama sang istri adalah “put others heart intoo ours” inilah sebiah frase Thailand yang diyakini mampu memahami atau berempati dengan orang lain. “Karena akan menyewakan apartemen kami, sebisa mungkin kami memahami apa kebutuhan saat mereka tinggal, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang,” tukas Apiwat.

Kreativitas tentu menjadi bekal utama untuk menentukan inspirasi saat mendesain apartemen. Untuk itulah pasangan menggali ide dari pengalaman tinggal di apartemen dan membangun rumah mereka sendiri. Karena hobi keduanya adalah membaca, inspirasi juga banyak didapatkan dari  hasil penelusuran di situs web Apartement Theraphy.

Tantangan membuat apartement mungil menjadi nyaman dihuni, adalah dengan memaksimalkan ruangan yang ada. Irvine kembali bercerita bahwa mereka memulai mencari inspirasi desain interior dari Jepang dan Muji yang minimalis, modern, dan bermain dengan negative space.

Perempuan mungil ini menuturkan, “Mengingat space apartemen yang super mungil, kami memaksimalkan setiap furnitur sehingga memiliki beberapa fungsi. Tujuannya, agar semua barang tersimpan rapi dan tidak berantakan”.

Apiwat juga menjelaskan juka permainan elemen warna putih pada interior apartemen ditujukan untuk memaksimalkan negative space. “Di sisi lain, kami masukkan elemen kayu untuk memberi kesan luas, natural, dan terang, tetapi juga homey. Dan, sebisa mungkin meminimalisasi desain firnitur sehingga dapat memberi ruang untuk sentuhan personal penghuni,” terangnya.

 

“Human aspect”

Ada banyak kendala dari tantangan yang dihadapi saat mendesain ulang apartemen.

Irvine menyatakan, tantangan utama yang dihadapi adalah arsitektur kamar apartemen yang kurang mempertimbangakan human aspect. Oleh karena itu, mereka perlu banyak melakukan perombakan dan penambahan agar apartemen menjadi nyaman dihuni.

Untuk pengerjaan interior desain, Irvine dan Apiwat mempercayakan Intereka Bangun yang cukup berpengalaman mengerjakan desain interior di banyak apartemen di Jakarta.

Kini, keduanya mengaku cukup puas dengan perombakan interior yang ada. “Kami cukup senang dan puas, mengingat kondisi awa apartemen yang cukup ‘menantang’, kini dengan desain interior yang telah dikerjakan, kami merasa apartemen ini enak untuk ditempati. Apalagi kami telah tinggal di apartemen sejak 2008 sehingga menjadi cukup paham, apa saja kendala dan kebutuhan untuk merasa nyaman tinggal di apartemen,” pungkas Apiwat. [AJG]

Sumber : Langgam-Interior-Kompas.30-Januari-2018

Perguruan Tinggi Asing Bukan Ancaman

Hadirnya perguruan tinggi asing di Indonesia harus dipandang sebagai investasi bagi inovasi dan penciptaan ilmu pengetahuan. Sejumlah perguruan tinggi siap berkolaborasi sembari menunggu aturan teknis.

JAKARTA, KOMPAS – Rencana pemerintah mengizinkan hadirnya perguruan tinggi asing di Indonesia tidak sepenuhnya dianggap sebagai ancaman bagi perguruan tinggi di dalam negeri. Sejumlah perguruan tinggi swasta mapan telah berupaya meningkatkan kualitas yang diperhitungkan di tingkat global.

Kehadiran perguruan tinggi (PT) asing dimaknai sebagai tantangan untuk memacu perubahan layanan pendidikan tinggi berkualitas yang bersinergi dengan pemerintah, industri, dan perguruan tinggi lintas negara.

Rektor Universitas Telkom Bandung Mochamd Ashari, yang dihubungi dari Jakarta, Selasa (30/1), mengatakan, peningkatan kualitas secara global sudah disiapkan oleh institusinya. Salah satunya terbukti dari perolehan QS Stars Certified dalam bidang pengajaran, inklusivitas, penyerapan lulusan, hingga inovasi dengan bintang lima. Hasil yang dicapai Universitas Telkom ini setara dengan sejumlah PT asing di sejumlah negara. Selain itu, alumnusnya pun sudah tersebar di 30 negara.

