Melalui blusukan itu, harapannya mereka bisa kembali berjualan meski masih secara daring. Setidaknya ada 30 peserta yang ikut pelatihan mereka.
”Terharu, sampai sekarang mereka semua aktif. Belum ada yang protol,” tutur Ita.
Meski sudah bertahun-tahun memiliki ponsel, peserta belum mengetahui marketplace atau media sosial untuk berjualan. Ada sih yang doyan Facebook-an, tapi sekadar main iseng.
”Saya sering diolokin anak saya, mama mana tahu Tokopedia atau Instagram,” ucap salah seorang peserta. Saat dia mulai main Instagram, anaknya sontak menggoda. ”Akhirnya tahu teknologi juga nih, mama,” katanya.
Ita dan Fabio berangkat dari penjelasan sederhana soal berjualan secara online. Peserta benar-benar belum terbayang seperti apa jual beli online. Dilanjutkan bagaimana mengelolanya, tombol apa yang harus ditekan, dan apa saja yang harus dilakukan sehari-hari. Sedetail itu mereka harus mendampingi ibu-ibu di Biak.
Salah satu momen menantang adalah menciptakan foto produk terbaik. Sebelumnya, mereka hanya asal memfoto produk yang dibuat. Kadang latar belakangnya dapur yang masih berantakan. Produknya jadi tidak mencolok. Padahal, semakin menarik foto, calon pembeli makin yakin. ”Kami mesti pakai bahan minimalis yang gampang. Pakai kardus bekas saja,” ucap Fabio. Kardus tersebut disulap jadi studio mini dengan dilapisi kertas manila polos. Voila! Produk yang diletakkan di tengah kardus itu jadi tampak menarik sekali di kamera.
”Kita juga belajar pakai ponsel mereka. Karena itu alat yang bakal dipakai peserta seterusnya kan,” sambung pria asal Surabaya itu. Trik menghilangkan bayangan, penerangan dengan lampu, hingga penataan produk juga dilatih dalam satu kali pertemuan. Peserta jadi takjub sendiri. Ternyata, membuat foto bagus tak perlu sewa fotografer mahal, di rumah sendiri juga bisa.
”Ada produk cobek. Kita belajar menata nih bagaimana biar rapi dengan aksesori,” ucap Ita. Sentuhan bunga-bungaan dijadikan sebagai aksesori simpel. Gunakan saja apa pun yang ada di sekitar sebagai aksen. Tak perlu beli hiasan ini-itu sekadar untuk foto. ”Bahkan saking happy-nya, banyak foto produk pas pelatihan yang dipakai jadi profil messenger terus,” sahut Fabio.
Marini Yunita, koordinator program, mengatakan bahwa kunjungan ke Biak menjadi pengalaman yang paling memorable. ”Selama ini masih di Jawa. Begitu ada tawaran ke Biak dengan Wahana Visi, tantangannya makin asyik,” ucap Kaprodi Fashion Product Design & Business UC tersebut. Tak hanya pelatihan, pihaknya juga mendampingi peserta hingga akhir tahun. Pendampingan dilakukan untuk melihat efektivitas bisnis online dengan pemasukan peserta di tengah pandemi.