“Dibukanya izin bagi PT asing ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi dituntut mampu beradaptasi dengan zaman. Di sisi lain, secara infrastruktur dan sumber daya, PT yang mapan di Indonesia belum mendominasi,” kata Ashari.

Menurut Ashari, PT swasta harus juga berkomitmen pada kualitas, menghadirkan pendidikan yang konstruktif, bukan sekadar memproduksi sarjana, magister, dan doktor. Namun, lebih dari itu, untuk menghasilkan manusia intelektual dengan kemanfaatan bagi masyarakat luas.

Wakil Rektor IV Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, Elisabeth Rukmini mengatakan, kehadiran PT asing harus memacu semangat untuk memperbaiki kualits. Kesempatan untuk berkolaborasi dengan melihat keunggulan PT asing yang punya reputasi internasional juga semakin terbuka.

Atma Jaya secara nasional bisa dapat akreditasi institusi dan terus mendorong diri agar bisa punya pencapaian yang baik di tingkat internasional, termasuk untuk mulai masuk dalam akreditasi ASEAN University Network on Higher Education for Quality Assurance,” katanya.

Menurut Elisabeth, keunggulan PT juga terlihat dari nilai-nilai yang dikembangkannya. Seperti di Universitas Katolik Atma Jaya, nilai kepedulian sosial cukup ditekankan. Sebagai hasil, cukup banyak mahasiswa fakultas kedokteran yang memilih magang ke wilayah Indonesia bagian timur sebagai wujud pengabdian pada kemanusiaan.

 

Tunggu Aturan Teknis

Rektor Universitas Bina Nusantara Harjanto Prabowo mengatakan, Binus pada prinsipnya mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan akses PT di Indonesia. Kehadiran PT asing sudah ada dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012.

“Jadi, pemerintah yang sekarang melaksanakan dan kita tinggal menunggu aturan teknis pelaksanaannya,” ujar Harjanto.

Sementara itu, Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Asep Saefuddin mengatakan, diizinkannya PT asing beroperasi di Indonesia harus dipandang untuk investasi bagi inovasi, penciptaan ilmu pengetahuan, serta mengajak PT lokal dan nasional.

“Jangan sekadar mencari mahasiswa S-1. Kita tidak usah khawatir dengan PT asing sejauh hal itu merupakan rencana strategis Kemetrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sehubungan dengan pendidikan tinggi pada era Revolusi Industri 4.0 dan arah menuju Indonesia sebagai masyarakat berbasis ilmu pengetahuan,” ujar Asep. (ELN)

 

Sumber: Kompas. 31 Januari 2018. Hal 12

Pengembangan Berbasis Adaptasi Digital

JAKARTA, KOMPAS – Kewirausahaan prelu dikembangkan dngan berbasis digital. Teknologi informasi yang terus berkembang menjadi saran efektif untuk itu. Penerapan TI dalam kewirausahaan kini mengarah pada perpaduan sistem dalam jaringan dan luar jaringan.

Pendiri Ciputra Group, Ciputra, mengemukakan, Indonesia kini tengah berada pada era transisi dari bisnis berbasis konvensional atau tradisional menuju ke era digital. Transisi ini membutuhkan kiat khusus agar pelaku bisnis bisa tetap bersaing.

“Kita memang harus memasuki bidang IT. Kita butuh wirausaha yang menerapkan teknologi tinggi” ujar Ciputra dalam konferensi pers bertajuk Outlook Ekonomi 2018 dan peluncuran Artpreneur Talk di Jakarta, Selasa (30/1).

Tren digital tumbuh luar biasa termsuk di Indonesia. Saat ini, empat perusahaan rintisan Indonesia masuk dalam kategori kakap atau unicorn dengan valuasi bisnis lebih dari 1 miliar dollar AS, yakni Traveloka, Tokopedia, Go-Jek, dan Bukalapak.

Kewirausahaan menjadi salah satu solusi untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan. Teknologi Informasi (TI) mendukung hal itu. “Sekarang waktunya kewirausahaan tumbuh, termsauk dalam teknologi informasi. Perusahaan yang tidak masuk ke TI akan ketinggalan zaman,” kata Ciputra.

Yoris Sebastian, pendiri OMG Consulting, mengatakan, jumlah wirausaha milenial di era digital masih sangat rendah. Padahal, menurut Yoris, potensinya cukup besar untuk generasi ysng berkarakter suka kebebasan ini. “Mereka seharusnya menjadi entrepreneur, bukan menjadi karyawan,’ kata Yoris.

Menurut Ciputra, tahun ini pihaknya akan mendirikan pusat wirausaha di Tokopedia Tower, Jakarta. Pihaknya akan memberikan kursus digital kepada usaha rintisan ataupun mereka yang ingin memulai bisnis setelah pensiun. Usaha rintisan juga mendapat kesempatan untuk menyewa ruang kantor dengan tarif sewa ringan. “sekarang menjai saat yang tepat untuk bangkit dalam bisnis dan pengembangan TI,” ujarnya.

Chief Marketing Officer Go-Jek Piotr Jakubowski mengemukakan, Indonesia memiliki dua potensi utama yang bisa menjadi kekuatan, yaitu generasi milenial dan pemanfatan teknologi digital sebagai model bisnis masa depan. Penerapan TI bukan lagi sebatas digital, melainkan kombinasi dengan luring atau bentuk fisik. (LKT)

 

Sumber: Kompas.31-Januari-2018.Hal_.20

Menyantap Menu Raja Khas Makassar

Menjajal kenikmatan konro dan aneka seafood di Daeng Naba, Ampera Jakarta.

Asap menyeruak dari pinggir Jalan Ampera Raya No 49 yang jadi markas Kedai Raja Konro Daeng Naba. Seorang juru masak tampak sibuk membakar beberapa daging iga lengkap dengan tulangnya.

Di balik kepulan asap, sesekali dia membolak-balik daging iga. Proses membakar daging tak lama, sekitar 2 sampai 3 menit saja. Daging iga sapi itu lantas disajikan ke beberapa piring. Pramusaji dengan sigap mengantar ke dalam kedai yang kesohor dengan sebutan Raja.

Pemandangan itu biasa terjadi, terlebih saat jam makan siang berlangsung. Mobil perkir berjejer hampir memenuhi halaman perkir. Di hari kerja, banyak pegawai yang menghabiskan waktu istirahat menyantap sajian khas Kota Makasar ini. Tak jarang, para pengunjung datang ke kedai ini untuk rapat sambil makan siang.

Makanya, penataan tempat duduk dan mejanya sangat rapi. Tak ada kursi plastik, semua meja dan kursi terbuat dari kayu solid dengan bantalan empuk layaknya sofa.

Tentu, orang mampir bukan ingin menjajal meja dan kursi saja, menu di kedai inilah yang mereka incar.

Kadai ini memanjakan lidah siapapun yang kesengsem dengan makanan Makasar. Sebab, menunya lengkap, dari makanan permbuka, inti, hingga penutup. Sebut saja, iga bakar, konro, coto makassar, juga es pisang ijo dan es palubutung.

Menu andalan kedai ini adalah konro iga bakar. Saban hari, puluhan porsi iga bakar ludes terjual. Memang, kedai ini menawarkan sensasi menyantap konro yang tak biasa. Iga dibakar sampai berwarna kecoklatan, sementara itu kuah konro disajikan terpisah. Ukuran iganya pun terbilang jumbo. Seporsi ada dua potong daging iga, masih lengkap dengan tulang. Cukup untuk dua orang.

Walau dibakar, daging iga jauh dari bau asap. Rasanya gurih, empuk dan mudah terlepas dari tulangnya. Tekstur empuknya masih menyisakan rasa kenyal, dan memberikan sensasi makan yang asyik.

Tunggu sampai Anda menyeruput kuahnya. Wah, paduan hangat dari para, gurih bawang putih, dan aroma kayu manis, cengkeh, lengkuas menyatu membuat santap makan siang makin berselera.

 

Utamakan Kesegaran

Puspita Sari, Manajer Pemasaran Raja Konro Daeng Naba, menjelaskan, sebelum melewati proses pembakaran, iga dibumbui dan diberi saus agar rasanya makin kuat dan meresap. Makanya, selain empuk ada torehan rasa pedas asam tersemat dalam daging iga. Kenikmatan bersantap pun bertambah. Untuk melumat seporsi iga bakar ini, Anda perlu bayar Rp 82.000.

Banyak varian konro bakar di tempat ini. Bagi pecinta pedas, Daeng Naba juga menjual menu konro bakar lada hitam dan konro bakar pedas italia.

Kalau Anda pecinta seafood atau olahan makanan laut, di sini adalah surganya. Kedai ini juga menyajikan ikan dan kepiting. Beberapa menu seafood di antaranya, sop ikan mobara, palumara atau masakan berbahan dasar ikan. Rasanya asam segar dengan semburat rasa pedas. Tersedia pula aneka ikan goreng dengan berbagai pilihan bumbu.

Salah satu menu yang banyak dipesan adalah ikan kerapu. Satu porsi ikan kerapi disajikan dalam ukuran ons. Besarnya mulai 5 ons sampai 10 ons. Harga per onsnya Rp 23.500. ukuran sedang untuk makan berdua sampai berempat sekitar 8 ons, harganya Rp 188.000.

Nah, menu yang menarik untuk dijajal adalah ikan kerapi rica-rica. Taburan saus buahnya cukup menggugah selera. Di atas ikan yang sudah digoreng sempurna itu ada potongan bawang merah, tomat, cabai dan nanas. Makan ikan lebih jadi segar dan meriah.

Tekstur ikan padat tapi lembut, saat masuk ke mulut tak perlu kerja keras mengunyah. Potongan daging ikan langsung meluncur ke tenggorokan. Ikan kerapi ini jauh dari bau amis. Jadi buat Anda yang mungkin tak gemar olaha seafood, ikan kerapu ini bisa jadi pengecualian. Aroma kunyit kental terasa di daging ikan yang dibakar ini.

Saat makan jangan lupa cocol dengan dua jenis sambal yang disajikan terpisah. Ada sambal jeruk limau dan sambal aneka buah yang berisi potongan cabai, tomat, bawang merah dan serutan mangga muda.

Puspita bilang, tak ada resep khusus untuk membuat ikan kerapi. Hanya saja, kualitas ikan jadi nomor wahid. “Ikan kerapi dipesan khusus, sesuai standar dan dikirim tiap hari supaya segar,” kata Puspita.

Selain Konro dan aneka olahan ikan, Daeng Naba juga menyediakan makanan khas Makasar lainnya. Semisal, coto makassar yang dimakan dengan buras dan mie titi.

Bersantap belum tuntas jika tak menitip dengan sajian manis es pisang ijo. Pisang raja di balut tepung berwarna hijau bertabur sirup dan perasan daun pandan.

Jangan ditanya rasanya, wah sudah pasti segar. Kematangan pisang yang pas, ditambah fla bubur sumsum dari tepung beras, menghadirkan paduan manis dan gurihnya sempurna. Walau tersaji dengan siraman sirup merah, rasa manisnya pas. Sebab, selagi kita menyantap makanan inti, es batu di es pisang ijo ini mencair. Seporsi es pisang ijo banderolnya Rp 28.000.

 

Ada Menu Korea dan Thailand

Makan di kedai ini tak perlu was-was akan mengalami kurang pilihan, sebab beragam makanan tersedia. Begitu juga dengan area parkir yang cukup untuk mengakomodasi para pecinta kuliner.

Tempat makan ini lumayan bikin betah. Soalnya, kedai ini menyediakan dua jenis ruangan bagi para pengunjungnya. Ada ruangan bebas asap rokok, dan ada pula ruangan untuk merokok. Tersedia juga musala yang cukup luas.

Tak heran kalau kedai ini kerap jadi tempat makan sekaligus rapat. Area makannya pun luas, ada puluhan bangku dan meja berjejer di kedai yang berdiri sejak 1998.

Awalnya, kedai ini berbentuk warung kaki lima. Semula kedai ini bermerek dagang Pondok Makasar. Selang satu tahun, sang pemilik, Ikhsan Ingratubun, mengubah nama kedainya menjadi Daeng Naba yang dalam bahasa Makassar berarti orang baik.

Kini, Daeng Naba berkembang sampai menempati area kurang lebih 500 meter persegi. Keunggulan kedai ini adalah mengukuti perkembangan industri kuliner tanpa melepaskan diri dari akarnya.

Misalnya, Daeng Naba kini juga menyediakan meni modern seperti ikan steam, nasi goreng seafood, nasi goreng merah ikan tuna. Ada juga kepiting pedas afrika, aneka aneka masakan Korea dan Thailand. Tapi, andalannya tetap konro bakar dan konro bakar pedas.

Dengan banyaknya menu, kedai ini ingin membuat pecinta kuliner loyal dan ketagihan menjajal menu yang belum ada di kedai khas Makasar lainnya.

Sumber : Tabloid-Kontan.15-21-Januari-2018.Hal_.40

Menyadap Nira Kelapa

Dikawasan penghasil gula kelapa, tiap tahun selalu ada korban penyadap nira jatuh dari pohon. Sebagian dari mereka meninggak dunia. Sampai sekarang belum ada solusi memadai dari pemerintah setempat, untuk menanggulangi permasalahan ini.

Solusi yang dilakukan pemerintah, antara lain memberikan benih kelapa genjah kepada petani. Kelapa genjah pohonnya pendek, akan berbuah umur tiga sampai lima tahun.

Petani merespon negatif pemberian benih kelapa genjah ini, sebab hasil niranya akan sebanyak dan sebaik varietas kelapa dalam. Pemerintah kabupaten memberikan solusi dengan membagikan alat pengamanan berupa hardness, kern mantle dan carabiner.

Solusi ini juga direspon negatif oleh penyadap. Sebab mereka bukan pemanjat tebing sehingga peralatan justru memperlambat kerja merreka. Itulah sebabnya korban penyadap nira kelapa terus berjatuhan.

Sentra gula kelpa di Jawa ada di Ciamis, Pangandaran, Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Purworejo, Kulon Progo, Jember dan Banyuwangi. Jumlah penyadap kemungkinan sampai ratusan ribu.

Sebagian besar gula kelapa ini diserap Indofood dan Unilever untuk bahan baku kecap. Sebagian lagi diolah menajdi gula semut (gula merah serbuk), untuk diekspor. Hanya sebagian kecil yang masuk ke pasar.

Sebagian besar gula merah yang ada di pasar, berasal dari tebu. Agroindustri gula tebu rakyat, sejak zaman Sriwijaya dan Mataram Hindu tak berubah. Digiling pakai tenaga kerbau atau sapi, airnya direbus, dicetak jadi gula merah.

Gula merah berwarna sangat cerah dan beredar selama bulan puasa, sebagian besar merupakan gula tebu rafinasi, yang dicairkan, dicampur gula merah tebu, diberi potongan kelapa, lalu direbus ulang dan dicetak. Hanya sebagian kecil gula kelapa yang masuk kepasar umum, itupun sebatas pasar tradisional sekitar sentra gula. Selain dari kelapa dan tebu , gula merah juga diproduksi dari nira aren, lontar, dan nipah.

Mencontoh Srilanka

Di Bangladesh dan India, gula merah diproduksi dari pohon kurma Phoenix sylvestris.

Kelapa merupakan komoditas penting di Sri Lanka. Mereka benar-benar memanfaatkan komoditas kelapa secar optimum, mulai dari daging buahnya,tempurung, sabut, kayu sampai air niranya. Sri Lanka adalah penghasil kelapa nomor lima dunia dengan produksi 2,5(juta ton). Di atasnya Brasil 2,9 juta ton; India 11,9 juta ton;Fillipina 15,3 juta ton dan Indonesia 18,3 juta ton.

Sri Lanka benar-benar cerdas memanen kelapa, baikmbuah maupun air niranya. Mengambil air nira si penyadap harus naik dan turun pohon kelapa sehari dua kali. Kalau pohonnya 100, maka tiap hari si penyadap harus naik dan turun 200 kali. Penyadap nira di Sri Lanka berupaya mencari cara, agar hanya naik pohon sekali , turun hanya sekali. Itu pun pas naik dan pas turun harus nyaman.

Pemanjat Sri Lanka mengikatkan belahan sabut pada batang kelapa, dengan tali sabut. Jumlah ikatan sabut sekitar15 sampai dengan 20, bergantung jangkauan kaki pemanjat serta krtinggian pohon kelapa. Sabut-sabut itu diikat permanen pada dua batang kelapa, untuk naik dan untuk turun. Dengan peralatan sangat sederhana ini, pohon kelapa tidak rusak, dan pemanjat tidak bisa naik dan turun dengan mudah. Tajuk pohon kelapa tempat memanjat itu, selanjutnya dihubungkan dnegan tajuk pohon kelapa berikutnya menggunakan dua atau tiga utas tali, yang dipasang atas dan bawah. Demikian semua tajuk pohon kelapa yang akan disadap air niranya itu terhubung dengan tali.

Dengan cara ini, pemanjat bisa menghemat energi sehingga, kecelakaan jatuh dari pohon kelapa bisa diminimalkan. Sesuai pengalaman penyadap nira kelapa di Sri Lanka, dalam jangka waktu tiga bulan mereka akan terbiasa meniti tali yang menghubungkan pohon kelapa. Sri Lanka pernah mencoba beberapa cara. Misalnya memasang galah-galah bambu yang diberi tiang penyangga juga dari bambu. Ternyata biasyanya lebih mahal ketimbang pakai tali.

Pertama harga bambu lebih mahal dari tali, Kedua bambu cepat rusak, karena tiang-tiang penyangganya dimakan rayap. Mereka juga pernah mencoba aneka alat pemanjat. Dalam praktik, memanjat biasa dengan pijakan dan pegangan sabut yang diikatkan ke batang, lebih cepat dibanding alat lain. Selain faktor kecapaian, kecelakaan biasanya juga terjadi pada saat penyadap naik atau turun tajuk. Dalam kosa kata Bahasa Jawa, naik ke tajuk pohon kelapa disebut mapah (naik ke pelapah). Inilah saat paling kritis bagi si penyadap, hingga harus ekstat hati-hati.

Gambaran visual tentang penggunaan perangkat penyadapan kelapa ini, cukup banyak tersebar di dunia maya. Diantaranya bisa dilihat di https://i.ytimg.com/vi/DLH7wkh40-c/maxresdefault.jpg;https://www.youtube.com/watch?v=DLH7wkh40-c;https://www.youtube.com/watch?v=uWIMc-gmuwE.

Petani Indonesia perlu contoh cara penyadapan nira kelapa yang lebih ramah ini. Perusahaan pengguna gula kelapa seperti indofood dan Unilever perlu menggunakan dana tanggung jawab sosial (coryparate Social Responbility/CSR); untuk membangun petak demonstrasi (demonstrasi plot demplot). Petani cukup responsif, untuk meningkatkan produktivitas, mereka akan mengadopsinya.

 

Sumber: Kontan-8-14-Januari-2018.Hal_.21

Mengenal Seksisme

Oleh Jennie M Xue (Kolumnis internasional dan pengajar, bisnis, tinggal di California)

Apa sih seksisme itu? Saya tidak seksis, mungkin demikian Anda berujar. Semoga benar. Sekarang, mari kita kenali apa saja tanda-tanda seksisme. Siapapun Anda, baik laki-laki maupun perempuan , perlu mengenali apa yang dimaksud seksisme, diskriminasi, pelecehan, dan misogini.

Tujuannya agar saling respek diterapkan di mana pun kita berada. Jika kita tidak suka di diskriminasi, janganlah melakukan hal yang sama pada orang lain. Apa saja contoh-contohnya. Kenali apakah terjadi di lingkungan Anda? Bagaimana sebaiknya bersikap ketika itu terjadi pada diri Anda? Dan bagaimana sebaiknya kebijakan perusahaan dirancang dan diterapkan untuk mengurangi bahkan mengkikis habis segala bentuk seksisme, diskriminasi, pelecehan, dan misogini?

Seksisme terjadi ketika ada praduga mengenai seorang perempuan, termasuk stereotyping atau mendiskriminasi atas dasar jenis kelamin/gender perempuan belaka. Sebagai catatan, penulis menggunakan istilah jenis kelamin dan gender sebagai sinonim, walaupun sesungguhnya mempunyai gradasi makna berbeda.

Dan bentuk-bentuknya bisa berupa diskriminasi, pelecehan (assault atau abuse) dan misogini. Istilah “misogini” mungkin kurang dikenal pembaca. Misogini diterjemahkan secara bebas sebagai “ketidaksukaan akan gender perempuan yang mendalam,” sehingga dapat terbaca dalam tindakan maupun pembicaraan. Misalnya, seorang laki-laki yang mengomunikasikan kebencian akan beberapa elemen perempuan, bisa dipastikan ia adalah seorang misoginis.

Apa contohnya? Perempuan itu pemboros. Perempuan itu tidak tahan godaan. Perempuan itu lemah. Pandangan-pandangan tersebut berdasarkan kerangka “perempuan itu substandard dibandingkan dengan laki-laki.”

Seorang manajer laki-laki yang tidak hanya menggoda perempuan anggota timnya, namun juga memegang payudara dan bokongnya, dapat dipastikan telah melakukan pelecehan sosial. Namun, ia belum tentu seorang misoginis tulen. Karena untuk menjadi seorang misoginis, perlu ada unsur “kebencian.”

Berisiko pada karier

Lantas, bagaimana bentuk-bentuk diskriminasi di tempat kerja? Misalnya, suatu posisi hanya dapat diberikan pada laki-laki atau perempuan yang menarik. Sering penulis temukan untuk posisi sekretaris, employer hanya bersedia mempekerjakan mereka yang “tampak menarik.”

Sebanyak 60% perempuan pekerja pernah mengalami pelecehan di kantor.

Bentuk-bentuk diskriminasi lainnya perbedaan gaji antara laki-laki dan perempuan, alasan-alasan mengapa seseorang pegawai perempuan tidak dipilih untuk aktivitas-aktivitas tertentu, menempatkan perempuan di posisi-posisi terntentu dengan alasan “ini posisi untuk perempuan,” meledek (cat calling) perempuan yang tampil beda untuk suatu acara, mengucapkan lelucon-lelucon yang membuat jengah perempuan, dan sebagainya.

Seperti apa lelucon-lelucon yang membuat jengah perempuan? Apabila ada unsur-unsur seksual yang men-streotip-kan, menghina, melecehkan, dan membenci perempuan.

Bagaiman di negara maju? Seksisme di tempat kerja sangat umum dan sangat sulit diberantas. Namun Hukum Anti Diskriminasi dan Anti Pelecehan Seksual diterapkan dalam kasus-kasus yang dilaporkan oleh korban.

Perusahaan-perusahaan besar memilih sangat ketat dalam hal sexual harassment, mengingat begitu banyak gugatan atas dasar ini. Setiap beberapa bulan sekali, HR Department biasanya melakukan training anti-sexual harassment pada para pegawai untuk mengingatkan bahaya dan risiko bagi karier mereka.

Di Nordstrom Department Store, misalnya tiga kali teguran diberikan, sebelum seorang pelaku sexual harassment dipecat tanpa ampun. Bentuk sexual harassment yang paling umum bukan yang “memegang-megang” namun “secara verbal.” Ini sekarang sangat mudah dibuktikan dengan aplikasi perekam suara (audio recording) smartphone. Di Inggris, satu dari delapan pegawai mengundurkan diri karena mengalami pelecehan seksual di tempat kerja.

Sebanyak 60% perempuan pekerja pernah mengalami pelecehan di kantor.

Bagaimana dengan Anda, wahai pekerja perempuan? Jika Anda laki-laki, pernakah Anda melecehkan perempuan? Bahkan dalam bentuk gurauan?

Jika Anda menjadi korban pelecehan, apa yang perlu dilakukan? Tegur dan laporkan kepada yang berwenang. Apabila yang berwenang tidak mendukung Anda, lakuakn tindakan hukum melalui LBH atau LSM pro perempuan.

Apabila Anda mengalami bentuk sseksisme “ringan” seperti meledek, cat calling, dan gurauan-gurauan tidak senonoh, tegurlah mereka. Ingatkan bahwa ibu, istri, adik/kakak, dan anak mereka perempuan.

Jika masih tidak mempan, tinggikan nada suara Anda dan tunjukkan kekuatan Anda sebagai perempuan mandiri, cerdas, dan respek terhadap diri sendiri. Ajaklah pelaku untuk bertemu dengan HR Department untuk membicarakan pelatihan anti-sexual harassment di tempat kerja.

 

Sumber: Tabloid Kontan.14 Januari 2018

Mencegah Nyeri Punggung Bawah

oleh : dr. Irfan Saleh SpOT(K)

Nyeri punggung bawah terdengar sederhana, tetapi berdampak cukup dahsyat. Di negara tertentu, keluhan ini mencapai 50 hingga 80 persen dari seluruh populasi, dengan total biaya yang dikeluarkan untuk penanganan mencapai 100 miliar dollar AS per tahun. Keluhan nyeri punggung bawah merupakan keluhan tersering kedua setelah infeksi saluran napas yang menyebabkan kunjungan ke dokter. Penyebabnya pun sangat beragam, mulai dari yang sederhana seperti tarikan otot, hingga jepitan saraf.

Mayoritas keluhan nyeri punggung bawah bersumbr dari pekerjaan yang melibatkan aktivitas mengangkat benda berat, serta aktivitas berulang, seperti perawat dan pekerja bangunan. Ada beberapa strategi pencegahan yang mungkin dilakukan untuk mencegah nyeri punggung bawah. Pertama adalah latihan fisik rutin yang berpusat pada otot punggung. Latihan ini tidak hanya bertujuan menguatkan otot di area punggung, tetapi juga banyak sekali manfaat yang bisa didapat. Melatih otot dengan benar dapat meningkatkan fleksibilitas otot tersebut sehingga meminimalisasi risiko cedera. Kalaupun cedera terjadi, berolahraga secara rutin terbukti bisa memperbaiki mood maupun persepsi terhadap nyeri.

Selanjutnya, yang tak kalah penting adalah menciptakan lingkungan kerja yang ergonomis dengan memperhatikan mekanika tubuh manusia. Sebagai contoh, pekerja yang sering harus mengangkat benda berat dari lantai hendaknya memulai gerakan mengangkat dari posisi berjongkok, bukan dari posisi lutut lurus dan punggung membungkuk. Dengan begitu, otot yang berperan dalam gerakan mengangakat adalah otot paha, bukan otot punggugn. Tak hanya pekerja yang menggunakan kekuatan fisik, pekerja kantoran pun rentan nyeri punggung bawah akibat terlalu lama duduk. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk menggunakan kursi yang menopang punggung, tidak membungkuk saat duduk maupun berjalan, serta sesekali meregangkan otot dengan berjala-jalan ringan. Sebagai tambahan, memakai sepatu yang nyaman dengan hak yang tak terlalu tinggi sangat diasarankan bagi kaum perempuan untuk mencegah mampirnya nyeri punggung bawah. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan alat bantu seperti korset untuk menopang punggung.

Pada umumnya, keluhan nyeri punggung bawah akan membaik dengan sendirinya maupun dengan bantuan terapi fisik serta obat-obatan. Namun, pada kondisi tertentu di mana ditemukan gangguan pada saraf, kelemahan otot yang kian parah, maupun pada keluhan pinggang bawah yang terkait tumor serta infeksi, terapi pembedahan pun diperlukan. Dengan perkembangan ilmu bedah ortopedi dan saraf, serta dukungan ahli bedah yang berpengalaman, kondisi-kondisi yang demikian pun diharapkan dapat tertangani dengan optimal.

Kami berharap Anda sehat senantiasa!

 

Sumber: Kompas, 28 Januari 2018. Hal 22